Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
ADVERTISEMENT
Gang Ruhana di Kelurahan Paledang, Kecamatan Lengkong, Kota Bandung, memiliki keunikan tersendiri bila dibandingkan dengan kampung-kampung lainnya. Di gang tersebut, terdapat tiga tempat ibadah, yakni Masjid Al-Amanah, Vihara Girimetta, dan Gereja Pantekosta.
ADVERTISEMENT
Pantauan kumparan, tepat di sisi kanan jalan masuk gang, terdapat prasasti hitam bertuliskan 'Kampung Toleransi' yang ditandatangani langsung oleh Pjs. Wali Kota Bandung, Muhamad Solihin, menggunakan tinta emas. Di samping prasasti, terdapat Gereja Pantekosta dengan dinding berwarna putih.
Di jalan masuk, terlihat mural berwarna-warni yang memenuhi dinding sisi kanan dan kiri. Mural itu bergambar tiga orang mengenakan pakaian keagamaan dan saling bergandengan tangan sebagai simbol toleransi.
Adapun letak Masjid Al-Amanah berada tepat di depan Vihara Girimetta. Kedua tempat ibadah tersebut hanya dipisahkan oleh jalan seluas satu meter. Saat ini, di samping Masjid Al-Amanah sedang dibangun sebuah TPA sekaligus ruang pertemuan.
Ketua RW 02, Rini Ambarwulan, menjelaskan, kerukunan antar tiga umat beragama di sana memang telah terjalin sejak lama. Kerukunan tersebut, kata dia, terus dijaga secara turun-temurun hingga sekarang.
Nama Kampung Toleransi, sambung Rini, baru diresmikan oleh Solihin pada 11 Mei 2018. Nama tersebut merupakan hasil musyawarah antar para pemeluk agama di kampung itu.
ADVERTISEMENT
"Kerukunan itu dari dulu sampai sekarang. Dari zaman orang tua kita itu sudah pada rukun. Apalagi, yang sekarang tua-tua itu sudah sama-sama berbaur. Sudah dari zaman dulu," kata Rini di kediamannya, Minggu (7/4).
Meski jarak antara tempat ibadah berdekatan, Rini mengaku tidak pernah ada perasaan risih atau terganggu ketika mendengar suara azan ataupun latihan paduan suara yang kerap dilaksanakan di gereja. Mereka saling menghormati dan menghargai.
Bahkan, Rini mengaku, bila ada perayaan agama misalnya untuk umat Islam, warga beragama lain ikut serta membantu dan saling menjaga agar perayaan bisa berlangsung khidmat tanpa gangguan.
"Enggak, biasa-biasa aja. Hari Minggu atau malam Sabtu, misalnya gereja kan latihan paduan suara. Itu ke yang dekat kedengaran tapi enggak apa-apa, biasa saja," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Rini menyebut, Gereja Pantekosta berdiri sejak tahun 1933 dan menjadi tempat ibadah tertua yang berada di kampung tersebut. Sementara itu, Vihara Girimetta didirikan tahun 1946 dan Masjid Al-Amanah tahun 2015.
Saat ini, Rini mengatakan, penduduk kampung tersebut terdiri dari 124 kepala keluarga dengan perbandingan yang seimbang di antara pemeluk agamanya.
"Sekarang mah 50:50 (perbandingannya)" tutur dia.
Berkat tingginya tingkat toleransi di sana, Rini menuturkan, kerap ada pengunjung dari luar daerah yang datang untuk melakukan penelitian, studi banding, ataupun hanya sekadar berkunjung dan belajar mengenai nilai-nilai toleransi.
"Banyak dari luar berkunjung dari luar pulau Jawa. Banyak juga yang datang melakukan penelitian mahasiswa. Bahkan dari Australia, Thailand, Vietnam, juga ada," ungkap dia.
ADVERTISEMENT
Senada dengan Rini, pengurus Vihara Girimetta, Koh Asen, mengemukakan, pergaulan di antara pemeluk agama di Kampung Toleransi telah berlangsung sejak lama. Saat ini, dia menyebut, pengurus vihara sudah memasuki generasi yang ketujuh.
Koh Asen pun mengaku warganya tidak risih bila mendengar suara azan dari masjid yang letaknya tepat berada di depan vihara. Bagi dia, tidak ada alasan untuk melarang umat beragama lain beribadah.
"Suara azan enggak masalah. Kan memang harus begitu, masa kita melarang," kata dia.
Koh Asen menegaskan, kerukunan antar umat beragama harus tetap dijaga di bumi pertiwi sebagai perwujudan dari nilai pancasila. Dia pun mengatakan, setiap individu mempunyai hak yang sama untuk beribadah dan harus dihormati.
Untuk menjaga kerukunan, Koh Asen menyebut, diperlukan adanya semacam pertemuan yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali antar pemeluk agama.
ADVERTISEMENT
"Ya, mestinya harus ada pertemuan tiap bulan. Jadi jangan cuma diam, kan kurang bagus. Alangkah baiknya kalau sering bertemu dan jadi rutinitas. Ada komunikasi lintas agama," tutupnya.