Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
ADVERTISEMENT
Filipina memanas. Dua sosok tertinggi di pemerintahan pecah bahkan berujung ancaman pembunuhan.
ADVERTISEMENT
Presiden Ferdinand Marcos Jr atau Bongbong dan Wapres Sara Duterte awalnya dikenal sebagai sekutu yang berhasil memenangi pemilu pada 2022 lalu.
Namun, pada Juni 2024 keretakan hubungan dwitunggal makin terbuka lebar. Ketika itu Sara memutuskan mundur dari jabatan Menteri Pendidikan.
Berbeda dengan RI, Wapres di Filipina dapat menduduki jabatan menteri. Setelah Sara memilih meletakkan jabatan Menteri Pendidikan ketegangan di pucuk pimpinan Pemerintahan Filipina terlihat oleh publik.
Puncaknya pada Sabtu pekan lalu (23/11), Wapres Sara mengancam akan membunuh Bongbong bila dirinya terbunuh. Bahkan Sara turut mengincar istri Bongbong dan ketua majelis rendah parlemen untuk dihabisi nyawanya.
Pernyataan itu pun langsung dibalas Bongbong, ia siap melawan balik dan menyebut tindakan pembunuhan sama saja dengan umpatan.
ADVERTISEMENT
“Pernyataan yang kami dengar kemarin sangat bermasalah. Ada kecerobohan dengan menggunakan umpatan dan mengancam membunuh seseorang,” jelas Bongbong.
“Saya akan melawan mereka. Jika membunuh Presiden bisa dengan mudah, bagaimana dengan rakyat biasa?” sambungnya.
Sebelum kontroversi terbaru itu, ternyata Sara juga pernah melontarkan pernyataan mengejutkan kepada wartawan bahwa hubungannya dengan Bongbong begitu toxic hingga ia membayangkan memenggal kepala sang presiden.
Pernyataan ini dipicu oleh perintah anggota parlemen yang memasukkan ajudan utamanya ke penjara karena dugaan menghalangi penyelidikan penyalahgunaan dana di kantor Wapres.
Situasi makin memanas setelah ayahnya, mantan Presiden Rodrigo Duterte, menuduh Bongbong menggunakan narkoba dan menyerukan pemisahan Mindanao, basis politik keluarga Duterte.
Tuduhan ini dibalas Bongbong dengan menyebut Rodrigo terganggu akibat penggunaan opioid sintetis.
ADVERTISEMENT
Aliansi yang Retak
Aliansi antara keluarga Duterte dan Marcos terbentuk saat Sara Duterte yang semula difavoritkan menjadi presiden, memilih maju sebagai wakil presiden dan mendukung pencalonan Bongbong.
Di Filipina sistem pemilunya adalah Presiden dan Wapres dipilih secara terpisah. Pada 2022, baik Bongbong dan Sara menang mutlak.
Keluarga Marcos dan keluarga Duterte adalah klan politik paling kuat di Filipina saat ini. Kedua keluarga itu sama-sama pernah berkuasa di negara tetangga Indonesia itu.
Karena bersatunya klan Marcos dan Duterte maka Leni Robredo, rival kuat mereka, kalah pemilu.
Namun, hubungan politik ini mulai terkikis ketika pemerintahan Bongbong menggulirkan isu perubahan konstitusi.
Kritikus menuding perubahan ini adalah langkah untuk menggeser sistem pemerintahan menjadi parlementer, yang bisa memberi peluang bagi sepupu Marcos, Ketua DPR Martin Romualdez, menjadi perdana menteri.
ADVERTISEMENT
“Duterte-Carpio terjebak dalam aliansi ini,” kata pakar politik dari WR Numero Research, Cleve Arguelles.
“Ia tak bisa sepenuhnya meninggalkan Marcos, tapi juga sulit menyembunyikan ketegangan,” tambahnya, seperti dikutip dari Al Jazeera.
Perbedaan Pendekatan Politik
Sara dikenal sebagai sosok independen yang berbeda dari banyak politisi perempuan di Filipina. Sebagai wali kota Davao, ia pernah menjadi berita utama karena meninju seorang petugas pengadilan dan kerap mengenakan seragam militer untuk menunjukkan ketegasannya.
Namun, langkah-langkahnya sebagai wakil presiden justru menuai kritik, seperti ketika ia meminta anggaran “dana rahasia” dalam anggaran nasional 2024 yang menurunkan popularitasnya dari 84 persen menjadi 73 persen.
Di sisi lain, Bongbong menghadapi tantangan ekonomi, termasuk inflasi beras yang melonjak hingga 22,6 persen pada awal tahun. Krisis ini semakin dimanfaatkan keluarga Duterte untuk mengkritik kebijakan Bongbong, terutama terkait upaya perubahan konstitusi.
ADVERTISEMENT
Drama Politik yang Berkepanjangan
Perseteruan ini juga mencerminkan ketegangan mendalam antara dua keluarga politik terkuat di Filipina itu.
Sejak Februari lalu, pemerintahan Marcos secara tak langsung memberi sinyal untuk mendukung penyelidikan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap Rodrigo Duterte atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan selama perang narkoba.
“Ini seperti 'permainan ganda',” ujar seorang profesor sosiologi, Walden Bello.
“Duterte-Carpio mencoba bertahan dalam koalisi ini sembari menjaga loyalitas ayahnya. Tapi, ini jelas menguras energi politiknya,” lanjutnya.
Kini, rakyat Filipina hanya bisa menjadi penonton dalam drama politik yang melibatkan dua dinasti ini.
“Politik Filipina telah berubah menjadi tontonan keluarga,” ujar Bello.
“Dan ini mungkin akan berlanjut hingga pemilu berikutnya,” tutupnya.