Mengupas Beda Pandangan Trump dan Biden di Konflik Gaza, Siapa Lebih Pro-Israel?

18 Juli 2024 15:16 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Konflik di Gaza telah menjadi isu panas dalam politik internasional, khususnya bagi Amerika Serikat (AS). Negeri Paman Sam merupaka sekutu terdekat bagi Israel yang sedang menyerang Gaza.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, siapa pun pemimpinnya, kebijakan AS terkait Israel dan Palestina akan selalu menjadi sorotan dunia.
Kedua calon presiden AS, petahana Joe Biden dan Donald Trump, memiliki sikap dan pendekatan berbeda dalam menyikapi konflik tersebut, seperti diungkapkan oleh pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Suzie Sudarman.
"Kalau Trump itu kan dia bilang, "finish the job". Kalau Biden lebih kepada elemen yang lazim di form policy Amerika adalah creative ambiguity," ungkap Suzie dalam diskusi podcast DipTalk bersama kumparan.
Kalimat 'finish the job' yang dimaksud Suzie merujuk pada pernyataan Trump dalam debat pertama pemilu AS, Juni lalu.
Dalam kesempatan itu Trump menyebut Biden sebagai "orang Palestina yang sangat buruk" dan menuduhnya tidak ingin membantu Israel "menyelesaikan pekerjaan" melawan Hamas di Gaza.
ADVERTISEMENT
“Sebenarnya Israel-lah (yang ingin terus maju), dan Anda harus membiarkan mereka pergi dan membiarkan mereka 'menyelesaikan tugasnya'. Dia (Biden) tidak mau melakukannya. Dia sudah seperti orang Palestina tetapi mereka tidak menyukainya karena dia orang Palestina yang sangat buruk. Dia orang yang lemah," kata Trump dalam debat perdana itu.
"Dia tidak mau melakukannya. Dia menjadi seperti orang Palestina—tapi mereka tidak menyukainya karena dia orang Palestina yang sangat buruk, dia orang yang lemah," lanjutnya.
Diptalk bersama Suzie Sudarman Foto: Darryl Ramadhan/kumparan

'Creative Ambiguity'

Menurut Suzie, Biden menggunakan "creative ambiguity", bentuk kebijakan yang sering digunakan AS, dalam keberpihakannya di konflik Israel-Hamas.
Biden menunjukkan pendekatan yang lebih hati-hati dalam krisis Gaza, namun sebenarnya tetap pro-Israel. Ia konsisten mendukung hak Israel untuk membela diri dan telah mengajukan proposal tiga fase untuk mengakhiri konflik.
ADVERTISEMENT
Namun, dukungan penuh Biden terhadap Israel memicu kritik dari berbagai kelompok, termasuk kalangan progresif, Arab, dan Muslim Amerika. Mereka menilai sikap Biden memperpanjang penderitaan di Gaza dan tidak memberikan solusi yang adil bagi Palestina.
Suzie mengatakan, meskipun Biden awalnya mempertahankan sikap yang lebih netral, tekanan dari mahasiswa dan kelompok anti-Israel di AS membuatnya mengubah pendirian. Biden kini cenderung kurang simpati terhadap tindakan keras Netanyahu di Gaza.
"Pada saat orang anti-Israel, mahasiswa dan segala macam, dia masih bertahan. Tapi sekarang sudah mulai berbalik, dia enggak begitu simpati terhadap apa yang dilakukan Netanyahu, dan Netanyahu dibilang stop, jangan dilanjutkan yang begini," tutur Suzie.
Diptalk bersama Suzie Sudarman Foto: Darryl Ramadhan/kumparan

Kepentingan Yahudi

Ia juga menyoroti bahwa keputusan kebijakan di AS banyak dipengaruhi oleh kepentingan Yahudi yang kuat, baik dalam pemerintahan Trump maupun Biden.
ADVERTISEMENT
Saat ditanya apakah ada kelompok Yahudi yang berusaha memenangkan Trump dalam pemilu kali ini, Suzie mengatakan sangat mungkin.
“Mungkin saja, mungkin itu semuanya. Kalau misalnya dia harus memperjuangkan kepentingan zionis, dia akan melakukan apa pun juga untuk mendukung Donald Trump supaya menang," kata Suzie.
Sedangkan, menurutnya, Biden hanya ingin mempertahankan posisi partainya di kongres dengan tetap membela Israel. Sehingga ia terpaksa melakukan berbagai 'aksi ambigu' untuk tetap bermain aman dan memenuhi janjinya.
"Kalau Joe Biden hanya ingin mempertahankan kongres itu supaya tetap ada di partai demokrat, jadi dia nggak mau menyakiti mereka, karena kalau menyalah-nyalakan Israel, nanti uang tidak mengalir kepada kongres people, demokrat, lalu kalah. Dan tujuan dia untuk berkampanye, menyatakan kepada perempuan, kalau kongres kuat, dia bisa membalikkan apa yang diputuskan oleh Supreme Court. Itu yang dijanjikan," jelas Suzie.
ADVERTISEMENT
Suzie menyebut kedua pemimpin itu, meskipun dengan pendekatan berbeda, tetap berusaha menjaga dukungan dari kelompok Yahudi yang berpengaruh di AS.

Sikap dan Pandangan Donald Trump

Mantan Presiden AS dan calon presiden tahun 2024 Donald Trump menghadiri Rapat Umum "Get Out the Vote" di Conway, Carolina Selatan, pada 10 Februari 2024. Foto: Julia Nikhinson / AFP
Donald Trump dikenal dengan dukungannya yang kuat terhadap Israel. Ia kerap mengambil langkah-langkah tegas dan kontroversial.
Trump mendukung penuh tindakan militer Israel di Gaza bahkan sebelum perang pada 7 Oktober 2023 pecah. Dia berulang kali menegaskan bahwa Israel harus "menyelesaikan pekerjaan" melawan Hamas, meskipun mendapatkan kritik tajam atas pendekatannya yang dianggap terlalu keras dan tidak sensitif terhadap penderitaan Palestina.
Trump juga dikritik karena membuat pernyataan rasis saat menyebut Biden sebagai "orang Palestina yang sangat buruk," dalam debat. Dikutip dari Al Jazeera, menilai pernyataan Trump sebagai contoh nyata rasisme yang mendalam di AS.
ADVERTISEMENT
Menyoal protes pro-Palestina di kampus-kampus, Trump menyerukan tanggapan yang lebih agresif dan memuji upaya polisi untuk membersihkan perkemahan.
Ia bahkan mengusulkan pencabutan visa pelajar bagi mereka yang menganut pandangan antisemit atau anti-Amerika.
Di masa pemerintahannya, Trump memberlakukan berbagai kebijakan yang memperburuk ketegangan dan dianggap tidak adil bagi Palestina.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan) berjabat tangan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, di Washington, Amerika Serikat. Foto: REUTERS/Kevin Lamarque
Pada 2020, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berkampanye secara terbuka untuk Trump melawan Biden.
Serentetan kebijakan itu disebut sebagai 'hadiah' Trump kepada kelompok sayap kanan Israel.
Dikutip dari Vox, beberapa tindakan Trump itu adalah:
ADVERTISEMENT
Dalam debat perdana, Trump juga tidak menjawab secara langsung apakah dia akan mendukung kemerdekaan negara Palestina untuk mengakhiri perang antara Israel dan Hamas di Gaza.
“Apakah anda mendukung pembentukan negara Palestina merdeka untuk mendukung perdamaian di kawasan ini?” tanya moderator Dana Bash, kepada Trump.
“Saya akan melihatnya,” jawab Trump, lalu mengalihkannya ke topik lainnya.

Sikap dan Pandangan Joe Biden

Presiden AS Joe Biden bertemu dengan Presiden Israel Isaac Herzog di Ruang Oval Gedung Putih di Washington, AS. Foto: Jonathan Ernst/REUTERS
Biden sebenarnya tidak lebih baik. Pendekatan "creative ambiguity" dianggap kurang tegas dan tidak efektif dalam mengakhiri konflik oleh beberapa pihak. Meskipun mendukung gencatan senjata, Biden tidak cukup menekan Israel untuk menghentikan serangan militer mereka di Gaza.
Sikap AS di PBB dalam menghadapi konflik di Gaza malah hampir selalu menunjukkan keberpihakannya terhadap Israel. Mereka berkali-kali memveto dan abstain pada seruan gencatan senjata hingga pengakuan kemerdekaan Palestina.
ADVERTISEMENT
Yang terbaru, AS menghentikan langkah Palestina menjadi anggota penuh PBB pada 19 April. Mereka dengan lantang mengajukan veto.
Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 orang merekomendasikan agar “Negara Palestina diterima menjadi anggota PBB.”
AS memveto rancangan resolusi tersebut, Inggris dan Swiss memilih abstain, dan 12 anggota DK PBB lainnya mendukung.
Hasil pemungutan suara resolusi Dewan Keamanan PBB untuk mempertimbangkan kembali dan mendukung keanggotaan penuh Palestina di PBB ditampilkan dalam sidang khusus Majelis Umum PBB, di markas besar PBB di New York City, Jumat (10/5/2024). Foto: Charly Triballeau/AFP
Biden konsisten mendukung hak Israel untuk membela diri dan telah mengajukan proposal tiga fase untuk mengakhiri konflik.
Ia juga menekankan pentingnya solusi dua negara sebagai jalan keluar jangka panjang untuk perdamaian di kawasan tersebut.
Namun, dukungan penuh Biden terhadap Israel memicu kritik dari banyak kelompok, dari mahasiswa, kalangan progresif, hingga Muslim Amerika.
Pada April lalu, kampus-kampus ternama AS melakukan demonstrasi massal untuk mendukung warga Palestina dan bersikukuh meminta kampusnya memutus kerja sama dengan Israel.
Mahasiswa pro-Palestina mendirikan tenda di Kampus Kota Universitas Kopenhagen, Denmark, Senin (6/5/2024). Foto: Roni Rekomaa/via REUTERS
Apa yang terjadi pada 2024 akan berbeda dengan 2020. Empat tahun lalu mayoritas muslim AS memilih Biden sebagai jagoannya.
ADVERTISEMENT
Pada 2020, perhitungan dari Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) menunjukkan sebanyak 69 persen warga muslim AS memilih Biden dan 17 persen memilih Donald Trump. Sisanya memilih calon ketiga atau menolak menjawab.
"Tak hanya muslim dan Arab-Amerika yang memutuskan mereka tak ingin berkomitmen pada Biden atau memilihnya kembali karena sikapnya yang menyebabkan genosida terus menerus Israel di Gaza," ujar Direktur American Muslims for Palestine, Ayah Ziyadeh, seperti dikutip dari Al-Jazeera.
Meskipun AS menghentikan satu pengiriman bom seberat 2.000 pon ke Israel tahun ini, para pejabat pemerintahan Biden menekankan pengiriman senjata lainnya terus berlanjut secara rutin.
Pada April lalu, Biden menandatangani bantuan militer tambahan sebesar 14 miliar USD untuk Israel.
Pentagon juga mengonfirmasi bahwa bom seberat 500 pon (226 kg), bagian dari pengiriman yang ditangguhkan, telah dipisahkan dan dikirimkan ke sekutu AS tersebut.
Presiden AS Donald Trump dan calon presiden dari Partai Demokrat Joe Biden. Foto: Reuters
Kedua pemimpin memiliki pendekatan yang berbeda namun sama-sama kontroversial terhadap konflik Gaza.
ADVERTISEMENT
Trump cenderung mendukung penuh tindakan militer Israel dan membuat langkah-langkah sepihak yang memperkeruh situasi. Sementara Biden berusaha untuk lebih diplomatis namun tetap memberikan dukungan signifikan kepada Israel, yang juga memicu kritik keras.