Menilik UU Kesejahteraan Hewan di Indonesia

14 Maret 2018 9:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sapi diseret Satpol PP Bulukumba. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Sapi diseret Satpol PP Bulukumba. (Foto: Dok. Istimewa)
ADVERTISEMENT
Petugas Satpol PP Bulukumba mendapat teguran keras dari Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo karena mengangkut sapi dengan cara diseret di belakang mobil. Syahrul menyebut para staf Satpol PP itu melanggar undang-undang kesejahteraan hewan (animal welfare).
ADVERTISEMENT
Undang-undang yang dimaksud adalah UU Nomor 18 Tahun 2009 Pasal 66-67 tentang kesejahteraan hewan dan UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 18 tahun 2009.
Ditilik dari website Ditjen Peternakan Kementerian Pertanian, Pasal 66 UU Nomor 18 Tahun 2009 disebutkan bahwa hewan harus diperlakukan secara manusiawi. Disebutkan juga tata cara menangkap, mengandangkan, memelihara, merawat, mengangkut, memotong, hingga membunuh hewan dengan cara yang layak.
Hewan harus diperlakukan dengan baik agar merasa nyaman dan kenyang, dapat mengekspresikan sifat kebinatangannya, tidak dianiaya, dibebaskan dari rasa tertekan dan takut.
Kemudian pada Pasal 67, disebutkan bahwa penyelenggaraan tersebut dilakukan oleh pemerintah, pemda, dan masyarakat. Lalu pada UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 18 tahun 2009, ada tambahan pasal 66A disebutkan bahwa seseorang yang menganiaya hewan dapat dilaporkan ke pihak yang berwajib.
ADVERTISEMENT
Berikut bunyi lengkap ketiga pasal tersebut:
UU Nomor 18 Tahun 2009
Bagian Kedua
Kesejahteraan Hewan
Pasal 66
(1) Untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang berkaitan dengan penangkapan dan penanganan; penempatan dan pengandangan; pemeliharaan dan perawatan; pengangkutan; pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan pengayoman yang wajar terhadap hewan.
(2) Ketentuan mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manusiawi yang meliputi:
a. penangkapan dan penanganan satwa dari habitatnya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang konservasi;
b. penempatan dan pengandangan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga memungkinkan hewan dapat mengekspresikan perilaku alaminya; pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan;
ADVERTISEMENT
d. pengangkutan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa takut dan tertekan serta bebas dari penganiayaan;
e. penggunaan dan pemanfaatan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari penganiayaan dan penyalahgunaan;
f. pemotongan dan pembunuhan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa sakit, rasa takut dan tertekan, penganiyaan, dan penyalahgunaan; dan
g. perlakuan terhadap hewan harus dihindari dari tindakan penganiayaan dan penyalagunaan.
(3) Ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kesejahteraan hewan diberlakukan bagi semua jenis hewan bertulang belakang dan sebagian dari hewan yang tidak bertulang belakang yang dapat merasa sakit.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
ADVERTISEMENT
Pasal 67
Penyelenggaraan kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah bersama masyarakat.
Kemudian pada UU Nomor 41 tahun 2014, ada tambahan pasal 66A di antara pasal 66 dan 67 yang berbunyi:
Pasal 66A
Setiap Orang dilarang menganiaya dan/ atau menyalahgunakan Hewan yang mengakibatkan cacat dan/atau tidak produktif. Setiap Orang yang mengetahui adanya perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) wajib melaporkan kepada pihak yang berwenang.