Menjadi Hacker Itu Bisa Belajar, tapi Awas Ada Risiko Pidana

16 Maret 2018 19:29 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anjik Sukmaji (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Anjik Sukmaji (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Dosen yang pernah membimbing tiga hacker mahasiswa asal Surabaya yang ditangkap FBI dan Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu, Dr. Anjik Sukmaji menyatakan bahwa kemampuan meretas bisa dipelajari siapa pun. Terlebih bagi mereka yang telah menguasai sistem pemrograman.
ADVERTISEMENT
Dosen sekaligus Kepala Pprogram Studi Sistem Informasi STIKOM ini mengungkapkan, kemampuan meretas bisa juga dipelajari oleh anak--anak seumuran SMP atau pun SMA. Pasalnya, tutorial atau pengetahuan tentang hacking kini lebih mudah diperoleh di dunia maya.
"Akses informasi kini cepat. Sekarang belajar lebih mudah. Literatur tentang peretasan berbahasa indonesia pun kini sudah lebih banyak," ujar Anjik.
Dosen yang kerap didapuk menjadi saksi ahli kepolisian ini menambahkan, kegiatan peretasan awalnya digunakan menguji level keamanan suatu sistem digital atau jaringan. Kegiatan itu juga bersifat legal.
"Biasanya mereka sengaja di-hired oleh perusahaan tertentu untuk menjebol keamanan sistem atau meretas masuk ke jaringannya. Ini menguji tingkat keamanan sistem, sifatnya legal," ujarnya.
Anonymous Hacker. (Foto: REUTERS/Yves Herman)
zoom-in-whitePerbesar
Anonymous Hacker. (Foto: REUTERS/Yves Herman)
Meski bisa dipelajari sendiri atau otodidak, kemampuan meretas dalam tingkatan lanjut banyak dipengaruhi dari skill seseorang pada logika atau bahasa pemrograman. Nah, hal ini bisa dimiliki oleh mahasiswa jurusan teknik informatika atau sistem informasi seperti ketiga mahasiswa hacker asal Surabaya yang dibekuk FBI.
ADVERTISEMENT
Mereka mempunyai modal lebih baik dalam menguasai kemampuan peretasan. Terlebih, mahasiswa jurusan ini biasanya mendapat pengetahuan materi di mata kuliah Sistem Keamanan Jaringan.
"Tapi peretas yang handal, rata-rata nilainya bagus pada kemampuan logika programmingnya," imbuh Anjik.
Meski demikian, hacking, cracking atau meretas juga tidak begitu cepat dan mudah seperti yang terlihat di film-film. Karena, menurut Anjik, ada beberapa tahapan panjang dalam proses meretas. Oleh karenanya peretasan bisa dilakukan individu atau pun berkelompok.
"Setiap tahapnya, biasanya harus mengulik dan mencari-cari lagi logika yang pas agar bisa masuk menembus sistem," ujarnya.
Peretasan juga cukup banyak menyimpan sisi negatif. Beberapa di antara hacker sengaja meretas untuk sekedar iseng dan menguji kemampuannya. Bisa pula guna menunjukkan eksistensi mereka.
ADVERTISEMENT
"Ada yang cuma tes kemampuan. Jadi setelah berhasil masuk ke sistem dia keluar lagi dan sudah selesai. Iseng juga banyak," imbuh Anjik.
Namun, penyimpangan berat ketika meretas digunakan dengan alasan untuk mendapatkan ataupun mengambil sesuatu yang bisa dimiliki.
"Hal ini sudah masuk unsur pelanggaran UU ITE sehinga harus dibasmi," ujarnya.
Anjik pun mengaku tak heran bila mahasiswanya berlaku sebagai hacker. Karena mereka bisa belajar dan mengasah kemampuan bersama komunitasnya yang berada di luar kelas atau luar kampus.