Menjenguk Kucing Liar Hasil Tangkapan Pemprov DKI Jakarta

11 Januari 2019 19:17 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penampungan kucing di Puskeswan DKPKP Jakarta. (Foto: Sabar Artiyono/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Penampungan kucing di Puskeswan DKPKP Jakarta. (Foto: Sabar Artiyono/kumparan)
ADVERTISEMENT
Raungan ‘meong’ seakan menyambut setiap pengunjung Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) milik Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Perikanan (DKPKP) DKI Jakarta. Sebuah tempat penampungan sementara untuk kucing-kucing hasil tangkapan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
ADVERTISEMENT
Puskeswan yang berlokasi di Ragunan, Jakarta Selatan itu menyediakan tiga bangunan untuk menampung kucing-kucing tersebut. Salah satunya, terdiri dari lima kandang berukuran sekitar 2x3 meter yang dilengkapi teralis besi.
Setiap kandang itu diisi 7 hingga 10 ekor kucing. Lengkap dengan wadah-wadah berisi makanan dan air minum yang ditaruh di lantai.
Sementara bangunan lainnya, berisi 24 kandang dengan ukuran 2x1 meter. Tetapi tidak ada seekor kucing pun yang ditempatkan di situ.
“Kalau yang di rumah ini, satu kandang biasanya diisi lima ekor kucing, tapi lagi kosong ini,” ucap Valentina Aswindrastuti, Kepala Satuan Pelaksana Kesehatan Hewan DKPKP DKI Jakarta saat ditemui di kantornya yang berlokasi di Ragunan, Jakarta Selatan, Jumat (11/1).
Valentina Aswindrastuti, Kasadlak Kesehatan Hewan DKPKP DKI Jakarta. (Foto: Sabar Artiyono/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Valentina Aswindrastuti, Kasadlak Kesehatan Hewan DKPKP DKI Jakarta. (Foto: Sabar Artiyono/kumparan)
Jika diperhatikan, kucing-kucing yang ada di sana, cenderung menghindar saat didekati. Kebanyakan, malah berdiam di pojokan kandang. Beberapa lagi, sibuk bermain memanjat-manjat terali besi.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, tidak semua kucing yang ada di Puskeswan DKPKP merupakan hasil tangkapan atau razia. Beberapa, merupakan kucing yang diselamatkan Pemadam Kebakaran (Damkar) kemudian dilaporkan ke penampungan.
Kucing-kucing di Puskeswan DKPKP Jakarta. (Foto: Sabar Artiyono/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kucing-kucing di Puskeswan DKPKP Jakarta. (Foto: Sabar Artiyono/kumparan)
“Ya sekitar 300 ekor kucing yang ada di sini maksimal, itu kan ada tiga rumah besar untuk menampung kucing. Tapi ya itu kan muter (keluar masuk),” tambah Aswin.
Selama 2018, jumlah kucing yang ditertibkan DKPKP DKI Jakarta mencapai 5.420 ekor. Jumlah itu mencakup semua wilayah di Jakarta. Penertiban ini merupakan salah satu program pemprov dalam mempertahankan Jakarta sebagai kota bebas rabies sejak 2004.
“Setelah ditangkap, kami kerja sama dengan penyayang kucing (komunitas) dan shelter yang ada. Silakan ke Puskeswan untuk mengeceknya,” tutur Sri Hartati Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan DKPKP Prov. DKI Jakarta saat ditemui di Jalan Gunung Sahari, Jumat (11/1).
ADVERTISEMENT
Kucing-kucing yang ditertibkan itu kemudian dirawat oleh 6 perawat hewan, 4 dokter klinik, dan 2 dokter laboran bersama hewan lainnya. Hewan tersebut akan diberi makan hingga divaksin sambil menunggu orang yang bersedia mengadopsi.
“Paling lama kucing dikarantina di sini itu 1,5 bulan, kalau tidak dipilih oleh pengadopsi” ucap Aswin.
Rata-rata kondisi kucing yang masuk pertama kali ke penampungan ini kurus dan kumal. Selain itu banyak juga yang terkena penyakit kulit seperti kudis dan jamur.
Penampungan kucing di Puskeswan DKPKP Jakarta. (Foto: Sabar Artiyono/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Penampungan kucing di Puskeswan DKPKP Jakarta. (Foto: Sabar Artiyono/kumparan)
Aswin memaparkan, untuk mengadopsi kucing dari Puskeswan cukup mudah. Bahkan bisa satu hari proses jika cocok dengan kucing yang ingin diadopsi.
“Daftar, kemudian ke sini melihat, mengambil, bayar retribusi (Rp 20 ribu) naruh fotocopy KTP,” jelas Aswin.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, pemerintah DKI Jakarta akan melakukan penertiban kucing 7 hingga 9 Januari 2019 di lima kelurahan. Karena mendapatkan pro dan kontra dari masyarakat, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan menunda penertiban tersebut.
Sri Hartati mengatakan, program penertiban dilakukan mandiri sebelum 2004. Setelah itu, dilakukan atas dasar aduan masyarakat yang masuk. Rata-rata laporan itu berisi gangguan seperti kotoran kucing, suara, hingga menggigit orang.
Sri Hartati, Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan DKPKP DKI Jakarta. (Foto: Sabar Artiyono/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sri Hartati, Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan DKPKP DKI Jakarta. (Foto: Sabar Artiyono/kumparan)
“Terus kalau kita biarkan, poop sembarangan, mengganggu orang, menggigit orang, tidak divaksin, makanya penertiban Hewan Penular Rabies (HPR) bukan razia,” ucap Sri Hartati.
Salah satu yang menjadi sorotan masyarakat dalam penertiban kucing selama ini adalah penggunaan jaring.
“Terus dengan apa? Memang iya tangkap pakai tangan pus pus. Ya, tetapi kita oke kritikan itu kita terima,” ucap Sri Hartati.
Kucing-kucing di Puskeswan DKPKP Jakarta. (Foto: Sabar Artiyono/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kucing-kucing di Puskeswan DKPKP Jakarta. (Foto: Sabar Artiyono/kumparan)
Namun, Ketua Umum Indonesian Cat Association (ICA) Opoeng Amsoel mengatakan, ada pendekatan lain yang bisa dilakukan pemprov meski belum tentu efektif.
ADVERTISEMENT
“Bisa dengan pemberian makan, lalu ditangkap. Walaupun tidak semua bisa semudah itu. Ada baiknya kerjasama dengan komunitas karena pendekatannya berbeda,” terang Amsoel dalam keterangan tertulis, Jumat (11/1).
Penampungan kucing di Puskeswan DKPKP Jakarta. (Foto: Sabar Artiyono/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Penampungan kucing di Puskeswan DKPKP Jakarta. (Foto: Sabar Artiyono/kumparan)
Amsoel juga mengapresiasi penertiban yang dilakukan pemerintah dengan catatan harus ada penampungan yang layak. Menurutnya, selama ini komunitas juga telah berkontribusi dengan merawatnya di rumah dan membawa ke shelter-shelter yang ada.