Menkes Kembangkan Metode Swab PCR COVID-19 Untuk Deteksi TBC

11 November 2024 15:22 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin usai menghadiri Pertemuan Tingkat Tinggi Inovasi TBC di Bali, Senin (11/11/2024). Foto: Denita BR Matondang/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin usai menghadiri Pertemuan Tingkat Tinggi Inovasi TBC di Bali, Senin (11/11/2024). Foto: Denita BR Matondang/kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia tengah mengembangkan metode skrining mendeteksi penyakit tuberkulosis (TBC). Salah satu metode yang dilakukan adalah menggunakan Polymerase Chain Reaction test atau PCR. Metode PCR ini sempat digunakan mendeteksi virus COVID-19.
ADVERTISEMENT
"Sekarang PCR yang kita miliki saat COVID-19, itu sekarang bisa digunakan. Dulu screening TBC susah mesti diambil dari batuk. Kan anak-anak kecil susah kalau batuk," katanya Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin usai menghadiri Pertemuan Tingkat Tinggi Inovasi TBC di Bali, Senin (11/11).
Tenaga kesehatan bakal mengambil sampel dari pasien dengan swab pada lidah dan tenggorokan. Metode ini sedang diuji coba di Jawa Barat.
"Sekarang dengan teknologi PCR kita lagi coba di Jawa Barat diswab aja kayak kita di lidah, tenggorokan. Itu inovasi yang sedang dicoba di Jawa Barat," sambungnya.
Selain itu, Indonesia juga tengah melakukan uji coba menggunakan teknologi Artificial Intelligence atau AI mendeteksi TBC. Salah satu contoh deteksi TBC dengan melakukan skrining ultrasonografi atau USG.
ADVERTISEMENT
"Kita juga lagi coba teknologi yang barunya kita buat USG. Bisa deteksi dini untuk kanker payudara, bisa lihat batu ginjal. Ternyata dengan dibantu AI bisa untuk identifikasi pneumonia atau TBC," sambungnya.
Waspadai TBC. Foto: Doucefleur/Shutterstock
Sementara itu, dalam teknik pengobatan, Indonesia juga sedang mengembangkan upaya percepatan penyembuhan. Apabila biasanya proses pengobatan berlangsung selama enam bulan, maka pengobatan yang baru hanya satu kali suntik atau membutuhkan pengobatan satu bulan.
"Untuk obat, saya tertarik untuk ikut clinical trial yang sekali suntik. Sekarang kan mesti minum obatnya 6 bulan, itu susah kan, obatnya banyak. Kalau bisa diganti dengan sekali suntik atau alternatifnya diturunin jadi 1 bulan, kita mau terlibat," katanya.
Berdasarkan data WHO, Indonesia menduduki posisi kedua dengan kasus TBC terbanyak di dunia. Sebanyak 87 persen infeksi TB terjadi di hanya 30 negara, dengan rincian India (26 persen), Indonesia (10 persen), China (6,8 persen), Filipina (6,8 persen), dan Pakistan (6,3 persen).
ADVERTISEMENT
Dikutip dari kumparanSAINS, penderita tuberkulosis secara keseluruhan mencapai 10,8 juta kasus pada tahun lalu, meningkat dari 10,7 juta kasus pada 2022. Ini juga peningkatan signifikan dibandingkan data 2021 (10,4 juta kasus) dan 2020 (10,1 juta kasus).