Menkes Ungkap Dokter Spesialis Biasanya Anak Orang Kaya, Ini Alasannya

29 April 2025 11:41 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana rapat kerja Komisi IX DPR bersama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (29/4/2025). Foto: Luthfi Humam/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana rapat kerja Komisi IX DPR bersama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (29/4/2025). Foto: Luthfi Humam/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan tingginya biaya program pendidikan dokter spesialis (PPDS). Hal itu juga yang menurutnya menjadi salah satu persoalan di Indonesia kurang meratanya dokter spesialis.
ADVERTISEMENT
Budi mengatakan, biasanya dokter spesialis itu adalah anak orang berada. Sebab, biayanya sangat tinggi dan juga saat mengikuti pendidikan, dokter juga tidak bisa praktik.
“Kenapa? Karena ini masalah di sistem pendidikannya sekarang. Mereka itu umumnya sudah berkeluarga, sudah bekerja sebagai dokter sudah ada income. Kemudian kalau jadi dokter spesialis kan harus berhenti bekerja dengan sistem pendidikan sekarang, mesti ngelamar ke fakultas kedokteran, belajar 4 tahun tidak ada income,” kata Budi saat hadiri rapat kerja bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (29/4).
“Nah itu yang menyebabkan dokter spesialis anak orang kaya, karena kalau bukan anak orang kaya mana mungkin dia bisa hidup,” lanjutnya.
Oleh karena itu, Budi mengatakan pihaknya saat ini sedang menggelar program PPDS berbasis rumah sakit sebagai penyelenggara pendidikan utama/RSPPU bersama dengan PPDS berbasis universitas untuk dokter-dokter, khususnya yang berasal dari daerah.
ADVERTISEMENT
Melalui program tersebut, jelas Budi, dokter akan mendapatkan upah belajar karena Kemenkes bekerja sama dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
“Kemudian yang kedua yang kita ubah juga di sistem pendidikan yang kita punya adalah, halaman berikutnya, mereka dibayar gajinya, ya kita belum bisa sekaligus banyak, tapi kita bekerja sama sama LPDP karena ini orang yang datang dari luar dan dia akan mendapatkan penggantian biaya hidup,” tuturnya.
“Jadi kalau awal Rp 5 juta, awal semesternya dia, kemudian kalau madya dapat Rp 7,5 juta sebulan, kemudian tahap 3 yang sudah chief 10 juta,” imbuhnya.