Menkomdigi: Dengan Satu Klik Konten, Anak Bisa Jadi Korban Predator Digital

3 Februari 2025 14:30 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menkomdigi Meutya Hafid memberikan orasi ilmiah dalam Acara Diesnatalis ke-75, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin (3/2/2025). Foto: Alya Zahra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menkomdigi Meutya Hafid memberikan orasi ilmiah dalam Acara Diesnatalis ke-75, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin (3/2/2025). Foto: Alya Zahra/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengungkapkan bahaya penggunaan internet bagi anak dalam Sidang Terbuka Dies Natalis ke-75 Universitas Indonesia, Depok, Senin (3/1).
ADVERTISEMENT
Dia mengatakan, hanya dengan mengklik satu konten yang salah, anak-anak bisa menjadi korban dari predator digital. Bahkan kehidupan pribadinya dapat tereksploitasi dalam ruang siber.
"Hanya dengan satu klik yang salah, anak bisa terpapar konten yang tidak pantas. Hanya dengan mengirimkan satu pesan yang salah, anak bisa menjadi korban dan predator digital. Dan hanya dengan satu kepercayaan yang salah, anak bisa menjadi korban eksploitasi di ruang siber," tutur Meutya.
Meutya kemudian mengkutip Survei Baseline UNICEF Tahun 2023, rata-rata anak Indonesia menghabiskan sekitar lebih dari 5 jam per hari di ruang digital. Empat puluh delapan persen (48%) di antaranya mengalami perundungan online.
"Tetapi sebagian besar dari mereka tidak tahu harus melapor kepada siapa," ungkap dia.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi anak bermain media sosial. Foto: charnsitr/Shutterstock
Lebih jauh, Meutya mengatakan, menyebarluaskan kehidupan pribadi ke media sosial secara berlebihan juga bisa berdampak ke psikologis anak. Sehingga mereka sulit mengontrol emosi dan mudah marah.
"Selain itu, eksposur berlebihan terhadap media sosial telah dikaitkan dengan terganggunya keseimbangan emosional anak, mengurangi kapasitas mereka dalam membantu regulasi diri, meningkatkan risiko perilaku adiktif kepada media digital, dan keterlibatan anak di ruang digital tanpa pendampingan yang memadai menuju disfungsi neurokognitif," pungkas dia.