Menkop UKM Dorong Petani Kopi yang Terdampak Pandemi Corona Bentuk Koperasi

23 September 2020 20:47 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kebun kopi  Foto: Rina Nurjanah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kebun kopi Foto: Rina Nurjanah/kumparan
ADVERTISEMENT
Kopi menjadi salah satu komoditas prioritas dalam pengembangan Koperasi dan UMKM, karena melibatkan banyak pelaku usaha mikro. Berdasarkan data BPS pada 2018, 96,6 persen lahan kopi di Indonesia dikuasai perkebunan rakyat (petani mikro dan kecil), 2,02 persen perkebunan swasta dan 1,86 persen perkebunan besar milik negara.
ADVERTISEMENT
Sedangkan petani kopi di Indonesia mencapai 1,3 juta orang. yang menempati urutan nomor 3 di dunia setelah Ethiopia dan Uganda. Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki mengatakan, kini para petani kopi, sangat terdampak akibat pandemi virus corona. Pasalnya meskipun produksi kopi tinggi, namun terdapat kendala akibat daya serap yang menurun.
"Ini dilatarbelakangi pemahaman bahwa banyak komoditi pangan yang tidak terserap, daya beli turun dan ekspor turun. Kami lihat salah satunya kopi, padahal produksinya sedang baik. Namun karena menghadapi pandemi, penyerapan terganggu," tegas Teten Masduki dalam Webinar Solusi Penyerapan dan Pembiayaan Kopi di tengah Pandemi, Rabu (23/9).
Menkop UKM Teten Masduki. Foto: Dok. Kemenkop UKM
Hadir dalam webinar tersebut Direktur Utama LPDB-KUKUKM Supomo, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, Plt. Gubernur Aceh Nova Iriansyah, Atase Perdagangan KBRI Kairo Imam Adi Purwanto, Direktur Bisnis Kecil, Ritel dan Menengah BRI Priyastomo, dan pengurus koperasi maupun pengusaha kopi seluruh Indonesia.
ADVERTISEMENT
Teten menjelaskan, Kemenkop UKM mendorong para petani memperkuat kelembagaan dengan membentuk koperasi. Hal tersebut, kata Teten, menjadi salah satu solusi agar permasalahan para petani kopi yang terjadi saat ini dapat diatasi, di antaranya kesulitan dalam menjual produk kopi, hingga faktor pembiayaan.
"Saya mendorong agar di setiap daerah petaninya tergabung dalam koperasi. Saya ditugaskan Bapak Presiden untuk memperkuat koperasi pangan dan produksi, terutama di sektor pertanian, perikanan dan perkebunan. Kopi adalah salah satu keunggulan domestik, kita perkuat kelembagaannya," kata Teten.
Ilustrasi biji kopip Foto: Shutter Stock
Teten mengatakan, koperasi, dengan perkuatan LPDB-KUMKM, akan menjadi off taker (pembeli barang) produk pertanian, sehingga akan terdapat perlindungan dari sisi pasar, karena produk akan dibeli oleh koperasi.
"Yang terjadi sekarang adalah petani kesulitan untuk menjual produknya. Kami rancang kelembagaan, sehingga penjualan produk ini dapat diintegrasikan dengan koperasi, agar petani tidak lagi mengalami kesulitan penjualan," ujar Teten.
ADVERTISEMENT
Kemenkop UKM akan terus berkomunikasi dengan Kementerian Pertanian dalam penyediaan bibit unggul serta penyuluhan, demi kesejahteraan petani.
"Kualitas bibit dan penanaman perlu ditingkatkan. Kami integrasikan dengan Kementan untuk penyuluhan dan penyediaan bibit unggul, sehingga akan meningkatkan perbaikan kesejahteraan petani," tambahnya.
Kebun Kopi (Ilustrasi) Foto: Pixabay
Sementara itu, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi menegaskan, ada 3 produk unggulan daerahnya, yaitu lada, kopi, dan kakao. Menurutnya, produksi kopi Lampung pada 2019 sebesar 110.264 ton, dengan luas lahan 156.821 hektar. Lampung, kata Arinal, merupakan penghasil kopi terbesar ke-2 di Indonesia. Mayoritas adalah jenis robusta.
Pihaknya akan mendorong agar para petani kopi menggunakan lahan pertanian, karena saat ini petani kopi sebagian besar berasal dari hutan. "Sebaran kopi Lampung sebagian besar terdapat di hutan. Sehingga belum sepenuhnya tersentuh teknologi," terang Arinal.
ADVERTISEMENT
Arinal optimistis dengan hilirisasi sektor pertanian ke lahan rakyat, maka ditargetkan produksi menjadi 4 ton per hektar dari 0,7 ton per hektar saat ini.
"Kopi ditingkatkan 0.7 ton menjadi 4 ton per hektar di kawasan lahan rakyat, di mana teknologi untuk meningkatkan produktivitas bisa diterapkan," kata Arial.
Ilustrasi biji kopip Foto: Shutter Stock
Sementara Plt. Gubernur Aceh Nova Iriansyah, menjelaskan, produksi kopi Arabica Gayo di daerahnya merupakan terbesar di Asia Tenggara, yang telah diekspor ke 26 negara di dunia, dalam volume hingga 9.095 juta kilogram.
"Kopi Arabica Gayo, yang berkualitas sangat baik dan bersertifikat, merupakan yang terbesar di Asia Tenggara. Puncak masa panen adalah akhir September 2020, yang dapat menghasilkan hingga 70 persen produksi. Aceh mengekspor 9.095 juta kilogram Kopi Gayo ke 26 negara," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Namun menurutnya, akibat pandemi virus corona, ekspor kopi dan rempah-rempah mengalami penurunan signifikan. "Dampak COVID-19 melanda dunia, tak terkecuali berimbas juga ke industri kopi. Hal ini menjadi perhatian Pemda Aceh, karena kopi dan rempah sangat sedikit terserap pasar, sisanya menumpuk di gudang," kata Nova.
Pihaknya berharap pemerintah dapat melakukan intervensi agar biaya ekspor menjadi lebih terjangkau, juga menyediakan gudang dan membuka peluang pasar baru bagi para petani kopi di wilayahnya.
----------------------------------
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona