Menolak Negosiasi, Armenia dan Azerbaijan Janji Lanjutkan Perang
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Kedua negara pecahan Uni Soviet tersebut bertempur di Nagorno-Karabakh. Pertempuran terjadi sejak akhir pekan lalu.
Per Rabu (30/9) jumlah korban tewas sudah mencapai 100 orang lebih. Korban jiwa termasuk warga sipil.
Baik Armenia dan Azerbaijan sama-sama mengklaim telah kehilangan banyak nyawa.
Presiden Republik Artsakh, Arayik Harutyunyan, menyatakan pertempuran belum akan usai. Republik Artsakh adalah pemerintahan separatis di Nagorno-Karabakh yang didukung penuh Armenia.
"Kami perlu bersiap untuk perang yang panjang," kata Harutyunyan seperti dikutip dari AFP.
Sementara itu, Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev berjanji tidak akan menarik tentaranya dari Nagorno-Karabakh.
"Bila Pemerintah Armenia memenuhi janjinya maka pertempuran dan pertumpahan darah usai. Perdamaian akan tercipta," kata Aliyev.
Pertempuran di Nagorno-Karabakh sudah menjadi perhatian utama dunia.
ADVERTISEMENT
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Prancis Emmanuel Macron sama-sama menyerukan kedua negara menahan diri. Prancis dan Rusia bahkan siap membantu Armenia dan Azerbaijan duduk kembali di meja perundingan untuk menghentikan perang.
Namun, mayoritas penduduk Nagorno-Karabakh adalah etnis Armenia. Mereka membentuk pemerintahan sendiri bernama Republik Artsakh.
Republik Artsakh ternyata minim dukungan internasional. Republik itu akhirnya hidup bergantung dengan dukungan penuh pemerintah dan diaspora Armenia.
Karena membantu Artsakh merdeka penuh, Azerbaijan menganggap Armenia sebagai musuh utama mereka di tanah Nagorno-Karabakh.