Menristek: Impor Rapid Test Ganggu Perasaan Kami, Maka BPPT Inovasi Sendiri

9 Juli 2020 18:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas kesehatan mengambil sampel darah seorang pengendara untuk test virus corona, di Bogor, Selasa (7/4). Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
zoom-in-whitePerbesar
Petugas kesehatan mengambil sampel darah seorang pengendara untuk test virus corona, di Bogor, Selasa (7/4). Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro menyinggung keputusan pemerintah yang mengimpor alat tes cepat (rapid test) corona dalam jumlah besar. Saat corona baru mewabah di Indonesia, pemerintah memang mengimpor alat rapid test dari China hingga Korea Selatan.
ADVERTISEMENT
"Impor dalam jumlah besar itu terus terang mengganggu perasaan kami, terutama juga pandangan kami di Kementerian Ristek, bahwa yang namanya rapid test itu tentunya suatu teknologi yang bukan tidak mungkin kita kuasai," ujar Bambang dalam konferensi pers di Kantor Kemenko PMK, Kamis (9/7).
Petugas melakukan rapid test untuk pengunjung di Pasar Anyar, Kota Bogor, Jawa Barat. Foto: ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Berangkat dari masifnya kebutuhan rapid test untuk screening antibodi, Kemenristek akhirnya menciptakan sendiri alat tes cepat. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), lembaga yang berada di bawah koordinasi Menristek, mengembangkan alat rapid test bernama Ri-Gha COVID-19 dan dibanderol Rp 75 ribu.
"Alhamdulillah salah satu lembaga yang ada di bawah koordinasi kami yaitu BPPT kemudian mempunyai inisiatif untuk mengembangkan rapid test inovasi dalam negeri," ucap Bambang.
Tak sendiri, BPPT juga menggandeng berbagai universitas dan produsen produksi alat rapid test lokal bernama Ri-Gha COVID-19 dapat dilakukan.
ADVERTISEMENT
"Sedangkan rapid test, tepatnya Ri-Gha COVID-19 ini, adalah benar-benar inovasi dalam negeri diinisiasi oleh BPPT yang bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi, khususnya Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan Universitas Airlangga di Surabaya, serta dengan perusahaan yang kemudian menjadi produser awal dari alat rapid test ini yaitu PT Hepatika Mataram," beber Bambang.
Bambang menegaskan kualitas produk buatan dalam negeri tidak kalah dengan alat rapid test impor yang sebelumnya didatangkan ke Indonesia.
Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro. Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
"Produknya atau rapid test ini cepat dan praktis dalam penggunaan, hasil deteksi muncul dalam waktu 15 menit tanpa membutuhkan alat tambahan maupun tenaga yang terlatih, ya, artinya bisa dilakukan sendiri," ungkap Bambang.
"(Alat ini) merupakan alat uji yang fleksibel, dapat menggunakan sampel serum plasma atau whole blood untuk mendeteksi baik orang tanpa gejala, orang dalam pemantauan, pasien dalam pengawasan, maupun orang yang sudah sembuh atau pasca infeksi," lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Bambang memastikan pengembangan alat ini akan terus disempurnakan. Terutama dalam memperbaiki tingkat akurasi alat test dengan jenis virus yang jauh lebih beragam.
"Ke depannya tentunya kita akan terus melakukan perbaikan, perbaikan pertama untuk rapid test ini adalah terus memperbaiki akurasinya dengan mencoba terus berdasarkan virus yang bertransmisi di Indonesia," kata Bambang.
Sebagai informasi, rapid test dilakukan untuk screening antibodi. Jika hasil seseorang dinyatakan reaktif, ia akan menjalani tes antigen via swab dahak atau PCR dan Tes Cepat Molekuler.
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona