Menristek Sindir Pihak Swasta di RI yang Tak Berminat Riset

24 Februari 2020 16:12 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menristek Bambang Brodjonegoro di Istana Merdeka, Jakarta.  Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
zoom-in-whitePerbesar
Menristek Bambang Brodjonegoro di Istana Merdeka, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
ADVERTISEMENT
Menteri Riset dan Teknologi sekaligus Kepala Badan Riset Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro, mengungkapkan fokus riset nasional masih belum maksimal karena jumlahnya yang masih banyak. Bambang mengungkapkan, ada 9 prioritas fokus riset nasional yang menurutnya masih terlalu banyak.
ADVERTISEMENT
"Bidang prioritas itu masih 9. Itu artinya belum ada prioritas karena prioritasnya masih terlalu banyak. Jadi kita harus benar-benar mencari apa yang sebenarnya menjadi fokus riset kita dengan prioritas yang relatif terbatas," kata Bambang pada pembukaan Rakernas BPPT Tahun 2020, Jakarta Pusat, Senin (24/2).
Tidak hanya prioritas riset nasional yang masih terlalu banyak, Bambang juga menyinggung anggaran untuk riset nasional yang kecil. Ia mengungkapkan anggaran riset nasional hanya 0,25 persen dari GDP. Tentu saja ini nilainya sangat kecil jika dibandingkan dengan Korea Selatan yang anggaran untuk riset mencapai 4 persen.
"Puncak masalahnya adalah dengan anggaran atau pendanaan yang sedikit tadi, 80 persennya datang dari APBN atau dari pemerintah. Hanya 20 persen yang dari swasta. Jadi artinya yang tertarik, yang sibuk melakukan riset itu pemerintah di republik ini," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Bambang, banyaknya alokasi anggaran untuk riset dari pemerintah menunjukkan riset tidak didorong oleh kebutuhan yang real. Padahal, menurutnya, pihak swasta seharusnya memberikan alokasi anggaran yang lebih besar karena mereka lebih tahu apa yang menjadi kebutuhan di pasar yang membutuhkan riset dan inovasi.
"Beda sama negara seperti Korea dan Thailand atau Jepang yang didominasi swasta dalam pendanaan riset itu 70-80 persen, pemerintahnya cuma 20 persen. Kenapa itu ideal? Karena swastalah yang tahu apa yang menjadi kebutuhan di market yang membutuhkan riset dan inovasi, bukan pemerintah," jelasnya.
"Kalau pemerintah yang sibuk, maka ujungnya adalah penyerapan anggaran yang tidak berujung pangkal, yang tidak jelas apa fokus risetnya," tegas Bambang.
Menristek Bambang Brodjonegoro pada peluncuran roadmap kendaraan listrik di Kemenko Kemaritiman dan Investasi RI, Jumat (13/12). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Indonesia Negara Maju
ADVERTISEMENT
Untuk itu, kata Bambang, pemerintah selama 5 tahun ke depan akan fokus kepada transformasi ekonomi untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju. Jika melihat pengalaman dari negara-negara maju seperti Eropa, Asia Timur, dan Amerika, mereka melihat bahwa riset publik harus punya semangat keterbukaan responsif dan mengarah pada model operasional bisnis.
"Ini yang saya katakan birokrasi sama riset tidak bisa kawin. Tapi kalau bisnis dengan riset itu cepat kawin karena dua-duanya cocok, dua-duanya sama-sama punya tujuan ke depannya, jadi harus linier. Kemudian otonom dan fleksibel dan memfokuskan pada capaian unggulan dan satu hal, harus ada bottom up dari industrinya," ujar Bambang.
"Jadi bukan karena hobi, bukan karena kejeniusan peneliti dia melakukan penelitian, tapi apa yang mau diteliti itu sendiri itu sebaiknya datang dan masukan dari industri karena mereka yang coba melihat apa yang menjadi kebutuhan masyarakat. Jangan karena Bapak Ibu merekayasa BPPT di sini karena suatu bidang ilmu tetap ngotot pokoknya berdasarkan otak yang saya miliki, rekayasa yang dibuat yang ini," pungkasnya.
ADVERTISEMENT