Menteri P2MI Ungkap Korsel Tolak 13 Ribu PMI: Politik Dalam Negeri Kena Imbas

18 Desember 2024 14:55 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diptalk bersama Menteri P2MI Abdul Kadir Karding. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Diptalk bersama Menteri P2MI Abdul Kadir Karding. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI) menyoroti masih banyak pekerja migran Indonesia ke Korea Selatan yang belum terserap.
ADVERTISEMENT
Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Abdul Kadir Karding, mengungkapkan masalah tersebut sedang dalam proses negosiasi bersama Pemerintahan Korea Selatan. Mereka ingin Korsel menerima pekerja migran Indonesia yang telah lulus ujian bahasa.
“Kita sedang membangun renegosiasi dengan pemerintah Korea Selatan yang diwakili oleh HRDK. Kita coba cari jalan terbaiklah, kesempatan bekerja tetap dibuka, tapi harus ada jaminan dari Korea bahwa yang daftar, yang lulus bahasa Korea wajib diterima,” ujar Karding usai menghadiri Migrant Day International Tahun 2024, di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (18/12).
Peringatan Hari Migran Internasional 2023 dengan tema "Pekerja Migran Indonesia Kreatif Berdaya, Keluarga Sejahtera, Indonesia Jaya", Senin (18/12/2023). Foto: Kemnaker RI
Proses negosiasi merupakan langkah dari KemenP2MI untuk menekan jumlah PMI ke Korea Selatan. Karding mengatakan, jika jumlah ini terus bertambah, maka akan berdampak pada kondisi politik dalam negeri.
ADVERTISEMENT
“Yang kedua, jangan terus nambah terlalu banyak, karena kalau terlalu banyak nanti akan berefek pada kondisi sosial politik kita dalam negeri,” ucapnya.
Karding menyoroti isi perjanjian sebelumnya yang merugikan Indonesia karena banyak peserta yang mengeluarkan biaya lebih kepada lembaga untuk ujian bahasa. Namun, akhirnya peserta tersebut tidak bisa berangkat ke Korea Selatan.
“Jumlahnya sekarang hampir 13 ribu. Tidak terserap. Dan negara, kami, kementerian, nggak bisa nahan supaya mereka daftar terus, enggak bisa. Karena perjanjiannya yang begitu. Makanya saya agak, agak ini, protes itu,” tuturnya.
“Ini apa? Perjanjian apa? Nggak apple to apple nih. Mereka daftar, bayar anak-anak ini daftar 28 dolar, 8 dolar masuk ke negara, 20 dolar diambil oleh lembaga itu. Daftar terus, sekarang sudah 12 ribu sampai 13 ribu. Ini kalau diteruskan, Januari ini akan menjadi 21 ribu,” imbuh dia.
ADVERTISEMENT