Menteri PPPA Soroti MC Perempuan Dilarang di Acara Koster: Tolak Diskriminasi

16 September 2021 17:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Puspayoga. Foto: Kementerian PPPA
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Puspayoga. Foto: Kementerian PPPA
ADVERTISEMENT
Polemik pembawa acara atau master of ceremony (MC) perempuan asal Bali bernama Putu Dessy Fridayanthi yang dilarang tampil di acara yang dihadiri Gubernur Bali I Wayan Koster, turut menjadi sorotan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, akrab disapa Bintang Puspayoga.
ADVERTISEMENT
Menteri kelahiran Denpasar ini mendorong semua tempat kerja, baik formal maupun informal untuk tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan dan memastikan adanya kebijakan yang bersifat inklusif di tempat kerja.
Hal ini turut memperkuat komitmen negara untuk menjalankan amanat Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan atau Convention on Elimination of All Forms of Discrimation Againts Women (CEDAW) yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984.
“Semua kebijakan, program, dan kegiatan di tempat kerja sudah seharusnya mencerminkan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Kemen PPPA secara tegas menolak segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan pekerja dalam bentuk apa pun, mulai dari proses perekrutan, menjalankan pekerjaan, promosi jabatan, hingga dalam pemenuhan hak-hak pekerja (gaji, cuti, dan lainnya),” ujar Bintang dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/9).
Gubernur Bali Wayan Koster. Foto: Pemprov Bali
Menanggapi informasi bahwa terjadi diskriminasi terhadap perempuan pekerja event pada beberapa acara yang dilaksanakan Pemerintah Daerah Provinsi Bali, Bintang menyatakan hal tersebut seharusnya tidak terjadi.
ADVERTISEMENT
“Ketika mendapat informasi tersebut Sabtu lalu, saat itu juga saya langsung menugaskan Staf Khusus untuk melakukan komunikasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi Bali. Saya berharap masalahnya dapat segera diselesaikan agar tidak lagi meresahkan perempuan pekerja event,” kata Bintang.
Hal itu dapat dimulai dari adanya komitmen, dan kemudian diimplementasikan pada kebijakan, program dan kegiatan sehingga tercipta lingkungan kerja yang aman dan nyaman bagi perempuan.
“Lingkungan kerja yang aman dan nyaman sangat dibutuhkan perempuan, tanpa adanya kekhawatiran terhadap perlakuan diskriminasi, kekerasan maupun pelecehan. Semua pihak perlu bahu membahu mencegah segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan pekerja. Jangan memandang rendah perempuan pekerja di dunia kerja, kesetaraan pun dapat tercipta jika tidak ada stigma negatif terhadap perempuan,” ujar dia.
ADVERTISEMENT

Perempuan Dilindungi Konstitusi

Menteri PPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga (baju merah). Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Lebih lanjut, Bintang menegaskan komitmen Indonesia dalam perlindungan hak perempuan, khususnya penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, tertuang dalam konstitusi dan berbagai undang-undang.
“Perlindungan pada perempuan pekerja merupakan salah satu komitmen negara yang diamanatkan dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) dan telah diadopsi sebagai hukum Nasional melalui UU Nomor 7 Tahun 1984. Dengan demikian, Pemerintah Indonesia berkewajiban melakukan upaya untuk menjamin pemenuhan hak-hak perempuan, sebagaimana tercantum di dalam konvensi tersebut,” ujar Bintang.
Upaya untuk memajukan perlindungan pada perempuan pekerja juga diamanahkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berhubungan dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Kita perlu memperhatikan dan membangun kesadaran bersama akan arti penting hak dan kewajiban pekerja. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pada Pasal 5 dan 6 tentang larangan diskriminasi, serta Pasal 190 (1) yang berhubungan dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang adanya sanksi administrasi atas pelanggaran terhadap larangan diskriminasi oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya,” kata Bintang.
ADVERTISEMENT
Sejumlah perempuan Bali mengusung sesajen dan hiasan janur dalam tradisi Mapeed yaitu rangkaian persembahyangan Hari Raya Galungan, Bali, Rabu (19/2). Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
Adapun peraturan lain yang mengatur hal tersebut, yaitu UU Nomor 80 Tahun 1957 tentang pengesahan Konvensi ILO Nomor 100 terkait pengupahan yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya.
“Kebijakan inklusif harus mampu mengakomodasi dan menghargai keragaman pekerja, sehingga mereka dapat berkontribusi secara penuh tanpa adanya diskriminasi, serta mencapai pengalaman positif dalam pekerjaan. Kebijakan inklusif ini harus dikomunikasikan dan dijadikan landasan bersama. Mari kita cegah dan tolak segala bentuk diskriminasi, khususnya terhadap perempuan di tempat kerja dan mematuhi perundang-undangan yang berlaku,” tutup Bintang.