Menelusuri Akar Sejarah Hari Buruh Sedunia

1 Mei 2018 7:03 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peringatan Hari Buruh di Jakarta. (Foto: Reuters/Beawiharta)
zoom-in-whitePerbesar
Peringatan Hari Buruh di Jakarta. (Foto: Reuters/Beawiharta)
ADVERTISEMENT
Tanggal 1 Mei memang bukanlah hari yang sunyi. Pada hari itu, suara buruh dari berbagai tempat di dunia begitu bergema. Gemanya pun macam-macam, semua bergantung pada sebuah benda bernama nasib. Bila nasib tak urung baik, kesejahteraan adalah suara yang dilantangkan. Begitu saja terus berlangsung karena buruh akan selalu hadir dalam tatanan kehidupan suatu masyarakat.
ADVERTISEMENT
Lantas, mengapa hari ‘penuntutan’ nasib itu jatuh pada setiap 1 Mei?
Pada 1 Mei buruh dari berbagai memperingati apa yang selama ini dikenal sebagai Hari Buruh. Namun, tanggal 1 Mei pada awalnya sebenarnya tidak berhubungan sama sekali dengan perkara perburuhan.
Dilihat dari ranah historis, 1 Mei adalah hari libur kaum Pagan kuno untuk menandai permulaan musim panas. Sementara, di Mesir dan India kuno, 1 Mei dirayakan sebagai festival musim semi.
Hari buruh pertama di Chicago tahun 1886. (Foto: Commons Wikimedia)
zoom-in-whitePerbesar
Hari buruh pertama di Chicago tahun 1886. (Foto: Commons Wikimedia)
Serupa dengan masyarakat Mesir dan India kuno, 1 Mei juga dirayakan oleh Bangsa Romawi dalam Festival Floralia sebagai penghormatan kepada Flora, dewi musim semi. Ketika bangsa Romawi memperluas kekuasaannya, tradisi ini menyebar ke banyak wilayah, termasuk ke negara-negara Barat seperti Inggris dan Amerika.
ADVERTISEMENT
Di negara-negara tersebut, peringatan 1 Mei atau yang juga biasa disebut May Day mengalami transformasi. Pada abad pertengahan di Inggris, selebrasi May Day menjadi acara tari-tarian mengelilingi tiang kayu yang dihiasi oleh bebungaan, atau yang dikenal dengan acara Maypole.
Sementara, hal berbeda justru terjadi di Amerika Serikat. Di sinilah tonggak awal lahirnya peristiwa yang berkorelasi dengan peringatan Hari Buruh yang masih diperingati hingga kini.
“Tahun 1886 akan selalu diingat sebagai salah satu pertentangan terbesar antara pemegang modal dan buruh di Amerika Serikat. Tahun 1886 akan selalu diingat sebagai tahun lahirnya May Day, yaitu hari para buruh berselebrasi dan beragitasi,” tulis Phillip S. Foner dalam bukunya berjudul May Day.
Masih soal Trump dalam Hari Buruh. (Foto: REUTERS/ Kyle Grillot)
zoom-in-whitePerbesar
Masih soal Trump dalam Hari Buruh. (Foto: REUTERS/ Kyle Grillot)
Pada 1 Mei 1886 para buruh di Amerika Serikat menggelar aksi protes nasional, yaitu menuntut 8 jam kerja setiap hari. Sebelumnya, mereka harus bekerja selama 10 jam setiap harinya.
ADVERTISEMENT
Aksi tersebut diikuti oleh 50 ribu buruh, salah satu yang terbesar adalah di alun-alun Haymarket Chicago. Aksi di Chicago berujung bentrok berhari-hari antara buruh dan polisi. Oleh sebab itu, setidaknya empat orang tewas dalam aksi tersebut.
Untuk mengenang dan menghormati mereka yang tewas, Konferensi Sosialis Internasional menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional. Di AS sendiri Hari Buruh ditetapkan sebagai hari libur nasional sejak 1894, yaitu 8 tahun berselang setelah tragedi nahas itu.
Peristiwa yang terjadi pada tanggal 1 Mei itu kemudian ditandai sebagai aksi perlawanan buruh melawan para pemilik usaha atau modal. Sejak saat itu, setiap tanggal 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh sedunia.
Lampu hijau itu bernama reformasi
ADVERTISEMENT
Jauh dari AS, peringatan hari buruh juga dilakukan oleh sejumlah massa di Indonesia. Namun, pada 1967 aksi memperingati Hari Buruh dilarang oleh Presiden Suharto. Alasannya, peringatan ini identik dengan gerakan komunis. Memang, pada masa itu Indonesia masih dilanda traumatik akibat pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1965. PKI, sepanjang waktu itu dikenal sebagai partai yang lantang menyuarakan aspirasi kaum buruh.
Hari Buruh di Jakarta. (Foto: AP Photo/Achmad Ibrahim)
zoom-in-whitePerbesar
Hari Buruh di Jakarta. (Foto: AP Photo/Achmad Ibrahim)
Setelah Suharto lengser, peringatan Hari Buruh di Indonesia kembali dilakukan. Memang, setelah era reformasi bergulir maka kran berbagai peraturan maupun kebijakan dibuka seluas-luasnya.
Dalam penelitian peneliti bidang ketenagakerjaan LIPI, Triyono, salah satu peraturan tersebut adalah undang-undang yang berkaitan dengan perburuhan khususnya tentang kebebasan berserikat. BJ Habibie sebagai presiden pertama era reformasi merespons perubahan tersebut dengan meratifikasi konvensi ILO No. 81 tentang kebebasan berserikat buruh dan diikuti keluarnya Undang-undang No. 21 Tahun 2000.
ADVERTISEMENT
Adanya ratifikasi tersebut dan keluarnya UU No. 21 Tahun 2000 telah berdampak terhadap gerakan buruh Indonesia. Dampak tersebut adalah menjamurnya gerakan serikat pekerja atau serikat buruh bak cendawan di musim penghujan.
Pada 1 Mei tahun 2000 ribuan buruh di Indonesia beraksi kembali. Saat itu aksi mogok para buruh berlangsung selama 1 pekan penuh. Aksi tersebut sempat membuat para pengusaha ketar-ketir.
Sejak saat itu, peringatan 1 Mei ditandai oleh aksi turun ke jalan ribuan buruh dari Jabodetabek ke Jakarta. Aksi tersebut memicu kemacetan panjang, apalagi bila buruh memblokade jalan tol. Ditambah lagi bentrokan antara buruh dan aparat seringkali terjadi.
Selama 10 tahun lebih 1 Mei di Indonesia diwarnai oleh beragam aksi para buruh, barulah pada 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional.
ADVERTISEMENT