Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Pro kontra mewarnai wacana pemulangan 600 WNI eks ISIS ke Indonesia. Presiden Jokowi misalnya, secara pribadi menolak jika para eks ISIS tersebut kembali ke dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Menko Polhukam Mahfud MD juga khawatir kembalinya 600 WNI eks ISIS malah membahayakan dan bisa menjadi penyebar paham-paham radikal di dalam negeri.
Tetapi, ada sejumlah tokoh yang sebenarnya mendukung para WNI itu untuk pulang. Beberapa di antaranya mengajukan sejumlah persyaratan.
Misalnya, Wakil Ketua Komisi III DPR, Adies Kadir, menyatakan wacana untuk menerima mereka kembali ke Indonesia harus ada jaminan. Salah satunya, mereka tidak menjadi virus baru di dalam negeri.
"Kita tahu ISIS ini kalau ada yang menyatakan virus ISIS ini lebih bahaya dari corona kalau masuk di sini. Jangan sampai nanti paham yang lain yang dulunya pernah kita tolak, kita banyak menolak beberapa paham termasuk komunisme dan lain-lain, ini apa bedanya," kata Adies di Gedung DPR, Senayan, Kamis (6/2).
ADVERTISEMENT
"Bayangkan kalau kita menerima tiba-tiba dia lihat situasi di negara kita. Menurut mereka masih tetap seperti yang tidak diinginkan, kemudian menyebarkan paham-paham itu ke masyarakat yang di tingkat-tingkat bawah. Tentunya akan menjadi virus-virus yang berbahaya gitu," imbuhnya.
Sementara itu, Mahfud MD menyampaikan pemerintah, termasuk Presiden Jokowi, belum mengambil keputusan apa pun terkait nasib 600 WNI eks ISIS etrsebut.
"Belum, kami belum putuskan. Enggak ada yang pulang dulu atau tidak pulang dulu. Pokoknya sekarang belum diputuskan, belum boleh pulang," ucap Mahfud di kantor KSP, Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta.
Namun, sejauh ini respons pemerintah cenderung tidak akan memulangkan mereka.
"Tapi kecenderungan, kalau saya pribadi sih enggak dipulangkan," ujar Mahfud.
Terlepas pro dan kontra pemulangan WNI eks ISIS itu, Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana, berpendapat pemerintah perlu mempertimbangkan sejumlah hal sebelum memulangkan WNI eks ISIS.
ADVERTISEMENT
Misalnya, mempertimbangkan lagi seberapa besar WNI eks ISIS ini terpapar dengan ideologi dan paham yang diyakini oleh ISIS.
"Asesmen ini perlu dilakukan secara cermat per individu. Asesmen mengenai hal ini penting agar mereka justru tidak menyebarkan ideologi dan paham ISIS di Indonesia," tutur dia.
Persoalan kedua yang mesti diperhatikan adalah ialah dari masyarakat Indonesia. Apakah mereka menerima kembalinya WNI eks ISIS atau tidak.
"Kesediaan masyarakat di sini tidak hanya dari pihak keluarga, namun pada masyarakat sekitar di mana mereka nantinya bermukim, termasuk pemerintah daerah," jelasnya.
Hikmahanto menjelaskan, sebenarnya pemerintah tak perlu ambil pusing soal nasib mereka. Karena mereka dianggap tidak lagi memegang paspor Indonesia, atau artinya bukan lagi WNI.
ADVERTISEMENT
"Secara teori eks WNI ini berstatus stateless. Namun, kondisi stateless ini tidak berada di Indonesia, sehingga pemerintah tidak perlu pusing untuk mewarganegarakan mereka," ungkapnya.
Sejak awal, kata dia, perlu dipahami bahwa para eks ISIS yang hendak bergabung itu menganggap ISIS sebagai negara mereka.
"Sejak saat itu mereka telah rela melepas kewarganegaraan Indonesia-nya. Bahkan ada dari mereka yang merobek-robek paspor Indonesia yang menjadi simbol bahwa mereka tidak lagi ingin menjadi warga negara Indonesia," kata Hikmahanto.
"Oleh karenanya, wajar bila pemerintah Indonesia tidak memiliki kewajiban lagi untuk melindungi mereka," lanjutnya.
Lantas, apa kata Menteri Agama Fachrul Razi? Sikap pribadi Fachrul sendiri adalah menolak bila WNI eks ISIS dipulangkan.
"Saran saya tidak usah dipulangkan," kata Fachrul.
ADVERTISEMENT
Fachrul juga mengungkapkan, bila kemudian BNPT mengambil sikap memulangkan sejumlah WNI eks ISIS, proses yang dilakukan harus benar-benar selektif.
"Sangat selektif, enggak semua, ya. Dan perlu ada betul-betul tim seleksi yang mempunya kemampuan yang tinggi," tutur dia.
Berikut video wawancara khusus bersama Menag yang ditemani staf khususnya, Ubaidillah Amin.