Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
ADVERTISEMENT
.. Dan saudara-saudara sekalian, apa sebab sekarang Sang Dwiwarna kita berkibar di sini?" ujar Presiden Sukarno retoris dengan nada berapi-api.
ADVERTISEMENT
Massa rakyat hiruk pikuk terlihat menyemut di depan Istana Merdeka sampai sejauh mata memandang di Koningsplein (Lapangan Raja, red), atau Lapangan Ikada di zaman penjajahan Jepang, kini Lapangan Monumen Nasional alias Monas.
Sebelumnya massa berbondong-bondong menuju bandara (Batavia's Vliegstation Kemajoran, Bandara Kemayoran) untuk menyambut Presiden Sukarno, yang mulai saat itu akan menduduki tampuk kekuasaan di Batavia, kini Jakarta.
Sepanjang jalan hingga Koningsplein, Presiden Sukarno dalam mobil sedan Cabriolet dielu-elukan massa rakyat hingga akhirnya sang proklamator dan Presiden pertama RI itu sampai di tangga Istana.
Itulah penggalan video dokumenter Presiden Sukarno kembali ke Jakarta dari Yogyakarta (ibu kota sementara RI) di akun Facebook Dody Kusumonegoro dari Direktorat Protokol Kemlu RI, yang dipantau kumparan Den Haag (kumparan.com), Jumat (18/8).
Penelusuran kumparan, video yang telah beredar luas di media sosial itu adalah fragmen arsip Nederlands Instituut voor Beeld en Geluid, peristiwanya terjadi setelah Perjanjian Penyerahan Kedaulatan ditandatangani serentak bersamaan di Amsterdam dan Jakarta (27/12/1949).
ADVERTISEMENT
Disebutkan, dua pesawat Dakota milik perusahaan penerbangan Indonesia yang baru didirikan (Garuda Indonesian Airways-red) membawa Presiden Sukarno dan pengiringnya dari Yogyakarta ke ibukota Jakarta.
Anak-anak Sukarno (terlihat Megawati dan adik-adiknya bersama para pengasuhnya), yang ikut terbang bersama sang ayah dari Yogyakarta, berangkat meninggalkan bandara terlebih dulu.
Setelah berhenti sejenak, dimulailah pawai Presiden Sukarno di ibu kota Republik Indonesia Serikat, Jakarta. Perjalanan dari bandara ke Istana di sisi lapangan Monas itu menjadi suatu pawai penuh kemenangan.
Di tangga Istana, Sukarno telah ditunggu antara lain oleh Sutan Sjahrir. Sjahrir sendiri setelah memimpin kabinet dalam periode revolusi yang penuh gejolak yakni Kabinet Sjahrir I (1945-1946), Kabinet Sjahrir II (1946) dan Kabinet Sjahrir III (1946-1947), pada saat itu sudah tidak menjabat apa pun dalam kabinet, namun Sjahrir tetap dengan hormat hadir menyambut Sukarno sebagai Kepala Negara.
Dalam pidato yang berapi-api, Presiden Sukarno berpeci dan berjas-pantalon warna putih dari tangga teras depan Istana Merdeka menyeru rakyat Indonesia untuk bekerja dan berjuang untuk persatuan nasional.
ADVERTISEMENT
"... dan saudara-saudara sekalian, apa sebab sekarang Sang Dwi Warna kita berkibar di sini? Tak lain tak bukan ialah oleh karena rakyat Indonesia yang 70 miljoen ini berjuang mati-matian," gelegar suara Sukarno disambut gemuruh suara ribuan massa.
Sebelumnya di Istana sama, masih bernama Het Paleis Rijswijk (kini Istana Negara-red), berlangsung seremoni penandatanganan penyerahan kedaulatan, paralel dengan apa yang sedang berlangsung di Burgerzaal, Paleis op de Dam, Amsterdam (27/12/1949).
Seusai penandatanganan dokumen perjanjian penyerahan kedaulatan, bendera merah-putih-biru di atas Istana diturunkan diiringi lagu kebangsaan Wilhelmus. Kemudian bendera merah-putih dikibarkan menggantikan merah-putih-biru diiringi lagu Indonesia Raya.
Seruan Presiden Sukarno: bekerja dan berjuang untuk persatuan nasional, nampaknya masih tetap relevan di Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-72 saat ini. Dirgahayu Indonesia.
ADVERTISEMENT
Laporan dari kumparan Den Haag Eddi Santosa