Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2

ADVERTISEMENT
Selama ini, jagad media sosial kerap diramaikan dengan keluhan sebagian mahasiswa yang kerepotan karena 'ulah' dosen pembimbing (dospem). Beragam alasan pun dikicau lewat unggahan dan thread (utas, rangkaian twit) yang tak jarang mengundang gelak tawa.
ADVERTISEMENT
Banyak pula dari mereka yang mengunggah tangkapan layar (screenshot) percakapan mereka dengan dosen pembimbing yang berisi 'keras hati' si dosen karena menolak berkali-kali bertemu untuk bimbingan.
Namun, bagaimana jika keadaan berbalik, dosen berkeluh kesah di media sosial tentang mahasiswa bimbingan skripsinya?
Kali ini, Ersa Tri Wahyuni, PhD, bersuara. Dosen Akuntansi Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, itu membuat thread yang intinya: Tolong, jangan terus-terusan salahin kami.
Kepada kumparan, Ersa menceritakan suka-duka menjadi dosen pembimbing selama hampir 15 tahun. Ersa mengaku jengah dengan mahasiswa yang mengeluh di media sosial dan membuat citra dosennya buruk. Padahal, ulah mahasiswa yang malas, menunda-nunda tugas, dan tidak kooperatiflah yang membuat diri mereka sendiri kesulitan.
ADVERTISEMENT
Lihat thread lengkap Ersa di sini
Lalu, apa motivasi Ersa membuat thread ini?
"Saya sering lihat di Twitter mahasiswa nyalahin dosen-dosen, biasanya dosen harus jaga image, ya, untuk melakukan yang saya lakukan itu (membuat thread), enggak semua orang berani, pun yang banyak retwit thread saya juga banyakan dosen, sih," kata Ersa saat dihubungi kumparan, Selasa (30/4).
"Dosen-dosen justru bilang terima kasih sudah menyuarakan hati kami (dosen)," tutur Ersa tertawa.
Ersa juga heran mengapa thread itu menjadi viral dan diretwit belasan ribu kali. Ersa menyebut cerita itu dibuat berdasarkan pengalaman pribadi dan kawan-kawannya. "Mungkin banyak yang tersindir, ya, jadi banyak yang retwit," kelakarnya.
Thread itu dibuat Sabtu (27/4) malam di perjalanan kereta Bandung-Jakarta. Tak disangka, keisengannya mengeluh di Twitter seraya kelelahan di kereta malah membuat namanya terkenal di dunia maya.
ADVERTISEMENT
Gaya bahasa yang nyeleneh dalam thread memang sengaja dibuat Ersa agar menyesuaikan dengan mahasiswanya yang 'milenial'. Ironisnya, kata Ersa sembari bercanda, mahasiswa yang milenial namun ogah bimbingan itu kadang membuat-buat alasan yang sulit masuk di akal.
"Saya sering lihat beberapa twit mahasiswa yang gitu, nyalahin dosennyalah, yang kehilangan laptop isinya skripsilah, menurut saya aneh juga, zaman milenial sekarang mahasiswa banyak nge-twit masalah laptop hilang isinya data skripsi. Saya pikir, kok, bisa itu? Gimana, sih, katanya milenial, tapi kayak gitu (tak berpikir untuk back up skripsi)?" ujarnya.
Ersa memiliki sekitar 20 mahasiswa di bawah bimbingannya, mulai dari mahasiswa S1, S2, hingga S3. Metode bimbingan tatap muka dua kali seminggu dilakukan agar komunikasi selalu terjalin dua arah.
ADVERTISEMENT
Dalam seminggu, Ersa menjadwalkan satu hari di weekday dan satu hari di weekend untuk menyesuaikan dengan kesibukan mahasiswanya. Pertemuan pun berjalan santai dan berlangsung selama empat-lima jam di kafe, bukan di kampus.
"Saya kasih hari Sabtu supaya mahasiswa yang kerja enggak ada alasan (untuk bolos bimbingan), kalau weekday terus nanti yang kerja kasih alasan, susah ketemunya," ungkap Ersa.
"Mereka datang, Sabtu misal yang datang enam orang, dari jam 17.00 WIB masing-masing setengah jam. Biasanya saya di kafe sampai malam, enggak di kampus, karena kampus sepi. Saya yang bayarin (di kafe), yang murah-murah saja. Intinya, jangan cari saya di luar hari itu, gitu, lho, kan pusing, saya juga ada kesibukan lain," katanya.
ADVERTISEMENT
Tipe-tipe mahasiswa yang merepotkan dosen
Ersa menyinggung tentang tipe mahasiswa 'menghilang'. Dengan nada bercanda, Ersa menduga anak bimbingannya yang suka menghilang itu memang sepertinya 'betah' dan tak mau berpisah dengannya.
"Pertama, jangan suka menghilang. Ada mahasiswa saya yang sudah tiga semester enggak kunjung sidang akhir. Menghilang mulu. Merusak KPI (Key Performance Indikator) dosen, tahu enggak. Ini anak betah dan enggak mau pisah sama saya dan kayaknya kaya raya, jadi bayar kuliah mulu juga enggak apa apa. Sayanya yang stres," tuturnya.
Ada juga yang memanfaatkan momen tertentu. Misal, ada sanak saudara yang meninggal dunia atau sakit, lalu mereka gunakan momen itu untuk 'menghilang.
"Biasanya saya tanya: Kamu ke mana saja, ya, biasanya pulang kampung, biasanya kematian saudaranya. Tapi misalnya habis berkabung, ya, kok lama, sampai dua atau tiga bulan. Kalau berduka tiga atau empat hari okelah," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Biasanya, kata Ersa, tipe-tipe seperti ini akan menuntut menjelang wisuda. Misalnya, menyuruh dosen menandatangani setiap bab agar di-acc. Padahal, proses pembuatan skripsi harus melalui berbagai revisi.
"Menjelang mau wisuda, tuh, buru-buruin gitu, pokoknya tiba-tiba sudah jadi, babnya sudah, minta tanda tangan biar lulus dan enggak bayaran kuliah lagi. (Padahal) kan harus ada rievisi tiap bab, kita baca tiap bab, kita bahas gitu, kan. Tapi kemudian datang jelang deadline, dosennya enggak mau tanda tangan, terus nulis di Twitter, bilangnya dipersulit sama dosen," sindir Ersa.
Ersa mengatakan, para mahasiswa yang menghilang ini terjadi di seluruh strata mahasiswa. Hanya saja, Ersa memaklumi mahasiswa S2 dan S3 yang 'hilang' karena alasan bekerja.
ADVERTISEMENT
"Cuma yang saya bingung, ya, kalau mahasiswa S1 yang hilang. Kok bisa, ya?" tuturnya.
Ersa selalu membuat WhatsApp Group bersama mahasiswa bimbingannya agar memudahkan komunikasi. Di grup itu, Ersa mengaku selalu mengumumkan jadwal bimbingan, revisi, dan segala hal yang berurusan dengan tugas akhir.
Namun, tak semua mahasiswa aktif berinteraksi di grup itu. Ersa malah pernah 'menciduk' mahasiswanya yang silent reader di WhatsApp, tapi malah eksis di media sosial.
"Kalau di grup bimbingan enggak pernah komentar, giliran di sosmed aktif banget," candanya.
Ersa juga menyebut ada saja mahasiswa yang sekadar datang bimbingan, tapi tak membawa amunisi. Maksudnya, dokumen dan progres tugas akhir tidak dibawa oleh mahasiswa itu.
ADVERTISEMENT
"Datang tapi enggak bawa apa-apa. Setor muka doang. Tapi itu masih mending, sih, daripada yang hilang-hilang," ungkapnya.
Ersa memastikan jatah bimbingan untuk mahasiswa sudah ia penuhi karena itu hak seluruh mahasiswa. Terlepas mereka mau bimbingan atau tidak, itu, pun juga hak mahasiswa dan harus siap menerima segala konsekuensiinya.
"Tapi, ya, jangan sampai mahasiswa merasa nyari dosen susah, enggak bisa dihubungi, sok sibuk, sok rapat. Itu karena banyak dosen yang mungkin tidak terjadwal dan sistematis bimbingannya," tuturnya.
Menurut Ersa, mahasiswa yang tak bisa diajak kerja sama adalah mahasiswa yang malas, ingin instan dan tak ingin bekerja keras. "Kalau dia rajin, kerja keras, kita juga senang," tutur Ersa yang meraih gelar master akuntansi di Universitas Melbourne dan PhD di bidang yang sama di Universitas Manchester, Inggris, ini.
ADVERTISEMENT
Ersa mengingatkan bukan hanya mahasiswa yang mendapat penilaian dari universitas. Para dosen pun juga dituntut agar mahasiswa bisa lulus di waktu yang tepat, khususnya mahasiswa S1.
Maka, Ersa memastikan dosen tak akan lepas tangan begitu saja dengan mahasiswa. Kecuali, jika mahasiswa itu memang sudah memilih untuk tidak lulus, menghilang, dan tak kooperatif.
"Kalau di Unpad, kita itu kerja berdasarkan KPI, salah satunya tepat waktu mahasiswa. Kalau enggak tepat waktu itu mengganggu KPI dosen, mengganggu KPI program studi, KPI dekanat, gitu, apalagi S1," imbuhnya.
"Apalagi S1 itu paling dipantau oleh universitas, dekanat. Jadi kalau banyak mahasiswa S1 yang lama, lelet, itu mengganggu KPI universitas, fakultas, lho, dipantau sama dikti ibaratnya," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, Ersa tak menampik tak semua dosen memiliki sifat sepertinya. Ada beberapa dosen yang pasif dan tak mengingatkan mahasiswanya untuk menyelesaikan skripsi.
Itu berarti, kata Ersa, mahasiswanya harus aktif. Jika tak bisa dihubungi, tak ada salahnya buat janji untuk bertemu atau datangi langsung. "Intinya, stay positive," tuturnya.
"Dosen itu, kan, banyak lupa, banyak kesibukan, saran saya jangan mudah putus asa, jangan berpikir negatif. Selalu berdoa supaya digerakkan hatinya. Karena kalau negatif dan menjelek-jelekkan dosen itu tetap enggak membantu, lho. Ketika kita berpikiran negatif, kesal, kelihatan sama dosennya muka kita. Pastikan selalu happy, ucapkan maaf, tolong, dan terima kasih," kata Ersa mengunci perbincangan.
ADVERTISEMENT