Menyelami Pikiran Sarwono Kusumaatmadja

2 Februari 2017 14:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sarwono Kusumaatmadja, anggota DPD 2004-2009. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Sarwono Kusumaatmadja, eks Menteri Kelautan dan Perikanan (dulu: Menteri Eksplorasi Kelautan Indonesia, -red) menghabiskan nyaris separuh hidupnya untuk berkontribusi dalam hal pengelolaan sektor kelautan di Indonesia. Sarwono berbagi cerita soal pengalamannya menangani isu seputar kelautan.
ADVERTISEMENT
Ditemui kumparan di Yayasan Bhakti Bangsa di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (1/2) Sarwono berbicara panjang lebar dari mulai pengalaman hingga harapannya terhadap sektor kelautan di Indonesia.
"Yang harus kita pahami apa yang dirintis Bu Susi itu butuh tindak lanjut, dalam rangka membangun sistem ini nggak gampang. Menghabiskan maling susah tapi relatif mudah dibanding bangun sistem. Saya optimis 2 tahun lagi akan ada banyak kemajuan," kata Sarwono.
Berikut tanya jawab lengkap kumparan dengan Sarwono Kusumaatmadja:
Sebagai Menteri KKP pertama, apa fondasi yang Bapak letakkan dalam kurun waktu dua tahun menjabat? Apa kesulitan waktu itu?
Ya saya rasa waktu itu betul-betul meletakkan fondasi, rumusannya seperti apa, visi misi seperti apa, lembaganya bagaimana. Udah gitu juga mesti milih satu aksi yang mencolok yang bisa mencapai potensi dukungan kementerian yang baru ini. Yang waktu itu saya pilih adalah menindak pencuri-pencuri ikan di Pantai Barat Aceh.
ADVERTISEMENT
Jadi saya minta Angkatan Laut supaya menangkapi kapal-kapal itu. Waktu itu ada komplain dari penduduk sekitar situ bahwa laut mereka dijarah sama orang-orang Thailand. Akhirnya ditangkap 49 kapal, dibawa ke pangkalan Angkatan Laut di Sabang. Enam kapal disuruh pulang bawa awak. Kapal dari Thailand tapi benderanya Indonesia. Surat-suratnya palsu semua.
Lantas kemudian kapal-kapal itu disita, diadili, awaknya dihukum, kapal sitaannya dilelang. Hanya saja pelelangan hanya dapat diikuti oleh perusahaan perikanan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Hasil pelelangan waktu itu mencapai Rp 13 miliar. Uang itu diserahkan untuk nelayan Aceh. Mereka buat organisasi itu untuk kumpulkan uang ini.
Organisasi nelayan tradisional bernama Panglima La'ot dan sekarang organisasi ini jumlah dana abadinya berkembang sampai saat ini sekitar Rp 67 miliar. Dan yang menarik dari sikap mereka adalah mereka tidak mau menggunakan uang itu untuk dibelikan kapal melainkan untuk biaya pendidikan bagi anak-anak nelayan. Mereka menyediakan beasiswa dari tingkat sekolah lanjutan bahkan sampai S3. Dan uang itu diterima langsung oleh anak yang berhak, ini yang buat saya bangga.
ADVERTISEMENT
Kalau awalnya ya susah saya tiba-tiba diumumkan sebagai menteri saat itu oleh Gus Dur, nggak ada kantor. Akhirnya menempati rumah kosong di daerah Kebayoran, waktu itu rumahnya Arifin Panigoro. Semuanya dipinjam, perabotan, komputer, baru kemudian disusun organisasinya belakangan. Tindakan besar waktu itu yang kami lakukan adalah menciptakan sistem pemantauan berbasis satelit MCS (Monitoring, Control, Surveillance), komponennya VMS (Vessel Monitoring System). Di semua kapal yang mendapat izin layar harus memasang perangkat itu supaya dapat dipantau gerak-geriknya, di mana, ngapain, kalo nggak mau dipasngin VMS ya nggak dikasih izin karena resistensi dalam sistem ini masih cukup besar.
Sarwono, mantan menteri KKP. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Gebrakan Menteri Susi apa yang sudah bagus di masa sekarang?
Tepat karena begini, yang dijadikan sasaran dia adalah penangkapan ikan yang dilakukan secara ilegal dan destruktif. Jaringan ini kuat sekali termasuk perusahaan yang sepintas terlihat bagus sebetulnya punya kaki tangan yang melakukan praktik-praktik penangapan ikan yang ilegal itu, termasuk praktik perbudakan yang waktu itu diserbu di kepulauan Kei. Perusahaan-perusahaannya juga waktu itu tertangkap basah mempekerjakan orang-orang yang diperbudak dari Myanmer, dari Vietnam segala macem.
ADVERTISEMENT
Mereka dipulangkan dan perusahaannya ditutup. Perizinan dicabutin semua oleh Bu Susi nggak peduli orangnya siapa. Kemudian langkahnya juga dramatis, kapal kapal yang tertangkap basah mencuri ikan ditangkap langsung. Dan memang itu dimungkinkan oleh sistem hukum kita sehingga akhirnya boleh dikatakan Indonesia sekarang relatif terbebas dari penangkapan ikan ilegal ketimbang dulu. Yang sekarang menikmati adalah nelayan-nelayan kecil surplus itu.
Perusahaan-perusahaan besar ini masih mengalami kesulitan memenuhi aturan aturan baru yang dikeluarkan oleh KKP karena mereka biasa nggak mau ngikut aturan. Tapi yang kecil-kecil ini, hasil tangkapannya baik, nilai tukarnya membaik. Sekarang cari ikan laut di pasar itu mudah, nggak seperti dulu. Sekarang ya menjadi PR Bu Susi adalah bagaimana membangun kembali armada perikanan yang modern.
ADVERTISEMENT
Yang praktiknya bagus sehingga kita bisa memenuhi potensi ekspor kita agar supply-nya bagus. Mengingat pasokan ikan di dunia itu turun akibat kebijakan-kebijakan Indonesia ini. Dan itu diakui oleh dunia. Tindakan Indonesia itu sangat didukung, sangat dihormati dan efektif.
Indonesia punya banyak potensi yang belum diolah dengan maksimal. Bagaimana cara memaksimalkannya?
Ya itu seluruh perangkat pengolahan ikan harus lengkap. Misalnya kapal penangkap ikan harus dilengkapi agar supaya ikannya nggak busuk, gitu misalnya. Selanjutnya kapal-kapal ikan kecil itu harus punya kapal besar pengumpul di tengah laut jadi nggak bolak-balik nggak boros. Itu yang dibangun sekarang dan hasilnya lama. Karena modal yang dibangun ini sangat besar untuk membangun kapal itu juga perlu waktu. Bu Susi juga mengatakan, kapal-kapal itu harus dibuat di galangan kapal dalam negeri. Dia nggak mau ada kapal yang dibikin di orang lain.
ADVERTISEMENT
Masuk akalnya begitu karena biasanya curangnya begini mereka bikin kapal di luar, dimasukkan ke indonesia untuk memenuhi peraturan, dibikin surat-suratnya seakan-akan kapal itu buatan Indonesia curang. Ini yang Bu Susi nggak mau keras. Sehingga kemudian dalam waktu ke depan ini akan ada kemajuan-kemajuan besar di bidang perikanan tangkap. Cuma memang kalau ngehancurin sesuatu itu relatif gampang ya, membangunnya itu yang susah.
Dan kerusakan yang diciptakan oleh perikanan ilegal ini juga udah kronis, udah parah. Pasalnya waktu saya minta Angkatan Laut nangkap ikan waktu itu, itu yang ganggu banyaknya udah kayak apa aja. Di dalam negeri, setelah ditangkap itu banyak yang menginginkan kapal-kapal itu dilepas begitu aja, dikembalikan kepada yang punya. Ada yang minta juga, kalau sudah disita itu boleh dibeli kembali sama yang punya. Ya saya lawan itu semua nggak mau tahu.
ADVERTISEMENT
Sarwono, mantan menteri di pemerintahan Indonesia. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Bagaimana keadaan teknologi Indonesia saat ini?
Cukup. Malahan putra-putra Indonesia sendiri mampu membangun sistem. Memang tak dipungkiri perangkat kerasnya masih impor, tapi sistemnya itu orang-orang kita sudah mampu membuatnya. Sebagian sudah digunakan dan diterapkan dan pusat pemantauannya ada di Bali, di Perancak. Dan pemantauan itu digunakan untuk level ASEAN bukan lagi Indonesia saja. Jadi itu pusat pemantauan ASEAN.
Soal teknologi, soal kemampuan, soal membangun sistem kita nggak kalah sama yang lain. Justru kita lemah di integritas. Orang pengin cepet kaya, pengen cepet dapet nerobos aturan, nggak peduli pantainya rusak yang penting dapat ikan sebanyak mungkin. Terus jalur migrasi ikan diganggu dengan cara memasang perangkap ikan di laut itu. Mengganggu jalur migrasi ikan yang secara natural terbentuk itu dialihkan oleh mereka supaya gampang nangkepnya.
ADVERTISEMENT
Indonesia menemui tantangan keras dari negara-negara di ASEAN terkait illegal fishing, Terutama Thailand dan Vietnam yang kabarnya kerap melakukan kawalan lewat kapal perang untuk melakukan illegal fishing di perairan Indonesia. Bagaimana Bapak menanggapi itu?
Enggak. Siapa bilang Thailand dan Vietnam? Mereka tidak dalam menentang posisi kita. Nggak bisa apa-apa karena jelas mereka memasukkan dokumen, memasukkan bendera, ditangkapi aja, nggak ada masalah.
Bagaimana diplomasi di tingkat ASEAN-nya?
Ya dalam hal itu, hal penangkapan ikan misalnya ilegal ya kita mesti galak, agar kita dihormati, ya Bu Susi galak. Mereka mau apa? bisa apa? orang mereka nyolong kok. Mereka pakai bendera merah putih. Pakai nama Indonesia. Jadi kalau kita tindak mereka. Ya pemilik kapal nggak bisa apa-apa orang mereka jelas-jelas nyolong salah kok. Semua ketentuan hukum internasional dilangggar kok. Enggak, enggak ada protes dari mereka. Waktu saya ke Bangkok juga ketika kapal-kapal Thailand ditangkapin apa mereka bisa protes? Nggak bisa.
ADVERTISEMENT
Apa yang harus dilakukan Indonesia dengan agresivitas Cina di Laut Cina Selatan? Apa pengaruh kerjasama dengan Cina yang meningkat dengan penegakan hukum terkait illegal fishing? Bagaimana klaim Natuna Cina menurut Bapak?
Secara langsung sama kita nggak ada. Kita nggak ada garis sengketa dengan China di laut Cina Selatan, yang punya itu kan Vietnam, Filipina, Malaysia, Jepang. Kita nggak. Natuna nggak bisa diklaim, nggak ada titik sentuhnya. Dan kemudian yang diperebutkan bukan juga ikan tapi gas dan minyak juga. Sama kita boleh dikatakan nggak ada bidang-bidang sengketa itu.
Kita juga cukup tegas saat nelayan China masuk perairan kita itu yang akhirnya kita tindak tegas. Protes mereka. Ya nggak bisa. Jadi kalau kita ingin mempertahankan kedaulatan kita. Kita harus gesit dan kadang-kadang sikap kita juga suka aneh waktu kapal-kapal Thailand ditangkepin ada juga orang Indonesia yang bilang, mohon demi hubungan baik dengan Thailand, kapal-kapal itu dilepas. Gimana sih nggak bisa saya bilang. Nggak mau saya.
ADVERTISEMENT
Peledakan kapal apa sudah tepat, Pak?
Iya memang dasar hukumnya ada. Dimungkinkan. Karena hukum maritim mengenal tindakan segera kalau tertangkap tangan, secara internasional dibenarkan. Kalau zaman dulu alih-alih kita ingin menegakkan hukum kita bawa dulu kapal-kapal itu ke pelabuhan, diprosses dulu berbualn bulan, diadilin, itu dulu. Sekarang mah ya langsung aja ledakin. Dan kapalnya dilelang di perusahaan ikan yang terdaftar di bursa efek.
Bincang-bincang Sarwono dengan tim kumparan. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Kebijakan pelarangan cantrang, mayoritas ditolak oleh nelayan Nusantara. Bagaimana tanggapannya?
Kan diperpanjang, izinnya 6 bulan. Menurut saya sih bukan soal cantrangnya tapi modifikasi dari cantrang itu yang kemudian menciptakan praktik yang destruktif. Kalau cantrang digunakan dengan semestinya ya sebenarnya nggak apa-apa. Cuman masalahnya sekarang ini kan orang pengin dapet cepet gitu. Jadi alatnya dimodifikasi. jadi malah kayak pukat harimau. Ya musti sabar aja menanganinya. Jadi infrastruktur perikanan tangkap ini harus diperbaiki, harus betul-betul siapa agar orang tak lagi ambil jalan pintas. Orang dapat nilai tambah juga. Kita perlu waktu karena dulu kita nggak mengenali itu semua.
ADVERTISEMENT
Isu pulau-pulau dan nelayan terluar perkembangan terakhir seperti apa? Bagaimana perhatian yang diberikan?
Saya rasa yang perlu dipastikan adalah kehadiran negara di daerah perbatasan harus ditingkatkan dan ini sudah dilakukan oleh Pak Jokowi. Supaya orang-orang di perbatasan nggak lagi melihat ketimpangan dari kita. Dan ini sudah ada badannya malah untuk bangun wilayah perbatasan. Kehadiran negara, pelayanan umum, kesehatan, pendidikan, telekomunikasi itu penting di wilayah wilayah itu.
Khusus soal bisnis di bidang kemaritiman, bagaimana prospeknya?
Bagus untuk prospek karena kita negara kepulauan kan. Tapi secara teknis tantangannya itu besar. Karena kalau kita bergerak d ibidang kemaritiman, akurasi kegiatan kita harus tinggi. Meleng dikit rugi gitu aja. Masalahnya pelajari aja dulu masalahnya baik-baik dan range dari kegiatan juga harus cukup jelas mulai dari misal transportasi antar pulau antar negara, wisata bahari, energi laut banyak yang perlu kita ekspor. Tantangannya besar karena muatan pengetahuannya sangat tinggi, keharusan bertindak secara akurat penting.
ADVERTISEMENT
Bonus demografi nyata akan dihadapi Indonesia di beberapa tahun mendatang. Apa yang harus anak muda siapkan?
Saya kira yang penting itu pendidikan karakter, intergritas, harus pengetahuan, sikap bisa dipercaya, bekerjasama itu yang penting. Kalau cuman pengin tahu doang dan pinter itu gampang. Tapi untuk orang bener susah. Pendidikan karakter di kita itu sekarang belum begitu dihiraukan justu anak-anak sekolah dijejelin ilmu sampai ransel berat. Nggak ada gunanya. Ini kan dijejelin. Mending kalau gurunya lebih tahu. Nggak juga jadi akhirnya orang menghafal. Kalau soalnya begini soalnya begini, itu aja. jadi bingung kalau sering temui masalah baru.
Harapan bapak untuk KKP?
Yang harus kita pahami apa yang dirintis Bu Susi itu butuh tindak lanjut, dalam rangka membangun sistem ini nggak gampang. Menghabiskan maling susah tapi relatif mudah dibanding bangun sistem. Saya optimis 2 tahun lagi akan ada banyak kemajuan. Lalu masalah orang SDM, itu juga butuh. Kita soal akhlak penanganan itu aneh. Orang dianggap akhlak baik kalau rajin agama, dia nggak lihat bisa dipercaya nggak, diandelin nggak, gitu. Jadi kita suka dikibulin sama sifatnya yang lahiriyah. impressionable. Contohnya seperti kalau kita pengen jadi politisi kita harus rajin nyumbang ke mana mana. Lalu dia akan mudah dapat suara. Orang enggak tahu itu duit dari mana. Kalau ada orang jujur bagus tapi kemudian rezeki nggak ada, nggak cukup ya nggak bisa.
ADVERTISEMENT