Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Rasanya, kutipan milik Confucius, seorang filsuf legendaris Tiongkok ini, mencerminkan kehidupan seorang pria paruh baya bernama Suharno (56). Pria yang berprofesi sebagai badut panggilan ini, mengaku memilih beralih profesi dari petugas keamanan menjadi badut karena menyukai anak-anak.
Mungkin profesi badut panggilan saat ini masih dianggap sebagai pekerjaan yang kurang lazim di mata orang. Ya, bagaimana tidak? Letak papan panggilannya pun terkadang masih berdampingan dengan papan panggilan 'penyedot WC' di pinggir jalan.
Kepada kumparan, Harno mengaku telah menjalani profesinya sebagai badut panggilan selama 15 tahun. Ada kisah memilukan di balik keputusannya menjadi seorang badut panggilan.
Sebelum menjadi badut, Harno bekerja sebagai sekuriti. Namun karena terkena PHK hingga dua kali, Harno akhirnya memilih berganti profesi sebagai badut panggilan.
ADVERTISEMENT
"Saya 10 tahun jadi sekuriti di (mall) Golden Truly, terus pindah lagi selama 5 tahun di yayasan," ujar Harno.
Saat itu dia juga baru bercerai dari istrinya. Keduanya tidak dikaruniai anak, sehingga Harno tinggal bersama kedua orang tuanya hingga kini.
Harno mengaku awalnya membadut sebagai pekerjaan sampingan di kala senggang. Namun lama kelamaan dia menikmati dan menjadikan badut sebagai pekerjaan utamanya. Harno bahkan tak berniat beralih ke profesi lain.
"Sudah agak sulit coba pekerjaan lain, karena kerja dibatasi (usianya). Sayang juga kalau ditinggalkan, udah 15 tahun. Kalau pindah kerjaan mesti mulai dari awal lagi," ujar Harno.
Dia mengaku mendapat kepuasan tersendiri ketika berhasil membuat anak-anak tertawa. "Membadut adalah hobi saya. Saya menghibur anak-anak aja, saya suka sama anak kecil, bikin orang yang (tadinya) lesu jadi ketawa," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Pria yang tinggal di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, ini mengaku belajar menjadi badut secara otodidak. Ia bertanya pada teman-temannya dan banyak membaca buku. Harno memasang tarif sebanyak Rp 500 ribu per sesi selama satu setengah jam.
Banyak suka duka yang dialami Harno selama menjadi badut panggilan. Ia mengaku pernah dikerjai oleh anak-anak yang dihiburnya.
"Saya pernah dikatain perut gendut, dicolekin, atau dipeluk oleh anak-anak itu," ujar Harno.
Tak hanya itu, Harno berujar profesi badut panggilan adalah pekerjaan yang sangat tidak menentu kapan datangnya. Dalam seminggu, ia kadang dapat mendapat panggilan membadut dua kali, sekali, atau bahkan tidak sama sekali.
"Zaman dulu, sehari bisa tiga kali ngebadut, sekarang susah, badut makin banyak," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Meski banyak dukanya, Harno mengaku masih akan terus menjalani profesinya ini. Harno mengaku menjadi badut dapat membuat pikirannya segar lagi setelah menghibur anak-anak.
"(Membadut) dapat membuat pikiran jenuh jadi senang setelah menghibur anak," tutup Harno.