news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Menyelisik Mitos Presiden Akan Tumbang Bila Datang ke Kediri

17 Februari 2020 14:22 WIB
comment
11
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo memberikan pengarahan pada Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Tahun 2020. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo memberikan pengarahan pada Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Tahun 2020. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
Pramono Anung melarang Presiden Jokowi ke Kediri. Sekretaris Kabinet itu waswas dengan kemungkinan terburuk. Ia khawatir mitos di Kediri itu benar-benar terjadi. Bahwa siapa saja presiden yang menginjakkan kaki di Kediri akan lengser sebelum waktunya.
ADVERTISEMENT
Pramono membeberkan hal itu saat mengunjungi Kediri, Sabtu (15/2). Ia datang bersama Menhub Budi Karya Sumadi dan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. Mereka meresmikan rusunawa di Ponpes Lirboyo, Kediri.
Saat itu Pramono memberikan sambutan di hadapan para kiai sepuh pengasuh Ponpes Hidayatul Mubtadien, Lirboyo. Menurutnya, Kediri merupakan wilayah yang wingit (angker) untuk didatangi presiden.
"Ngapunten (maaf), Kiai, saya termasuk orang yang melarang Pak Presiden untuk berkunjung di Kediri," ucap Pramono.
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengikuti rapat kerja bersama Komisi II DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/11/2019). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Mitos itu memang sudah lama dipercaya warga Kediri. Lengsernya Presiden Sukarno, BJ Habibie, dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) bahkan seringkali dikait-kaitkan dengan mitos tersebut. Gus Dur, misalnya, lengser karena dimakzulkan MPR pada 23 Juli 2001. Tiga hari sebelumnya, Gus Dur mengunjungi Pondok Pesantren Lilboyo.
ADVERTISEMENT
Entah kebetulan atau bukan, klaim ini tentu menuai perdebatan. Yang jelas adalah mitos keangkeran Kediri bagi presiden benar-benar ada dan kadung mengakar.
Di media sosial, penjelasan mengapa presiden tak boleh berkunjung ke Kediri dihubungkan dengan kutukan di era Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga.
Berikut ini penjelasan dari sisi historis yang kumparan himpun dari sejumlah sumber ilmiah dan bertanya ke ahli.
Ratu Shima merupakan penguasa Kerajaan Kalingga (Abad ke-6 hingga abad ke-7 M). Takhtanya terletak di pesisir utara Jawa Tengah. Sumber sejarah tentang kerajaan itu terbilang minim. Mayoritas justru berasal dari catatan Dinasti Tang.
Ratu Shima disebut-sebut memiliki suami bernama Kartikea Singha. Kartikea diyakini telah membuat kutukan untuk para penguasa lalim yang bertandang ke Kediri. Kutukannya berbunyi seperti ini:
ADVERTISEMENT
Narasi kutukan itu sebenarnya berasal dari penuturan Kiai Ngabehi Agus Sunyoto. Ia merupakan budayawan sekaligus penulis buku Atlas Walisongo. Penuturan Kiai Ngabehi itu berasal dari cuplikan wawancara dengan merdeka.com pada 18 Mei 2014.
Meski demikian, Guru Besar Arkeologi UI Prof Agus Aris Munandar justru menepis klaim adanya kutukan di Kediri. Agus telah lama meneliti tentang kerajaan-kerajaan di Tanah Jawa. Kerajaan Kalingga pun pernah ia singgung dalam buku berjudul ‘Kaladesa: Awal Sejarah Nusantara’ (2017).
“Sejauh yang saya pelajari tak ada mitos itu. (Mungkin) diciptakan belakangan. Dalam berita mana pun tak ada,” kata Agus saat dihubungi kumparan, Senin (17/2).
Prof. Dr. Agus Aris Munandar, Ahli Sejarah Kuno dan Arkeologi Indonesia. Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
Klaim bahwa wilayah kekuasaan Kerajaan Kalingga ada di Kediri pun dipatahkan oleh Agus. Menurutnya, Ratu Shima tak pernah memerintah sampai Kediri. Menurut Agus, Kediri di abad ke-6 atau 7 masih merupakan hutan belantara. Saat itu belum ada Kerajaan Kediri.
ADVERTISEMENT
Nama Kalingga itu sendiri pun, kata dia, merupakan tafsiran para peneliti. Berdasarkan sumber sejarah, nama Kalingga sebenarnya adalah Ho-Ling.
“Ho-Ling ada di pantura sekitar Gunung Muria, bukan Kediri. Itu di Kediri ngarang-ngarang saja. Jadi enggak pernah dia (Ratu Shima) memerintah di Kediri. Itu kepercayaan orang saja,” tambahnya.
Terlepas dari kutukan itu, Agus sepakat bahwa Kerajaan Kalingga memang begitu disegani pada masanya. Kerajaan Kalingga begitu menjunjung kesucian diri dan meletakkan hukum sebagai panglima tertinggi.
Ilustrasi mahkota kerajaan Foto: Flickr/Kato Shinya
Berdasarkan makalah berjudul ‘Kuasa Perempuan dalam Sejarah Indonesia Kuna’ (2016) yang ditulis Ufi Saraswati dari UNS, kerajaan Kalingga bahkan merupakan anomali dalam sejarah Indonesia. Itu karena kerajaan tersebut merupakan kerajaan pertama yang diperintah oleh seorang perempuan.
ADVERTISEMENT
Dalam makalah itu pula dikisahkan bahwa orang Ta-Shih (China) pada tahun 674 mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan tersebut. Ini disebabkan kekuasaan Kalingga yang begitu perkasa.
Di bawah pemerintahan Ratu Shima, Kerajaan Kalingga menjadi pemerintahan yang sangat menjunjung tinggi hukum. Ratu Shima adalah sosok yang adil. Ia bahkan berani menghukum anaknya sendiri.
Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, seorang raja dari negara asing meletakkan sebuah kantung emas di di Kalingga. Raja itu hendak menguji kejujuran dan kebenaran dari orang-orang Kalingga.
Tahun berganti tahun, tak ada satu orang pun orang yang berani menyentuh kalung emas tersebut. Hingga pada suatu hari, sang putra mahkota secara tak sengaja menyentuh kantung itu dengan kakinya. Ratu Shima pun marah. Ia menjatuhkan hukuman mati ke anaknya sendiri.
ADVERTISEMENT