Menyoal Aturan MA Larang Foto Persidangan Tanpa Seizin Hakim

23 Desember 2020 8:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bendera Merah Putih berkibar di Gedung MA Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bendera Merah Putih berkibar di Gedung MA Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Mahkamah Agung (MA) menerbitkan aturan baru mengenai disiplin dan tata tertib di persidangan. Aturan tersebut termaktub dalam PERMA Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam lingkungan Pengadilan.
ADVERTISEMENT
PERMA ini ditetapkan Ketua MA, Muhammad Syarifuddin, pada 27 November 2020 dan diundangkan pada 4 Desember 2020.
Namun PERMA tersebut mengundang polemik lantaran salah satu poinnya dinilai menyulitkan kinerja pers. Sebab Pasal 4 ayat (6) Perma mengatur larangan bagi para pengunjung sidang soal pengambilan foto atau rekaman audio visual persidangan.
Berikut bunyi ketentuannya yang termuat dalam Pasal 4 ayat (6):
"Pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual harus seizin hakim/ketua majelis hakim yang bersangkutan yang dilakukan sebelum dimulainya persidangan".
Ayat selanjutnya menerangkan bahwa pengambilan foto atau rekaman audio visual tidak dapat dilakukan dalam persidangan tertutup untuk umum.
Saat dikonfirmasi, juru bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro membenarkan soal PERMA Nomor 5 Tahun 2020 ini.
ADVERTISEMENT
Perihal aturan foto dan rekam persidangan harus izin sebenarnya sempat diatur dalam Surat Edaran nomor 2 Tahun 2020 Dirjen Badan Peradilan Umum (Badilum) Mahkamah Agung. Surat edaran ini diterbitkan pada 7 Februari.
Hal itu sempat menuai kritik dari sejumlah pihak. Sebab, hal hal itu dinilai bisa jadi merupakan bentuk kesewenang-wenangan dari Mahkamah Agung.
Aturan ini dinilai menyulitkan kerja pers. Padahal, selama ini pers bebas meliput sidang yang terbuka untuk umum, termasuk mengambil foto, merekam gambar, dan merekam suara. Namun Abdullah menyatakan hal itu tidak akan menyulitkan kerja wartawan.
Audiens memotret suasana sidang korupsi. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Hambat Kerja Pers, MA Didesak Cabut Aturan Foto-Rekam Sidang Harus Seizin Hakim
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menilai aturan tersebut menghambat dan membatasi jurnalis dalam meliput persidangan. Terlebih jika aturan itu dilanggar, dapat diklasifikasikan sebagai penghinaan terhadap pengadilan atau contempt of court. Sehingga AJI meminta MA mencabut aturan tersebut.
ADVERTISEMENT
"Mendesak Mahkamah Agung untuk segera mencabut ketentuan soal pengambilan foto, rekaman audio dan rekaman audio visual harus seizin hakim atau ketua majelis hakim," kata Ketua AJI, Abdul Manan, dalam keterangannya, Selasa (22/12).
Ia mengatakan, PERMA 5/2020 tidak selaras dengan UU Pers yang menjamin kerja-kerja jurnalis dalam mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Selain itu, Abdul juga mendesak MA untuk tidak terus membuat ketentuan yang membatasi jurnalis bekerja karena dinilai menghambat kebebasan pers.
"Kami bisa mengerti bahwa Mahkamah Agung ingin menciptakan ketertiban dan menjaga kewibawaan pengadilan. Namun, niat untuk itu hendaknya tidak membuat hak wartawan dibatasi," ujar Manan.
"Sebab, hak untuk mendapatkan informasi itu ditetapkan oleh regulasi yang derajatnya lebih tinggi dari peraturan Mahkamah Agung, yaitu Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Hal senada juga disampaikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers. LBH Pers menilai kebijakan ini sangat menghambat fungsi dan peran pers dalam mencari dan menyiarkan berita kepada publik.
Ilustrasi sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
"Kehadiran jurnalis dalam proses persidangan merupakan bagian dari keterbukaan informasi publik dan jaminan atas akses terhadap keadilan," kata LBH Pers dalam keterangannya.
LBH Pers menyatakan Pasal 4 ayat (3) UU Pers telah memberi jaminan terhadap kemerdekaan pers, dengan memberi hak kepada pers nasional dalam hal untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Sehingga, MA dinilai tidak seharusnya menghalangi kerja jurnalistik melalui PERMA. Selain itu, peran dan fungsi jurnalis dinilai dapat meminimalisir praktik mafia peradilan yang dapat mengganggu independensi hakim.
Ilustrasi pers Foto: Nunki Pangaribuan
Aturan MA soal Foto dan Rekam Sidang Harus Seizin Hakim Dinilai Mengekang Pers
ADVERTISEMENT
Ketua Umum PFI, Reno Esnir, menyatakan kehadiran jurnalis dalam persidangan merupakan bagian dari keterbukaan informasi publik dan jaminan atas akses terhadap keadilan.
"Sehingga semestinya MA tidak menghalangi kerja jurnalistik melalui PERMA. MA tidak semestinya menganggap kehadiran jurnalis yang mengambil foto, rekaman audio, dan/atau rekaman audio visual sebagai gangguan terhadap peradilan," ujar Reno dalam keterangannya, Selasa (22/12).
Reno mengatakan peran dan fungsi jurnalis justru dapat meminimalisir praktik mafia peradilan yang dapat mengganggu independensi hakim dalam memutus.
"Keberadaan jurnalis di ruang persidangan penting untuk menjamin proses peradilan berjalan sesuai peraturan yang berlaku dan terpenuhinya akses untuk keadilan. Sebab dengan terbatasnya akses di ruang persidangan, diyakini akan membuat mafia peradilan makin bebas bergerak tanpa pengawasan jurnalis," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Reno juga menyayangkan MA kembali menerbitkan aturan serupa yang sebelumnya telah dicabut. Aturan yang dimaksud Reno yakni Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum MA Nomor 2 tahun 2020 yang diterbitkan pada 7 Februari 2020.
Isinya hampir serupa di mana salah satunya mengatur ketentuan pengambilan foto, rekaman suara, hingga rekaman TV harus seizin Ketua Pengadilan Negeri setempat. Namun SE itu dicabut setelah menuai kritikan dari berbagai pihak.
"Sehingga berdasarkan uraian di atas, PFI mendesak Mahkamah Agung untuk mencabut Perma No. 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkup Pengadilan karena dapat menghambat hak pers dalam mencari, mengelola dan menyebarluaskan gagasan dan informasi," ucap Reno.
ADVERTISEMENT