Menyoal Pakta Integritas Kemlu dan Hadiah Pedang Saudi

8 Maret 2017 13:04 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Menlu RI Retno Marsudi (Foto: Reuters/Soe Zeya Tun)
zoom-in-whitePerbesar
Menlu RI Retno Marsudi (Foto: Reuters/Soe Zeya Tun)
Desember 2014 lalu di Denpasar, Bali Menlu Retno Marsudi menandatangani pakta integritas. Di depan pimpinan KPK, Retno menyampaikan tekad jajaran Kemlu untuk bersih dan bebas korupsi.
ADVERTISEMENT
Saat itu, ada tiga dokumen yang ditandatangani Menlu, pertama dokumen pakta integritas, kedua dokumen pencanangan pembangunan zona integritas, dan ketiga komitmen penerapan pengendalian gratifikasi.
Harapan disampaikan Retno kala itu, penandatanganan pakta integritas hingga pengendalian gratikasi akan semakin menjamin akuntabilitas dan transparansi jajaran diplomat Kementerian Luar Negeri dalam melakukan tugas-tugasnya guna mewujudkan birokrasi yang bersih, profesional, dan aktif.
Tapi itu dahulu, kini soal dugaan gratifikasi menghampiri Kemlu. Adalah pedang hadiah dari Arab Saudi yang diberikan Dubes Osama untuk Kemlu pada 13 Januari 2017 lalu. Sebenarnya, Kemlu bisa mencontoh Polri yang melapor ke KPK.
Retno Marsudi menerima pedang dari Arab Saudi. (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Retno Marsudi menerima pedang dari Arab Saudi. (Foto: Istimewa)
Namun pihak Kemlu masih bersikukuh kalau pedang itu untuk Kemlu sebagai institusi bukan untuk pribadi. Juru Bicara Kemlu Arramanatha Nasir pada Selasa (7/3) menyebut nantinya pedang itu akan menjadi pajangan saja.
ADVERTISEMENT
Apa yang disampaikan Kemlu sah-sah saja, tapi ada baiknya mengikuti saran dari pimpinan KPK. Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menuturkan sebaiknya barang itu dilaporkan ke KPK kemudian akan dilakukan pemeriksaan.
Jika mengacu pada peraturan yang berlaku, kewajiban itu telah diatur pada 2 undang-undang sekaligus, yaitu: Pasal 12 B dan 12 C UU No. 20 Tahun 2001 dan Pasal 16 UU No. 30 Tahun 2002.
Tindak gratifikasi merupakan wilayah "abu-abu" yang seringkali tidak jelas batasannya. Dan KPK hingga Rabu (8/3) masih menunggu kabar dari Kemlu.