Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Merasa Ditelantarkan, Kakak-Adik di Medan Gugat Ibu Kandung Senilai Rp 12 Miliar
26 Januari 2021 18:50 WIB
ADVERTISEMENT
Dua orang kakak beradik di Kota Medan , yaitu Lando Fortericho (23) dan Lidya Sri Thalita (20), mengugat ibu kandungnya, Ria Desi Br Hutapea, ke Pengadilan Negeri Medan. Mereka menggugat ibunya secara perdata senilai Rp 12 miliar, karena merasa ditelantarkan.
ADVERTISEMENT
“Yaitu jawaban kita atas jawaban tergugat, pekan depan duplik dari tergugat,” kata Bukit Sitompul kepada wartawan, Selasa (26/1).
Bukit menerangkan dalam gugatannya, kliennya meminta Ria untuk menjalankan kewajibannya sebagai seorang ibu. Alasanya, Ria tidak menafkahi anak-anaknya dalam kurun waktu tertentu.
Mereka juga meminta Ria membayar ganti rugi material maupun material sebesar Rp 12.075.000.000 (Dua Belas Miliar Tujuh Puluh Lima Juta Rupiah).
Bukit menjelaskan, kliennya merupakan anak dari Ria dan suaminya bernama Fery Donald Sinurat. Selain itu mereka juga memiliki adik perempuan yang masih SMA.
Kedua kliennya, kata Bukit merupakan warga Kelurahan Timbang Deli, Medan Amplas, Kota Medan.
ADVERTISEMENT
Proses gugatan ini, kata Bukit, bermula meninggalnya Fery Donald Sinurat lantaran jadi korban kecelakaan pesawat Mandala Air RI-091 di Medan, tahun 2005.
Setelah Fery meninggal, dana pensiun dan asuransi dari maskapai, dibelikan Ria sebidang tanah di Medan yang di atasnya terdapat bangunan sebuah gudang. Tak dijelaskan gudang apa itu.
Di lokasi itu juga, di bangun 2 unit rumah. Ketika itu, kata Bukit, persoalan belum meruncing.
“Mereka (hidup) rukun dan damai. Ibunya pada 2006 menjadi honorer pengganti ayahnya di kantor Kementerian Kominfo Sumut dan pada 2014 dia menjadi PNS,” ujarnya.
Sampai pada akhirnya di tahun tahun 2015 Ria memiliki teman lelaki.
Ketika itu, Lando masih duduk di kelas 3 SMA. Lando dan adiknya, Lidya, kata Bukit tidak senang dengan perangai teman lelaki ibunya.
ADVERTISEMENT
Musababnya kehadiran teman lelaki ibunya dinilai terlalu bebas. Teman ibunya sering datang ke rumah dan pulang larut malam. Selain mereka, keluarga besar yang tinggal tidak jauh dari rumah Ria ini juga resah.
Puncaknya pada 26 April 2015 sekitar pukul 02.00 WIB, warga menggerebek rumah mereka. Ria kedapatan berduaan dengan teman lelakinya itu.
Setelah kejadian itu, paginya Ria meninggalkan ke tiga anaknya. Entah ke mana Ria pergi. Lando, Lidya dan satu lagi adiknya yang saat itu masih kecil menanggung malu hingga akhirnya tinggal di rumah kakek dan neneknya.
Lokasi rumah kakek nenek mereka tidak jauh dari kediaman mereka. Sedangkan Ria justru menyewakan rumah yang sempat mereka tempati. Tak luput juga, satu rumah dan tanah kosong lainnya turut dia sewakan. Lando dan Lidya merasa ditelantarkan.
ADVERTISEMENT
Sejak kejadian itu, kata Bukit, tergugat dinilai tidak bertanggung jawab sebagai orang tua.
“Baik sebagai ibu yang melahirkan, maupun menggantikan posisi ayah penggugat yang telah meninggal dunia," jelas Bukit.
Kata Bukit soal tidak menafkahi, Ria sempat membantahnya dengan mengatakan kerap memberi uang Rp2 juta per bulan sejak 2018 hingga 2020.
Namun menurut Bukit, itu tidak bisa menjadi tolok ukur terpenuhinya hak penggugat dalam hidup, tumbuh, berkembang. Baik secara fisik mental, spiritual dan sosial di tengah masyarakat maupun keluarganya sendiri.
"Kalau hanya Rp 2 juta, itu tidaklah cukup, karena masih banyak kebutuhan yang notabene harus dipenuhi," sebutnya.
Mengenai angka gugatan senilai Rp 12 Miliar, kata Bukit, angka itu sudah sesuai dengan kerugian materil dan material kliennya yang dihitung dari biaya hidup yang tidak diberikan selama 5 tahun.
ADVERTISEMENT
“Itu kan kewajiban menurut hukum. Itu nanti hakimlah yang memutuskan,” jelas Bukit.
Bukit juga menjelaskan gugatan bukan semata-mata karena uang. Kliennya hanya ingin sang ibu menjalankan fungsinya mulai dari mendidik hingga memberikan kasih sayang. Dia juga berharap gugatan ini bisa jadi pembelajaran bagi orang tua lainnya.
“Banyak orang tua sekarang yang seperti ini, syur sendiri dengan kemauannya, namun mengabaikan kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap anak,” tutupnya.