Merasakan Gelapnya Kampung Muslim Ronting di Tanah Flores

12 Agustus 2019 21:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pawai Obor Kampung Ronting Foto: Aulia Fauzi/ kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Pawai Obor Kampung Ronting Foto: Aulia Fauzi/ kumparan.
ADVERTISEMENT
Nusa Tenggara Timur (NTT) punya banyak destinasi populer. Sebut saja, Labuan Bajo dan Pulau Komodo. Namun, tulisan ini tidak bercerita tentang wilayah itu. Tapi, sebuah desa bernama Kampung Ronting yang terletak di sisi lain Pulau Flores.
ADVERTISEMENT
Dari Labuan Bajo, butuh waktu delapan jam berkendara menuju Ronting. Melewati jalur ekstrem dengan banyak tingkungan tajam yang sangat gelap pada malam hari. Itu disebabkan, penerangan jalan di jalur tersebut belum tersedia dengan baik.
Bahkan, kalau bicara soal listrik, warga Ronting mengaku belum 'merdeka'. Pasalnya sejak Indonesia merdeka hingga kini, desa tersebut masih gelap gulita. Baru tertancap satu tiang listrik, namun tiang tersebut belum mampu memberikan pelita ke rumah-rumah warga setempat.
"Kita disini belum merdeka, dari tahun 45 sampai tahun sekarang belum ada listrik," ujar Abuyah Syafrudin seorang tokoh masyarakat Kampung Ronting saat ditemui kumparan Sabtu, (10/08)
Chiki Fauzi seorang spokeperson Wardah Beautysaat mengikuti pawai obor di desa Ronting, Nusa Tenggara Timur. Foto: Aulia Fauzi/kumparan
Untuk mengakali penerangan pada malam hari, sebagian warga menggunakan genset sebagai sumber energi listrik. Satu genset, biasanya akan dibagi ke 8 hingga 10 rumah. Tidak gratis, namun dengan tagihan biaya Rp 100.000 hingga Rp. 150.000 perbulan.
ADVERTISEMENT
Biaya itu pun hanya cukup untuk menerangi rumah-rumah warga selama 5 jam. Yakni dari pukul 18.00 WIT hingga 22.00 WIT. Sisanya, warga harus menikmati gelap hingga pagi menjelang. Berarti, tidak ada sinyal, tanpa lampu jalan di pesisir pantai, dan juga lampu untuk belajar.
Sementara bagi warga yang tidak mampu membayar tagihan genset, mau tidak mau, harus bergelap-gelapan. Seperti salah satu rumah yang disambangi kumparan. Gelap dan harus berupaya meraba-raba dinding rumah untuk berjalan dari satu ruangan ke ruangan lainnya.
Namun dibalik itu semua, Ronting juga memiliki banyak keistimewaan. Salah satunya, sebagai kampung dengan populasi Muslim terbesar di NTT.
Masjid Al-Istiqomah Ronting Foto: Aulia Fauzi/kumparan
Salah satu penandanya, adalah masjid bernama Al-Istiqomah atau yang kerap kali disebut sebagai masjid Kubah Merah Putih. Masjid ini didirikan oleh seorang ulama bernama Guru Amazena atau Abdurahman Sono. Ulama yang pertama kali menyebarkan Islam ke Kampung Ronting.
ADVERTISEMENT
Selain sebagai tempat ibadah, masjid Al-Istiqomah juga digunakan sebagai sentra perkumpulan warga. Sebut saja, penyambutan tamu spesial seperti saat hadirnya Chiki Fauzi seorang spokeperson Wardah Beauty ke desa tersebut.
Tetap kokohnya masjid itu berdiri juga tidak lepas dari peran masayarakat dan bantuan dari Dompet Dhuafa yang mendanai renovasi pada 2017. Renovasi pertama sejak Al-Istiqomah berdiri pada 1985 silam.
Selain renovasi masjid, Dompet Dhuafa juga turut memberdayakan masyarakat Ronting dengan membangun sentra pertenakan sapi. Pemberdayaan ini menjadikan Kampung Ronting sebagai satu-satunya mitra peternak Dompet Dhuafa di Manggarai Timur, NTT.
Sapi-sapi yang diberikan oleh Dompet Dhuafa kemudian dikelola, dikembangbiakan, dan dimanfaatkan untuk masyarakat setempat. Bahkan, sapi untuk kurban di Ronting sudah secara mandiri berasal dari peternakan ini.
ADVERTISEMENT