Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Mereka Merantau dan Bekerja Keras di Jakarta: Keluarga Nenek Sari
10 Januari 2017 19:16 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
ADVERTISEMENT

Jakarta adalah uang. Tempat mencari rezeki bagi Nenek Sari (83), anak, dan menantunya. Sudah lebih dari lima tahun mereka merantau dari Cirebon ke Jakarta, tepatnya di Jalan Poncol, Ragunan, Jakarta Selatan, di belakang kawasan Kementan.
ADVERTISEMENT
Rumah dari seng dan kayu mereka bangun di atas tanah kurang dari 100 meter. Tanah itu disewa dari seseorang, harganya murah Rp 700 ribu untuk satu tahun. Mungkin, uang sewa itu hanya sebagai syarat saja.
Rumah seng dari kayu dibangun menantunya Soka (60), suami dari Tira (60), putri Nenek Sari. Rumah itu seadanya itu ada dua lantai dan terdiri atas tiga kamar. Lantai satu ada satu kamar dan ruang nonton TV plus ruang tamu. Dan dua kamar lagi di lantai dua.
Di dalam rumah itu ada tujuh orang yang tinggal, mereka Sari (83), Tira (60), Soka (60), Eni (40) yang merupakan putri dari Tira dan ibu dari dua anak yatim Leni (15) dan Riang (9), serta seorang lagi anak yatim Efri (14) yang juga cucu dari Tira dari putrinya yang lain di Cirebon.
ADVERTISEMENT

Satu keluarga dari uyut sampai cicit ini tinggal dan menetap bersama di rumah sederhana itu. Masing-masing orang di rumah itu juga bekerja, Sari memulung botol bekas, Tira berjualan tiwul, Soka menjadi buruh pacul, Eni menjadi buruh cuci, sedang anak-anak yatim ini bersekolah dan juga kadang membantu memulung.
Walau bekerja sebagai buruh kasar, boleh dibilang keadaan mereka cukup. Saat kumparan menyambangi dan bersilaturahmi dengan keluarga ini akhir pekan lalu, Tira menyambut hangat. Dia mempersilakan masuk ke dalam rumah. Di samping rumah ada sebuah motor terparkir, belakangan Tira menjelaskan itu milik suaminya.
Di ruang tengah sekaligus tempat menonton TV, cucu-cucu Tira tengah asyik melihat TV, sesekali juga bermain smart phone kelas low end seharga ratusan ribu.
ADVERTISEMENT
Tira kemudian menanyakan tujuan kumparan datang. Setelah dijelaskan, Tira memanggil Nenek Sari yang berada di dalam kamar. Beberapa hari sebelumnya, kumparan bertemu Nenek Sari tengah mengambil botol bekas di sekitar Kementan. Nenek Sari kemudian keluar dari kamar bersama Tira
"Nenek apa kabar, sehat," tanya kumparan ke Nenek Sari.

Nenek Sari menjelaskan kondisinya baik. Kumparan kemudian menanyakan kembali soal pekerjaan Nenek Sari yang mencari botol bekas, mengingat usianya sudah 83 tahun.
"Ya seneng nggak seneng, kepaksa. Nanti kalau nggak, nggak dapet uang buat jajan. Kalau dapet rezeki kan nenek bisa jajan ramai-ramai. Kalau rezeki ada saja," beber Nenek Sari. Tira tersenyum mendengar ucapan itu, sementara cucu-cucunya tetap asyik dengan TV.
ADVERTISEMENT
Matahari semakin tinggi, cucu-cucu Tira tidak bersekolah karena katanya libur. Sari kembali berbicara, dia biasa mengambil botol bekas di sekitar Kementan.
"Nenek nggak mau minta-minta, pengennya capek saja," ujar dia. Biasanya apabila botol bekas yang dia dapat banyak, cucunya Eni, ibu dari anak-anak yatim di rumah itu akan datang membantunya.
"Nggak minta-minta juga dapet rejeki. Lagi ngambilin Aqua ada yang ngasih," tambah dia lagi.
Tira kemudian menjelaskan, uang yang didapat dari Nenek Sari terkadang diberikan untuk cicit-cicitnya. Atau juga dibelikan sesuatu bila Nenek Sari ingin makan makanan tertentu. Kadang juga, untuk membantu modal dagang berjualan tiwul.

Tira juga mengisahkan, Nenek Sari diajak ke Jakarta karena di Cirebon sudah tidak ada yang mengurus. Saat perbincangan dilakukan, Soka tidak ada di rumah karena ada pekerjaan buruh pacul. Tira dan Soka yang pertama kali merantau ke Jakarta, kemudian yang lain menyusul.
ADVERTISEMENT
Mereka semua hidup bersama-sama, walau berhimpitan, yang penting untuk makan selalu ada. Karena Jakarta adalah kerja keras.