Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Nasib para pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan masih belum jelas. Saat ini, pegawai yang jumlahnya 75 orang itu sudah dibebastugaskan berdasarkan SK yang diteken Firli Bahuri .
ADVERTISEMENT
Beberapa hari terakhir, sejumlah pegawai KPK yang masuk daftar tersebut mulai bersuara. Sebab, mereka menilai ada ketidakadilan mulai dari Tes Wawasan Kebangsaan yang berujung dengan SK nonaktif.
Dasar aturan TWK yang dinilai menyimpang dan bahkan pertanyaan-pertanyaan yang menyasar ranah pribadi. TWK pun diduga menjadi alat untuk menyingkirkan pihak-pihak tertentu dari KPK.
Tercatat ada setidaknya 7 penyidik top KPK yang masuk daftar itu. Belakangan, mencuat pula bahwa beberapa pegawai yang masuk daftar tersebut pernah terlibat pemeriksaan etik Firli Bahuri pada 2018 silam.
Salah satunya ialah Herry Muryanto. Ia merupakan Deputi Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM) yang menangani dugaan pelanggaran etik Firli Bahuri. Ia disebut menjadi pegawai KPK dengan jabatan tertinggi yang masuk daftar 75 itu. Saat ini, Herry Muryanto menjabat Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK.
ADVERTISEMENT
"[Herry Muryanto] Paling tinggi lah jabatannya (di antara 75 pegawai KPK yang tak lulus ASN)," ujar Direktur Pembinaan Jaringan Kerja antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko dalam perbincangan dengan Haris Azhar yang ditayangkan di akun YouTube Direktur Eksekutif Lokataru itu.
Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK Giri Suprapdiono pun mendapat informasi yang sama. Menurut dia, ada sekitar 6 orang yang pernah terlibat pemeriksaan etik Firli Bahuri itu kemudian masuk dalam daftar 75 pegawai.
"Saya hitung ada banyak dari eselon I ... ada 6 orang," kata Giri dalam diskusi bersama politikus PKS Mardani Ali Sera yang disiarkan kanal YouTube PKSTV.
Informasi dihimpun, mereka termasuk pemeriksa hingga notulen serta admin yang diduga terkait pemeriksaan etik Firli Bahuri.
ADVERTISEMENT
Secara terpisah, mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas pun mendengar informasi yang sama. Menurut dia, bila benar demikian, maka hal itu mengkonfirmasi bahwa TWK menjadi alat untuk menyingkirkan orang-orang tertentu dari KPK.
"Orang-orang yang periksa itu masuk 75 itu itu ada unsur sentimen-sentimen pribadi. Kalau sudah seperti ini, bukan saja TWK itu tidak legal alias ilegal, tapi itu juga disalahgunakan oleh kepentingan Firli pribadi mengumbar kebenciannya kepada orang-orang yang dulu pernah memeriksanya," ungkap Busyro.
Terkait hal ini, Firli Bahuri belum memberikan tanggapannya.
Pada akhir 2018 silam, Firli Bahuri memang sempat dilaporkan terkait pelanggaran etik saat menjabat Deputi Penindakan KPK.
KPK menyatakan bahwa Firli diduga melanggar kode etik berat saat masih menjabat Deputi Penindakan KPK. Hal itu tak terkait 4 pertemuan dengan pihak yang berkaitan dengan perkara ataupun pihak yang memiliki risiko independensi serta tidak melaporkan seluruh pertemuan tersebut kepada pimpinan KPK. Dua pertemuan di antaranya terjadi dengan Tuan Guru Bajang (TGB) selaku Gubernur NTB pada 2018.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK pada saat itu Saut Situmorang menyebut bahwa hal ini berawal dari adanya laporan masyarakat pada 18 September 2018. Serangkaian pemeriksaan pun telah dilakukan terhadap Firli dan saksi-saksi yang selesai pada 30 Desember 2018.
Hasil pemeriksaan dari PIPM yang dipimpin Herry Muryanto itu kemudian diserahkan kepada pimpinan KPK pada akhir Januari 2019.
"Pimpinan telah menerima laporan hasil pemeriksaan pengawas internal KPK sebagaimana disampaikan Deputi Bidang PIPM tertanggal 23 Januari 2019. Perlu kami sampaikan hasil pemeriksaan direktorat PIPM adalah terdapat dugaan pelanggaran berat," ujar Saut dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (11/9).
Pengumuman pelanggaran kode etik ini hanya selisih sehari menjelang Firli menjalani fit dan proper test untuk capim KPK. Firli Bahuri ketika itu menjadi kandidat kuat jadi pimpinan KPK periode 2019-2023.
ADVERTISEMENT
Meski diduga melanggar etik berat, tidak ada sanksi yang dijatuhkan. Sebab kala itu, Firli Bahuri sudah ditarik oleh Polri untuk menjabat Kapolda Sumatera Selatan. KPK kemudian memberhentikannya dengan hormat atas adanya penarikan oleh Polri itu.
Tak lama menjabat kapolda, Firli Bahuri kemudian ikut mendaftar jadi pimpinan KPK. Meski menuai protes sejumlah pihak, ia tetap melenggang mulus terpilih menjadi salah satu komisioner. Bahkan, Komisi III DPR ketika itu secara aklamasi memilih Firli Bahuri menjadi Ketua KPK.
Terkait dugaan pelanggaran etik ini, Firli sudah pernah membantahnya pada saat wawancara terbuka capim KPK. Firli sempat dikonfirmasi hal tersebut oleh Pansel.
Dalam jawabannya, Firli mengakui soal adanya pertemuan dengan TGB. Namun ia menyatakan tak pernah menghubungi TGB.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Firli juga menyatakan bahwa berdasarkan kesimpulan akhir pimpinan KPK, dirinya dinyatakan tidak melanggar kode etik.
"Kesimpulan akhir adalah tidak ada pelanggaran," ujar Firli di Gedung Kemensetneg, Jakarta Pusat ketika itu.
Namun, hal tersebut dibantah oleh pihak KPK melalui juru bicaranya saat itu, Febri Diansyah.
"Setelah saya cek ke Pimpinan KPK, kami pastikan informasi tersebut tidak benar," ujar Febri.
Dalam seleksi capim KPK pada 2019 itu, Firli melenggang mulus. Bahkan Komisi III DPR dengan suara bulat sepakat Firli Bahuri menjadi Ketua KPK.