Merunut Kronologi Kasus Basarnas, OTT KPK Berujung Protes TNI

31 Juli 2023 14:15 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Setelah sekian lama, KPK kembali melakukan OTT. Namun, OTT tersebut kemudian berujung protes dari TNI.
ADVERTISEMENT
Kasus ini terkait dengan dugaan suap pengadaan proyek di Basarnas. Diduga, ada suap untuk pengaturan lelang proyek dengan imbal fee 10%.
Penanganan kasus ini kemudian memicu protes TNI. Sebab, KPK dinilai melampaui kewenangannya dengan menetapkan anggota TNI sebagai tersangka.
Anggota TNI yang dimaksud ialah Marsekal Madya Henri Alfiandi selaku Kepala Basarnas RI 2021-2023 dan Letkol Afri Budi Cahyanto selaku Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas.
Protes TNI kemudian membuat KPK minta maaf. Pimpinan KPK kemudian menyalahkan tim OTT karena 'khilaf'.
Lantas, seperti apa runutan peristiwa yang terjadi?

25 Juli

OTT di Jakarta dan Bekasi
Ilustrasi kasus KPK Foto: Basith Subastian/kumparan
KPK melakukan OTT di daerah Jakarta dan Bekasi. Sejumlah pihak diamankan dalam operasi senyap itu.
Salah satunya adalah Letkol Afri Budi Cahyanto yang merupakan Koorsmin Kepala Basarnas. Mereka yang diamankan langsung dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk diperiksa lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
OTT dilakukan usai diduga terjadi transaksi penyerahan uang suap. Kala itu, tim KPK turut mengamankan uang sejumlah Rp 999,7 juta.

26 Juli

Konferensi Pers KPK
Setelah 1x24 jam dilakukan pemeriksaan, KPK kemudian menggelar konferensi pers. Isinya, penjelasan soal status hukum atas kasus yang terjadi. Termasuk menetapkan tersangka dan penjelasan mengenai kontruksi perkara.
Pada pengumuman tersebut, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebutkan 5 tersangka.
"Atas dasar adanya laporan masyarakat ke KPK, yang kemudian ditindaklanjuti dengan pengumpulan berbagai informasi dan bahan keterangan terkait dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, berlanjut pada tahap penyelidikan sebagai langkah menemukan adanya peristiwa pidana sehingga ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup. KPK kemudian menaikkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan Tersangka," kata Alex Marwata.
ADVERTISEMENT
Kelima tersangka yang disebut dalam konferensi pers itu ialah:
1) Mulsunadi Gunawan, Komisaris Utama PT MGCS (Multi Grafika Cipta Sejati).
2) Marilya, Direktur Utama PT IGK (Intertekno Grafika Sejati)
3) Roni Aidil, Direktur Utama PT KAU (Kindah Abadi Utama)
4) Henri Alfiandi, Kabasarnas RI periode 2021-2023
5) Afri Budi Cahyanto, Koorsmin Kabasarnas RI
Henri dan Afri diduga menerima suap dari Gunawan Rp 999,7 juta dan dari Roni Rp 4,1 miliar. Uang itu diserahkan keduanya sebagai fee dari proyek yang mereka dapat dengan cara mengakali lelang. Suap tersebut diistilahkan dengan sebutan 'dana komando'.
Selain suap dari Gunawan dan Roni, Henri dan Afri juga diduga menerima suap dari sejumlah vendor. Total nilainya hingga Rp 88,3 miliar dalam kurun waktu 2021-2023.
ADVERTISEMENT
"Dari informasi dan data yang diperoleh Tim KPK, diduga HA [Henri] bersama dan melalui ABC diduga mendapatkan nilai suap dari beberapa proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023 sejumlah sekitar Rp88, 3 Miliar dari berbagai vendor pemenang proyek dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh Tim gabungan Penyidik KPK bersama dengan Tim Penyidik PUSPOM Mabes TNI," papar Alex.
Marliya dan Roni langsung ditahan KPK. Sementara Henri dan Afri proses hukumnya diserahkan ke PUSPOM TNI. Dalam OTT, hanya Afri yang diamankan. Henri tak termasuk sebagai pihak yang terjaring OTT.

27 Juli

Suara dari Kabasarnas
Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi di Kantor Pusat Basarnas, Jakarta, Kamis (16/2/2023). Foto: Rusman/Biro Pers Sekretariat Presiden
Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi buka suara soal kasusnya. Ia menyatakan tidak pernah menerima suap sebagaimana yang disangkakan oleh KPK.
ADVERTISEMENT
"Saya pimpinan lembaga yang mengatur dana operasional. Jadi bukan unit kepentingan pribadi. Kan sudah dinyatakan tercatat semua penggunaan dana tersebut oleh KPK. Dan catatan itu rapi, karena bentuk dari pertanggung jawaban saya," kata Henri kepada kumparan, Kamis (27/7).
Meski demikian, ia tak menampik bahwa dana tersebut ada. Namun, ia kembali menyatakan tidak ada yang masuk ke kantong pribadinya.
"Sistem itu, dana ops (operasional) kantor. Kalau misal mau sembunyi-sembunyi, ngapain saya perintahkan catat rapi. Tanya ke mitra deh. Kalau yang mau terbuka dan jujur sistem kebijakan saya ini. Saya tahu ini salah, tapi baik hasil output-nya," papar Henri.
"Apa yang disangkakan dengan dana tersebut benar adanya. Tapi penggunaannya yang seolah-olah masuk kantung pribadi, semua sangat tidak benar," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Henri menyatakan akan mengikuti proses hukum sesuai prosedur. Ia mengaku langsung menemui pihak Puspom TNI dan berencana bertemu dengan Panglima TNI Laksamana Yudi Margono untuk memberi penjelasan soal kasusnya.

28 Juli

Protes TNI
Konpers Puspen TNI terkait OTT KPK Letkol ABC dan Kabasarnas di Puspen TNI, Jumat (28/7/2023). Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
TNI menggelar konferensi pers menanggapi kasus Basarnas yang ditangani KPK. Mereka protes atas penetapan Henri sebagai tersangka oleh KPK.
Konferensi pers dihadiri sejumlah perwira tinggi, yakni:
Dalam keterangannya, TNI menilai KPK telah melampaui wewenangnya. Mabes TNI menyebut, penetapan tersangka oleh KPK ini melanggar ketentuan dan prosedur.
"Jadi menurut kami apa yang dilakukan KPK menetapkan personel militer sebagai tersangka menyalahi ketentuan," kata Marsekal Muda TNI Agung Handoko dalam konferensi pers.
ADVERTISEMENT
Menurut Agung, proses hukum terhadap Henri dan Afri akan diulang oleh TNI. Diawali penyelidikan hingga penyidikan yang berujung penetapan tersangka.
"Mekanisme penetapan sebagai tersangka ini adalah kewenangan TNI sebagaimana Undang-Undang yang berlaku," kata Agung.
Dalam paparannya, Marsekal Muda TNI Agung Handoko, mengatakan pihaknya pertama mendapat informasi soal adanya OTT KPK dari media. Setelah itu, pihaknya langsung mengirimkan tim ke KPK untuk berkoordinasi, sebab salah satu anggota militer yakni Letkol Afri Budi Cahyanto ditangkap dalam OTT tersebut.
Saat koordinasi itu, tim Puspom TNI dilibatkan dalam proses gelar perkara. Dalam forum tersebut diputuskan bahwa seluruh yang terkait dalam OTT akan ditetapkan sebagai tersangka, berdasarkan kecukupan alat bukti.
"Dari tim kami terus terang keberatan kalau itu ditetapkan sebagai tersangka, khususnya yang militer. Karena kami punya ketentuan sendiri, punya aturan sendiri. Namun pada saat press conference ternyata statement itu keluar," kata Agung.
ADVERTISEMENT
TNI Datangi KPK
Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda TNI Agung Handoko (kanan) bersama Wakil Ketua KPK Johanis Tanak (kedua kiri) memberikan keterangan kepada wartawan usai melakukan pertemuan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/7/2023). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
Usai konferensi pers, rombongan TNI kemudian mendatangi KPK untuk meminta penjelasan. Pertemuan kemudian digelar di lantai 15 Gedung Merah Putih KPK.
Belum diketahui detail pembahasan dalam pertemuan itu. Namun, usai pertemuan, KPK bersama TNI menggelar konpers bersama di lobi Gedung Merah Putih.
Dalam konferensi pers itu, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyampaikan permintaan maaf kepada TNI, khususnya Panglima TNI Laksamana Yudo Margono. Ia menyebut ada kekhilafan yang dilakukan Tim OTT KPK.
"Kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan, bahwasannya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani," kata Johanis Tanak.
Dirdik KPK Mengundurkan Diri
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (19/6/2023). Foto: Putu Indah Savitri/ANTARA
Beberapa jam usai pernyataan Tanak, Brigjen Asep Guntur dikabarkan langsung mengajukan permohonan mengundurkan diri sebagai Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK sekaligus plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK.
ADVERTISEMENT
Informasi yang dihimpun kumparan, ia sudah menyampaikan ucapan pamit kepada koleganya. Berikut pesan Brigjen Asep yang beredar:
Sehubungan dengan polemik terkait OTT di Basarnas dan hasil pertemuan dengan jajaran POM TNI berserta JPU Mabes TNI. Di mana kesimpulannya dalam pelaksaan OTT dan penetapan tersangka penyidik melakukan kekhilafan dan sudah dipublikasikan di media.
Sebagai pertanggungjawaban saya selaku direktur penyidikan dan Plt deputi penindakan dengan ini saya mengajukan pengunduran diri. Karena itu bukti saya tidak mampu mengemban amanah sebagai direktur penyidikan dan Plt deputi penindakan.
Percayalah bapak ibu, apa yang saya dan rekan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum lakukan semata-mata dalam rangka penegakan hukum untuk memberantas korupsi
ADVERTISEMENT
KPK Ngaku Tak Terbitkan Sprindik Kabasarnas
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait penahanan eks Kepala Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (7/7/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
kumparan mendapat informasi bahwa pada saat gelar perkara, tim penyelidik hanya merekomendasikan 3 tersangka dari pihak swasta. Sementara dua orang dari TNI yang diduga menerima suap disarankan penanganannya dikoordinasikan secara koneksitas.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kemudian memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai proses yang terjadi dalam gelar perkara. Ia menyatakan KPK memang tidak menerbitkan sprindik Henri dan Afri.
"Dalam ekspose juga disimpulkan untuk oknum TNI penanganannya akan diserahkan ke Puspom TNI. Oleh karena itu KPK tidak menerbitkan sprindik atas nama anggota TNI yang diduga sebagai pelaku," kata Alex.
Namun, tidak ada penjelasan mengenai mengapa kemudian ada penyebutan 'KPK kemudian menaikkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan [5] Tersangka' dalam konferensi pers pada 26 Juli.
Alex hanya menjelaskan bahwa dalam gelar perkara, KPK turut melibatkan pihak PUSPOM TNI. Menurut dia, tidak ada penolakan atas penetapan 5 tersangka.
"Dalam gelar perkara yang dihadiri lengkap oleh penyelidik, penyidik penuntut umum, pimpinan dan juga diikuti oleh penyidik dari Puspom TNI tidak ada yang menolak atau keberatan untuk menetapkan 5 orang sebagai tersangka. Semua diberi kesempatan berbicara untuk menyampaikan pendapatnya," kata Alex.
ADVERTISEMENT
Berikut pernyataan lengkap Alex:
Dalam pasal 1 butir 14 KUHAP dijelaskan pengertian tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Dalam kegiatan tangkap tangan KPK sudah mendapatkan setidaknya 2 alat bukti yaitu keterangan para pihak yang tertangkap dan barang bukti berupa uang, serta bukti elektronik berupa rekaman penyadapan/percakapan. Artinya dari sisi kecukupan alat bukti sudah cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka.
Dalam gelar perkara yang dihadiri lengkap oleh penyelidik, penyidik penuntut umum, pimpinan dan juga diikuti oleh penyidik dari Puspom TNI tidak ada yang menolak/keberatan untuk menetapkan 5 orang sebagai tersangka. Semua diberi kesempatan berbicara untuk menyampaikan pendapatnya.
Dalam ekspose juga disimpulkan untuk oknum TNI penanganannya akan diserahkan ke Puspom TNI. Oleh karena itu KPK tidak menerbitkan sprindik atas nama anggota TNI yang diduga sebagai pelaku. Secara substansi/materiil sudah cukup alat bukti untuk menetapkan mereka sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
Secara administratif, nanti TNI yang menerbitkan sprindik untuk menetapkan mereka sebagai tersangka setelah menerima laporan terjadinya peristiwa pidana dari KPK. Saya tidak menyalahkan penyelidik/penyidik maupun jaksa KPK. Mereka sudah bekerja sesuai dengan kapasitas dan tugasnya. Jika dianggap sebagai kekhilafan itu kekhilafan pimpinan.
Belum ada pernyataan dari pihak TNI mengenai kehadiran penyidik Puspom dalam gelar perkara yang disebut KPK tidak keberatan soal penetapan tersangka.