Meutya: PP SE Pelindungan Anak Tak Batasi Anak Bermedsos, tapi Disesuaikan Usia

28 Maret 2025 20:36 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Komunikasi dan Digital Republik Indonesia, Meutya Hafid memberikan sambutan pada acara  Safer Internet Day 2025: Bermitra Bersama untuk Meningkatkan Keamanan Digital bagi Masyarakat Indonesia di Kantor Komdigi, Jakarta, Selasa (18/2/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Komunikasi dan Digital Republik Indonesia, Meutya Hafid memberikan sambutan pada acara Safer Internet Day 2025: Bermitra Bersama untuk Meningkatkan Keamanan Digital bagi Masyarakat Indonesia di Kantor Komdigi, Jakarta, Selasa (18/2/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, menjelaskan soal maksud dibuatnya Peraturan Pemerintah (PP) tentang Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak.
ADVERTISEMENT
Meutya mengatakan PP tersebut tidak membatasi anak bermain media sosial, tapi penundaan anak membuat akun media sosial secara mandiri.
“Jadi penundaan anak sesuai dengan tumbuh kembang untuk bisa memiliki akun mereka di sosial media secara mandiri," kata Meutya kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta, Jumat (28/3).
"Sekali lagi ini bukan pembatasan akses secara umum kalau anaknya menggunakan milik orang tua dengan pendampingan orang tua itu diperbolehkan,” jelasnya.
Politisi Golkar itu menyebutkan, dalam PP tersebut dijelaskan bahwa anak dalam bermain media sosial akan disesuaikan dengan tumbuh kembangnya.
Ilustrasi media sosial. Foto: Shutterstock
Ia melanjutkan, perkembangan anak itu tidak diukur oleh usia, melainkan diklasifikasikan dalam risiko-risiko menggunakan media sosial.
“Jadi anak itu sesuai Undang-undang di indonesia adalah anak sampai 18 tahun. Namun demikian apakah 18 tahun baru akan diberikan akses, nah kita tidak menerapkan pukul rata. Karena yang diperhatikan oleh tim kami adalah melihat tumbuh kembang anak,” paparnya.
ADVERTISEMENT
“Jadi kalau ada platform yang risikonya dianggap memiliki risiko rendah, maka pada tumbuh kembang anak di usia 13 tahun dianggap sudah bisa untuk melakukan akses mandiri,” kata dia.
Meutya menilai aturan tersebut memang berbeda dengan aturan serupa yang sudah diterapkan di beberapa negara lain. Ia menyebutkan, dalam PP tersebut juga memperhatikan kearifan lokal dalam penggunaan internet.
“Jadi ini mungkin yang berbeda dengan di negara-negara lain, karena kita itu dengan memperhatikan local wisdom begitu ya, bagaimana penggunaan internet di tanah air, bagaimana perilaku penggunaan internet di kalangan anak-anak, maka dalam PP yang kita keluarkan itu mengatur sesuai usia tumbuh kembang dengan juga risiko dari masing-masing platform,” tutup dia.