Lipsus Borok Sambo

Mewaspadai “Tikungan” Kasus Sambo (1)

22 Agustus 2022 13:03 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penyidik Tim Khusus Polri membawa Richard Eliezer Pudihang Lumiu ke suatu tempat pada akhir Juli 2022. Di hadapan Richard alias Bharada E, berjejer papan sasaran tembak.
Berdasarkan koordinasi Timsus Polri dengan Komnas HAM, Richard lalu diminta latihan menembak dengan Glock-17, pistol yang awalnya disebut ia pakai dalam baku tembak dengan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
“[Richard] dibawa [penyidik], dicoba suruh menembak,” ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik kepada kumparan, Selasa (16/8).
Dari hasil latihan menembak, Richard ternyata tidak mahir-mahir amat. Nilainya tak jauh beda dengan hasil latihan menembaknya saat menjalani pendidikan di Pusat Pendidikan Korps Brimob Watukosek, Jawa Timur.
“Dicek datanya, ternyata dia seorang murid sekolah yang dulu pelajaran menembaknya jelek. Disuruh [latihan] menembak, [hasil] tembakannya ngawur semua,” kata Taufan.
Ilustrasi latihan menembak. Foto: Shutterstock
Tujuan Timsus Polri mengetes kemampuan menembak Richard adalah untuk mematahkan rekaan Sambo dkk. Sebab, keterangan awal Richard yang merupakan arahan Sambo menyebutkan bahwa Brigadir Yosua tewas karena 5 tembakan Richard. Sebaliknya, 7 tembakan Yosua dari pistol HS-9 yang diarahkan ke Richard, seluruhnya meleset.
“[Penyidik Timsus lalu berkata], ‘Nyatanya kamu enggak bisa menembak dengan baik. Kok berani-beraninya mengaku kamu yang menembak [Yosua],’” kata Taufan menceritakan proses pemeriksaan Richard oleh Timsus.
Richard pun terpojok mendengar ucapan itu. Skor menembaknya yang buruk adalah fakta tak terbantahkan. Dari situ, ia perlahan mau membuka peristiwa yang sebenarnya. Terlebih, ia diberi tahu risiko ancaman penjara yang lama jika tak mau jujur. Ia juga dipertemukan dengan orang tuanya.
Bharada Richard Eliezer. Foto: Dok. Istimewa
Setelah mengalami pergolakan batin selama hampir sebulan, Richard akhirnya menceritakan tragedi berdarah di Duren Tiga secara terang-benderang dalam pemeriksaan tanggal 5 dan 6 Agustus.
Keterbukaan Richard itulah yang mengubah sepenuhnya jalan cerita kasus kematian Yosua, dari semula baku tembak menjadi pembunuhan berencana. Sambo yang diperiksa Komnas HAM seminggu kemudian, 12 Agustus, pun secara terbuka mengakui sebagai dalang pembunuhan Yosua.
“Saya salah, saya khilaf. Emosi saya tidak bisa dikendalikan. Tidak sepantasnya saya, seorang jenderal, tidak mampu menjaga emosi. Jadi saya salah. Saya siap diberi hukuman yang setimpal,” ucap jenderal bintang dua itu kepada tim pemeriksa Komnas HAM di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Tim Komnas HAM yang saat itu memeriksa Sambo ialah sang ketua, Ahmad Taufan Damanik; dua komisioner, Choirul Anam dan Beka Ulung Hapsara; serta tiga staf.
Saat diperiksa Komnas HAM selama sekitar satu jam, Sambo terus mengutarakan kekhilafannya telah membunuh Yosua. Ia sesekali menangis ketika disinggung soal keputusannya mengorbankan ajudannya yang paling junior, Bharada Richard Eliezer.
“Dia nangis, [bilang] ‘Saya salah, Pak. Saya akan berusaha memberikan kesaksian yang membuat Richard bisa bebas, atau kalau dihukum, [hukumannya] ringan,” kata Taufan menirukan ucapan Sambo.
Eks Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo. Foto: Dok Pribadi
Pengakuan Sambo bersama tiga orang lain yang menjadi tersangka—Bharada Richard, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf—sedianya sudah membuktikan bahwa baku tembak di Duren Tiga hanya rekaan semata.
Namun, semua pengakuan tersebut sebatas di tingkat penyidikan. Padahal, inti pembuktian kasus berada di ranah peradilan. Majelis hakimlah yang akan menentukan apakah Sambo terbukti merencanakan pembunuhan terhadap Yosua. Majelis hakim pula yang bakal menjatuhkan hukuman kepadanya.
Oleh sebab itu, Komnas HAM mewanti-wanti Polri untuk mengantisipasi “tikungan tajam” atau pembelokan kasus Sambo. Sebab, proses hukum hingga vonis hakim masih panjang. Jika kasus berbelok di tengah jalan, Sambo dikhawatirkan lepas dari hukuman atau hanya dihukum ringan.
“Kami ingatkan mereka (timsus Polri) supaya antisipasi segala kemungkinan. Jangan merasa sudah aman, selesai, [padahal] belum tentu. [Kalau] belok lagi, bubar semua. [Sambo] pasti menghadirkan pengacara hebat. Duitnya banyak,” kata Taufan.
Situasi Mako Brimob jelang pemeriksaan Ferdy Sambo oleh Komnas HAM, Kamis (11/8). Foto: Zamachsyari/kumparan
Kewaspadaan Komnas HAM bukan tanpa alasan. Sejak awal kasus mencuat, Sambo lihai menyusun cerita baku tembak, sampai-sampai kini sebanyak 83 personel Polri ikut terjerat kasus Yosua, dan 35 orang di antaranya diisolasi di tempat khusus.
“[Sambo] luar biasa pintar menyusun skenario. Bisa saja sekarang dia nangis-nangis seperti sudah enggak berdaya, besok tiba-tiba balik lagi [menyusun rencana lain],” kata Taufan.
Komisi Kepolisian Nasional juga menengarai potensi kasus Sambo berbelok tajam. Apalagi pengaruh Sambo di internal Polri kemungkinan masih ada meski mayoritas orang-orang dekatnya sudah dicopot dari jabatan mereka.
“Bisa jadi [pengaruh Sambo] masih ada. Tetapi kami mendesak untuk terus dikurangi, dihilangkan. Kalau nanti [Polri] masuk angin, ya kami pasti teriak,” ucap Komisioner Kompolnas Albertus Wahyurudhanto kepada kumparan, Jumat (19/8).
Kekhawatiran serupa dikemukakan pengacara keluarga Yosua, Nelson Simanjuntak. “Keragu-raguan itu tetap ada. Teori curiga itu wajib. [Awas Sambo], kalau kau menyimpang, hukum karma datang kepada kau.”
Ajudan Irjen Pol. Ferdy Sambo, Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E berjalan memasuki ruangan saat tiba di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (26/7/2022). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO

Kesaksian yang Vital

Kasus pembunuhan Yosua terbuka berkat berubahnya kesaksian Bharada Richard. Artinya, sejak kasus muncul pada 11 Juli sampai awal Agustus, kebohongan Sambo bertumpu pada Richard.
Komnas HAM pun berpesan agar keterangan Richard yang krusial juga dijaga. Jangan sampai kesaksian itu mendadak berubah di pengadilan karena alasan atau tekanan apa pun. Sebab, bukan hal mustahil keterangan saksi atau tersangka di persidangan tidak sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan. Mencabut BAP tak jarang terjadi.
“Kami bilang ‘Hati-hati.’ Kalau besok di persidangan Richard tiba-tiba menarik BAP, bagaimana?” ujar Taufan.
Sesuai Pasal 184 ayat (1) KUHAP, alat bukti yang sah untuk membuktikan tindak pidana terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Ilustrasi persidangan. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman Prof. Hibnu Nugroho menyatakan, keterangan di tingkat penyidikan berpotensi besar berubah di persidangan. Dan perubahan tersebut lumrah dalam proses hukum. Apalagi jika seorang saksi juga berstatus tersangka, hal itu tak memiliki dampak hukum.
Hal tersebut sesuai Pasal 52 KUHAP yang berbunyi, “Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.”
Dengan demikian, kata Hibnu, “Potensi mencabut masih dimungkinkan. Jangankan di penyidikan, di persidangan pun masih memungkinkan… Keterangan tersangka boleh dikatakan bernilai, atau tidak bernilai, karena bisa terjadi pengingkaran.”
Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia, Mudzakkir, mengiyakan.
“Pengakuan tersangka bisa bolak-balik, itu enggak ada sanksinya apa-apa. Mencabut keterangan juga enggak ada [ancaman hukuman untuk] keterangan palsu. [Tapi] kalau bukan tersangka, [bisa terancam hukuman jika memberikan] keterangan palsu,” timpalnya.
Irjen Ferdy Sambo. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Pertanyaannya: jika keterangan Sambo dkk berubah di persidangan, apakah akan berdampak terhadap pembuktian pembunuhan Brigadir Yosua?
Apabila kasus pembunuhan Yosua hanya bertumpu pada kesaksian para terdakwa yang bisa berbeda dengan BAP, maka pembuktian di persidangan akan sulit. Namun, Timsus Polri yang mengusut perkara ini dengan metode scientific crime investigation mengisyaratkan mempunyai alat bukti lain seandainya keterangan Sambo dkk berubah.
“Jadi kalaupun [BAP] dicabut, ada bukti yang lain,” kata Hibnu.
Ia dan Mudzakkir menyatakan, berubahnya keterangan seorang saksi sekaligus terdakwa di persidangan memang tidak membuat mereka terancam hukuman karena memberikan keterangan palsu. Namun, keterangan yang mempersulit proses hukum bisa membuat hukuman mereka lebih berat.
“Kalau sampai itu [kesaksiannya] bolak-balik [gonta-ganti], amat berpotensi membuat hukumannya lebih berat,” ucap Hibnu.
Mudzakkir mengiyakan. “Kalau mencla-mencle, tidak kooperatif, ‘hadiahnya’ pemberatan hukuman. Tapi sebaliknya, kalau mengakui secara jujur, pengakuan itu diberi penghargaan dengan pengurangan hukuman.”
Warga melintas di depan rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Rabu (13/7/2022). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Sejauh ini Timsus Polri menyatakan bahwa para tersangka dijerat bukan hanya berdasarkan keterangan saksi, tapi juga bukti-bukti seperti keterangan ahli balistik metalurgi forensik, kedokteran forensik, dan rekaman CCTV.
Andai pun para tersangka mengubah keterangan, keterlibatan Sambo sebagai aktor utama pembunuhan Brigadir Yosua tetap sulit dielakkan. Sebab, berdasarkan hasil penyidikan di tempat kejadian perkara, ditemukan peluru yang teregistrasi sebagai milik Ferdy Sambo.
“Saya juga dapat info itu,” kata Komisioner Kompolnas Wahyurudhanto.
Wahyu mengatakan, bukti lain yang bisa mematahkan cerita baku tembak Sambo ialah titik tembakan. Saat mengikuti olah TKP bersama Komnas HAM, kata Wahyu, tim Puslabfor Mabes Polri menjelaskan sejumlah titik tembakan yang janggal dan tak masuk akal.
Selain itu, menurut Komnas HAM, apabila skenario baku tembak memang terjadi, Richard pasti terkena tembakan lantaran berada di bordes tangga. Richard pun tidak akan mudah menembak Yosua karena terhalang plafon yang agak menurun.
“Kalau dicek di lapangan dibilang tembak menembak enggak mungkin, karena di situ ada plafon yang agak turun. Pasti orang di atas [tangga] terhalang plafon. Orang yang di atas tangga sebenarnya justru lebih rawan tertembak karena ter-framing dengan sisi-sisi bangunan. Sementara [orang] di bawah terbuka, lebih rumit ditembaknya,” jelas Ketua Komnas HAM, Taufan Damanik.
CCTV di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Sabtu (23/7/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

Alat Bukti Kuat

Alat bukti lain yang sangat krusial dalam kasus Yosua ialah rekaman CCTV, khususnya di rumah dinas Sambo. Sesuai Pasal 184 ayat (1) KUHAP, CCTV termasuk alat bukti petunjuk. Saat kasus mulai mencuat, CCTV di rumah dinas Sambo disebut rusak sejak dua minggu sebelum kejadian.
Namun, Jumat (19/8), Direktur Reserse Kriminal Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi menyatakan, CCTV vital yang menggambarkan kejadian sebelum, sesaat, dan sesudah insiden berdarah di Duren Tiga sudah ditemukan.
Ia tak menyebut lokasi persis CCTV vital yang dimaksud, apakah di rumah dinas atau di sekitarnya. Namun, saat menjelaskan alat bukti yang menjerat istri Sambo, Putri Candrawathi, sebagai tersangka, Brigjen Andi menyebut lokasi CCTV vital berada di pos satpam yang bersebelahan dengan rumah dinas.
CCTV di pos satpam tersebut sebelumnya dinyatakan rusak tersambar petir.
Polisi saat prarekonstruksi di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Sabtu (23/7/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Hibnu dan Mudzakkir berpendapat, alat bukti CCTV dapat makin memperkuat bukti pembunuhan berencana terhadap Yosua. Itu sebabnya Polri perlu—dan diyakini sudah—mengumpulkan seluruh CCTV yang bisa merangkai sekuens pembunuhan Yosua, khususnya di rumah dinas Sambo.
“Bukti petunjuk yang paling kuat di kasus ini adalah CCTV di rumah dinas yang disebut rusak. Kalau bisa dipulihkan atau ditemukan, [CCTV itu] sangat krusial untuk mengantisipasi kalau ada pembelokan kasus,” jelas Hibnu.
Berbagai alat bukti yang dimiliki Timsus Polri sudah cukup kuat untuk menjerat Sambo. Walau demikian, kesaksian Richard yang kini menjadi justice collaborator tetap penting untuk dijaga sampai persidangan. Maka, Komnas HAM meminta Polri betul-betul menjaga keselamatan Richard.
“Orang yang sudah sangat pintar seperti [Sambo] ini kita harus hati-hati. Polisi setuju dengan itu, termasuk harus menjaga Bharada E. Bukan satu-dua kasus di mana saksi kunci seperti Bharada E tiba-tiba mati, sehingga hilang semua kasusnya. Dulu kasus Munir begitu, sehingga sulit penyidik membuktikan,” kata Taufan.
Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik memberikan keterangan mengenai pemanggilan 7 ajudan di Komnas HAM, Jakarta, Selasa (26/7/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Kekhawatiran serupa sempat diutarakan Menko Polhukam Mahfud MD dalam konferensi pers usai penetapan Sambo sebagai tersangka. Mahfud meminta Polri memperketat perlindungan terhadap Richard.
“Saya juga sampaikan agar Polri memfasilitasi LPSK untuk memberi perlindungan kepada Bharada (E) agar dia selamat dari penganiayaan, dari racun, atau dari apa pun,” ucap Mahfud.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban telah memberikan perlindungan terhadap Richard maupun keluarganya terhitung sejak 13 Agustus.
“Perlindungan yang diberikan LPSK tidak hanya menyangkut saksi atau korban… Kami juga bisa berikan perlindungan kepada keluarga, termasuk keluarga [Bharada] E," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo, Senin (15/8).
Namun, perlindungan maupun status justice collaborator yang didapat Richard bisa dicabut apabila keterangannya tak konsisten dan mempersulit proses pembuktian di persidangan.
“Status justice collaborator itu bukan status permanen… Bisa dicabut, dibatalkan, tidak berlaku, apabila orang tersebut—saksi pelaku—tidak konsisten memberikan keterangan,” tutup Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten