Milisi Bersenjata Sudan Dituding Jadi Pelaku Perkosaan hingga Pembunuhan Massal

29 Oktober 2024 14:30 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Orang-orang yang melarikan diri dari kota Singa, ibu kota negara bagian Sennar di tenggara Sudan, tiba di Gedaref di bagian timur negara yang dilanda perang, Selasa (2/7/2024). Foto: AFP
zoom-in-whitePerbesar
Orang-orang yang melarikan diri dari kota Singa, ibu kota negara bagian Sennar di tenggara Sudan, tiba di Gedaref di bagian timur negara yang dilanda perang, Selasa (2/7/2024). Foto: AFP
ADVERTISEMENT
Milisi Sudan dituduh membunuh, memperkosa, menjarah dan membakar rumah warga setempat. Aksi itu dilakukan saat penyerangan selama delapan hari di sejumlah desa di selatan ibu kota Khartoum.
ADVERTISEMENT
Laporan PBB, pelaku aksi pelanggaran HAM berat itu adalah kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF). Mereka meningkatkan serangan ke warga sipil di el-Gezira sejak 20 Oktober 2024 lalu.
Jaringan Dokter Sudan pada kesempatan terpisah menyebut, pada Sabtu pekan lalu pasukan RSF menewaskan 124 warga di desa al-Suhra. Puluhan warga lainnya terluka akibat serangan serupa.
Orang-orang yang melarikan diri dari kota Singa, ibu kota negara bagian Sennar di tenggara Sudan, beristirahat di sebuah kamp darurat setelah tiba di Gedaref di bagian timur negara yang dilanda perang, Selasa (2/7/2024). Foto: AFP
Adapun laporan PBB turut mengungkap 47 ribu orang kehilangan rumah selama sepekan terakhir. Puluhan ribu orang itu terpaksa mengungsi ke negara bagian lain di Sudan.
PBB menyatakan, total ada 30 desa di Sudan yang diserang RSF.
RSF diketahui beberapa waktu terakhir kehilangan sejumlah area penting di sekitar ibu kota Khartoum. Area itu berhasil direbut militer Sudan.
ADVERTISEMENT
Kedua pihak itu bertempur di Sudan sejak April 2023. Akibatnya krisis kemanusiaan besar terjadi di Sudan.
Koordinator kemanusiaan PBB, Clementine Nkweta-Salami, menyebut RSF kini melakukan tindakan kekerasan kepada sejumlah kelompok etnis di Sudan.
"Saya kaget dan sangat terkejut dengan pelanggaran kemanusiaan dari apa yang kami lihat di Darfur tahun lalu, seperti perkosaan, penyerangan ditargetkan, kekerasan seksual dan pembantaian massal, terulang kembali di negara bagian el-Gezira," kata Nkweta-Salami seperti dikutip dari The Guardian.
"Ini adalah kejahatan yang terlampau kejam," sambung dia.