news-card-video
25 Ramadhan 1446 HSelasa, 25 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

Militer Sudan Rebut Kembali Istana Presiden dari Pemberontak

22 Maret 2025 11:55 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presidential Palace di Khartoum Sudan. Foto: Ashraf Shazly/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Presidential Palace di Khartoum Sudan. Foto: Ashraf Shazly/AFP
ADVERTISEMENT
Militer Sudan merebut kembali istana presiden di ibu kota Khartoum pada Jumat (21/3). Selama lebih dari dua tahun, bangunan itu dikuasai kelompok paramiliter RSF.
ADVERTISEMENT
RSF dan Militer Sudan adalah pihak yang terlibat perang saudara di negara Afrika itu. Puluhan ribu orang warga tewas akibat perang.
Parahnya lagi, setengah populasi di ibu kota Khartoum terpaksa meninggalkan rumahnya akibat perang saudara.
Meski sudah merebut istana, sebagian besar ibu kota masih dikuasai RSF. Sedangkan seluruh wilayah Sudan sampai sekarang penguasanya masih terpecah antara Militer Sudan dan RSF.
Informasi mengenai direbut kembali istana disampaikan seorang sumber di Sudan kepada kantor berita Prancis, AFP. Kabar itu dikonfirmasi Menteri Informasi Khalid al-Aiser.
Dia mengatakan, terdapat sejumlah korban jiwa saat pertempuran merebut istana pecah. Tak disampaikan detail berapa korban jiwa.
“Produser TV, jurnalis video dan sopir termasuk korban jiwa,” ucap al-Aiser seperti dikutip dari AFP.
ADVERTISEMENT
RSF telah mengeluarkan keterangan terkait istana kepresidenan. Meski tak mengakui istana sudah direbut, RSF menyatakan bahwa pertempuran sengit pecah di sana.
“Sebanyak 89 personel musuh terbunuh dan berbagai kendaraan militer hancur,” kata RSF.
“Pertempuran di Istana Republik belum selesai. Pejuang kami masih berada di sekitar sana,” sambung RSF.
Adapun Panglima Militer Sudan, Abdel Fattah al-Burhan, menegaskan mereka tak mau negosiasi dengan RSF. Al-Burhan menyatakan akan menyelesaikan perang saudara di Sudan dengan membasmi RSF yang dipandangnya sebagai pemberontak.
“Selama mereka membawa senjata, menduduki rumah-rumah warga, menebar ketakutan kepada masyarakat setiap hari, kita tidak punya kata-kata atau kedamaian untuk mereka,” tegas al-Burhan.