Minimnya Upah Barista dan Kemampuan Melayani Konsumen Jadi Persoalan

23 Juni 2019 1:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Barista Membuat Kopi Foto: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Barista Membuat Kopi Foto: pixabay.com
ADVERTISEMENT
Aktivitas nongkrong di kedai kopi belakangan ini tengah menjadi tren di kalangan remaja. Jawa Barat termasuk salah satu daerah yang banyak ditemukan remaja nongkrong di kedai kopi. Sejumlah kedai kopi dengan berbagai variannya yang juga didirikan oleh sebagian besar remaja memenuhi sepanjang jalanan terutama di pusat kota seperti Bandung.
ADVERTISEMENT
kumparan mencoba menyambangi salah satu kedai kopi yang ada di kawasan Bandung yakni 578 Coffee Lab. Disana kumparan berbincang dengan pendiri 578 Coffee Lab, Andika Yuwono. Andika menceritakan bagaimana kemajuan bisnis kedai kopi di Jabar, Indonesia bahkan dunia dalam kurun waktu 10 tahun ke belakang. Menurutnya, bisnis kedai kopi terus mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Andika menambahkan, bisnis kopi belakangan ini didominasi oleh sektor informal seperti UMKM. Ada pun di Bandung, terdapat sekitar 600 kedai kopi berdasarkan data kasar yang dimilikinya.
"Bisnis kedai kopi semakin tumbuh kebanyakan masih sektor informal karena UMKM-UMKM kecil dan itu tumbuh di mana-mana. Di Bandung sendiri sekitar kalau data kasar sekitar 600-an tiap hari ada yang tutup dan tiap hari ada yang buka," kata Andika di Jalan Cihampelas, Kota Bandung, Sabtu (22/6).
com-Kini kamu bisa nongkrong dengan lebih hemat. Foto: Shutterstock
Namun, seiring perkembangan bisnis kedai kopi, Andika menyoroti kemampuan yang dimiliki oleh para pebisnis kedai kopi. Ia beropini masih banyak pemilik kedai kopi yang belum bisa memuaskan selera pembeli atau konsumen.
ADVERTISEMENT
"Problemnya adalah sebetulnya ada dua hal yang kami lihat di sektor kafenya ya yang satu adalah skill. Skill kenapa harus tumbuh? Karena kembali lagi bahwa ini menjadi tren kerewelan-kerewelan dari customer yang mulai menuntut ini itu dengan fasilitas ini itu," ungkap dia.
Di sisi lain, Andika juga turut menyoroti para penyaji kopi atau dikenal dengan istilah barista yang menurutnya masih memiliki persoalan pelik. Menurut dia, seorang barista seharusnya berusia maksimal 35 tahun. Sebab, mereka dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan penikmat kopi yang kebanyakan didominasi oleh anak muda.
Barista Starbucks Foto: iccmande
Oleh sebab itu, Andika menilai perlu disiapkan strategi exit-permit kepada barista agar posisi itu tetap diisi oleh pekerja yang berusia di bawah 35 tahun. Selain itu, perlu disiapkan strategi atau modal agar barista yang telah berusia lebih dari 35 tahun dapat mengembangkan dirinya dan karier kedepannya.
ADVERTISEMENT
"Kita harus siapkan skema exit-permit dia (barista) lah kira-kira strateginya. Dalam 35 tahun dia ngapain gitu karena nggak mungkin lagi dia akan menjadi barista," ucap dia.
"Karena consumernya juga anak-anak muda 'ah, baristanya juga nggak asik'. Jadi ini yang jadi problem," tambah dia.
Terlepas dari itu, Andika mengakui modal untuk mengembangkan diri itu akan sulit dimiliki karena upah yang diterima oleh barista terbilang kecil. Andika membeberkan sekitar 95 persen upah yang diterima oleh barista masih di bawah UMK dan hanya 1 persen saja yang sudah memiliki upah di atas UMK.
"Dari penyiapan strategi itu juga balik lagi ke modal bagaimana orang bisa berkembang ke depan kalau kita sebutin aja jujur lah kalau saya hitung gaji barista hanya sekitar 95% itu di bawah UMK sementara 4% sekitar UMK dan di atas sekitar 1% di atas," tutur Andika.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil saat memberikan sambutan pada walini tunnel Break throught di dekat terowongan yang baru tersambung pertama untuk kereta cepat Jakarta- Bandung. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Tanggapan Gubernur Jabar
ADVERTISEMENT
Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengakui masih adanya pekerja (barista) yang memiliki upah di bawah standar. Menurutnya, masalah ini memang perlu diteliti dan segera diperbaiki.
Selain itu, Kang Emil -sapaan akrab Ridwan Kamil- menegaskan, di Jabar tidak boleh ada masyarakat yang tetap berada dalam kemiskinan sementara yang lainnya terus mendulang kekayaan. Ia tengah berupaya agar masalah ini dapat segera terselesaikan.
"Kalau tadi dibilang masih banyak di bawah upah minium regional (UMR) maka kita harus perbaiki kita teliti masalah marketnya di mana," kata Kang Emil.
"Tapi tidak boleh ada yang tertinggal. Yang kaya makin kaya silahkan tapi yang daerah menengah bawah juga harus terbawa kesejahteraannya," tukas dia.