Miras, Zina, dan Rokok Membayangi Mahasiswa Indonesia di Al-Azhar Kairo

20 Juni 2024 13:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Lewat podcast Diptalk di Youtube kumparan, M. Nuruddin, mahasiswa S3 Al-Azhar Kairo mengungkapkan bahwa kuliah di Ibu Kota Mesir itu banyak godaannya. Apa yang disampaikan Nuruddin dibenarkan oleh mahasiswa RI lainnya.
ADVERTISEMENT
Nuruddin mengatakan, godaan yang dimaksud bukan cuma soal malas kuliah, tapi juga hal-hal yang menjauhkan mereka dari aturan-aturan agama.
"Ketika saya mengatakan godaan ini, maknanya general, orang sudah bisa berimajinasilah. Kalau anak ke remaja itu apa aja, sih, godaannya sudah kebayang," kata Nuruddin.
Dia menambahkan saat ini ada 15 ribuan mahasiswa Indonesia di Kairo. Jumlah belasan ribu adalah imbas dari pembeludakan pengiriman mahasiswa Indonesia untuk belajar ke Al-Azhar.
Karena itu Nuruddin mendesak otoritas yang berwenang lebih memperketat seleksi pengiriman calon mahasiswa Indonesia ke Al-Azhar Kairo.
Diptalk bersama Mohammad Nurudin. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

Godaan di Kairo

Menurut Syarif Hidayatullah, seorang mahasiswa Al-Azhar tingkat empat asal Tenggeles, Kudus, ada realitas atau godaan yang dihadapi oleh para mahasiswa Indonesia di sana.
ADVERTISEMENT
Rokok adalah salah satu isu yang cukup menarik perhatiannya. Meski di Mesir ada fatwa yang mengharamkan merokok, tidak ada pengawasan ketat dari pemerintah atau pihak kampus.
Syarif mengatakan, merokok adalah hal yang umum dan dapat dilakukan di banyak tempat, termasuk di pinggir jalan dan kampus. Namun, mahasiswa Indonesia memiliki sikap yang berbeda.
Syarif Hidayatullah (26), Mahasiswa Universitas Al-Azhar Kairo asal Kota Kudus, Jawa Tengah. Foto: Dok. Pribadi
"Kalau ngerokok sebenarnya ada polisi moralnya sendiri, di kita sendiri ada polisi moralnya sendiri. Paling sesama kita sendiri yang menegur," kata Syarif kepada kumparan, Kamis (20/6).
Selain rokok, godaan yang lebih serius adalah mengenai miras dan perzinaan. Syarif mengungkapkan bahwa akses terhadap miras di Kairo sangat mudah karena tidak ada pengawasan ketat.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa ia sendiri tidak pernah melihat mahasiswa yang mabuk di sekitar kampus.
ADVERTISEMENT
"Ibu kota itu sangat bebaslah. Ibu kota semuanya ada. Apa aja ada. Itu bisa kamu akses semua," ucapnya.
Orang-orang berjalan melewati gerbang Bab al-Zuweila yang berusia hampir 1.000 tahun, pintu masuk selatan ke kota bersejarah Kairo, Mesir. Foto: Amr Abdallah Dalsh/REUTERS
Lebih jauh, Syarif bercerita bahwa keberadaan kelab malam dan tempat-tempat hiburan di Kairo sangat mudah untuk diakses.
"[Kelab malam] Ada, ibu kota, bos hahaha," terangnya.

Deportasi Kultural

Selain itu, perzinaan juga menjadi masalah yang cukup serius di sana. Meskipun Syarif tidak bisa memastikan seberapa masif masalah ini di kalangan mahasiswa Indonesia, ia mengakui bahwa perzinaan memang terjadi.
"Kalau aku bilang enggak ada itu, ya, seolah-olah aku goblok, ya. Kalau ada pun, ada," ujarnya.
Syarat ikut seleksi Universitas Al-Azhar Kairo yang diadakan oleh Kemenag RI Foto: Dok Kemenag RI
Organisasi kekeluargaan mahasiswa Indonesia di Kairo berperan penting dalam menangani isu ini. Organisasi-organisasi tersebut memiliki cara tersendiri dalam mengatasi masalah perzinaan. Jika ada mahasiswa yang ketahuan melakukan zina, biasanya akan ada sanksi sosial yang dikenal sebagai "deportasi secara kultural".
ADVERTISEMENT
"Itu biasanya dideportasi secara kultural, istilahnya kalau di sini. Bukan dideportasi secara negara, ya. Karena untuk membuktikan zina atau enggak, kan, sulit, ya. Cuma kalau emang udah parah, udah parah itu, ya, kaya udah tersebar, udah ditanganilah," jelas Syarif.
Sanksi tersebut biasanya berupa pemulangan mahasiswa yang bersangkutan ke Indonesia, bukan karena perintah dari pihak kampus atau pemerintah Mesir, tetapi karena tekanan dari organisasi kekeluargaan.
"[Bukan Al-Azhar yang memulangkan] Bukan. Organisasi kitanya sendiri," ujar Syarif.