Mirisnya Kondisi SD Joni, Tak Seindah Cerita Panjat Tiang Bendera

15 September 2018 18:00 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kondisi SD Kelas Jauh Halimuti, Desa Silawan, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (15/9/2018). (Foto: Sheila Yunani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi SD Kelas Jauh Halimuti, Desa Silawan, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (15/9/2018). (Foto: Sheila Yunani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Masih ingat Johannes Adekalla alias Joni? Aksi nekat bocah SMP Negeri Silawan, Atambua, NTT rasanya sulit untuk dilupakan. Joni menuai banyak pujian setelah berani memanjat tiang bendera untuk memperbaiki tali yang tersangkut saat upacara peringatan HUT ke-73 RI di Pantai Motaain, Belu.
ADVERTISEMENT
Apresiasi dan pujian pun datang silih berganti. Berkat aksi heroiknya tersebut, Joni diberikan beragam hadiah. Mulai dari tiket Pembukaan Asian Games 2018, hingga janji beasiswa dan hadiah dari berbagai pihak.
Namun, nasib baik seperti yang dialami Joni nampaknya tidak berpihak pada sekolah tempat Joni mengenyam pendidikan dasar. Joni sempat bersekolah selama tiga tahun di SD Kelas Jauh Halimuti, Desa Silawan, Tasifeto Timur, Belu, Nusa Tenggara Timur. Saat ini kondisi SD tersebut cukup memprihatinkan.
Joni (kedua kiri), pemanjat tiang bendera bersama Menpora Imam Nahrawi di Kemepora, Jakarta, Sabtu (18/8/2018). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Joni (kedua kiri), pemanjat tiang bendera bersama Menpora Imam Nahrawi di Kemepora, Jakarta, Sabtu (18/8/2018). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
kumparan sempat berbincang kepada dua orang relawan dari Komunitas Sahabat Muda Peduli yang menjadi tenaga pengajar di SD Kelas Jauh Halimuti untuk mengetahui kondisi terkini dari SD tersebut. Ia adalah Sheila Yunani dan Nindya Wulandari. Keduanya sepakat, selain kondisi gedung yang cukup memprihatinkan, minimnya tenaga pengajar semakin memperburuk kondisi SD tersebut.
ADVERTISEMENT
SD Kelas Jauh Halimuti merupakan SD yang menginduk pada SDI Motaain dan baru dibangun pada tahun 2012. Jarak SDI Motaain yang dinilai terlampau jauh dari Desa Silawan menjadi alasan warga sekitar untuk membangun SD Kelas Jauh Halimuti ini. Saat ini, SD Kelas Jauh Halimuti memiliki total 67 murid dari kelas 1 hingga 6 dan hanya memiliki 7 orang tenaga pengajar.
Kondisi SD Kelas Jauh Halimuti, Desa Silawan, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (15/9/2018). (Foto: Sheila Yunani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi SD Kelas Jauh Halimuti, Desa Silawan, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (15/9/2018). (Foto: Sheila Yunani/kumparan)
Terdapat dua bangunan utama dari SD Kelas Jauh Halimuti. Pertama, bangunan semi permanen yang dindingnya terbuat dari bambu, beratap jerami dan berlantai semen untuk kelas 1,2, dan 3. Kedua, bangunan permanen seluas 3x4 m tanpa kaca jendela untuk kelas 4, 5, dan 6. Masing-masing bangunan hanya diberi penyekat seadanya untuk membagi bangunan tersebut menjadi 3 bagian.
ADVERTISEMENT
‘’Antar kelas gak ada penyekat yang proper, suara dari kelas lainnya masih terdengar, makannya jangan heran kalau pemahaman mereka lebih rendah dibandingan anak-anak di kota,” ujar Sheila.
‘’Selama kita ngajar belum pernah hujan, tapi kalau siang hari di sana ya suasana belajarnya panas,” tambah Nindya.
Kondisi SD Kelas Jauh Halimuti, Desa Silawan, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (15/9/2018). (Foto: Sheila Yunani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi SD Kelas Jauh Halimuti, Desa Silawan, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (15/9/2018). (Foto: Sheila Yunani/kumparan)
SD Kelas Jauh Halimuti juga memiliki satu bangunan khusus untuk kamar mandi. Sayangnya, tidak ada air yang mengalir ke kamar mandi tersebut. Akibatnya, kamar mandi ini tidak dapat dipergunakan.
‘’Saya jarang lihat anak-anak buang air selama sekolah, gak tau ditahan atau gimana, tapi sejauh ini saya jarang lihat anak-anak ke gedung itu,’’ ujar Nindya.
Selain kondisi gedung dan kamar mandi, kualitas tenaga pengajar di SD Kelas Jauh Halimuti ini juga cukup memprihatinkan. Dari 7 guru yang mengajar di SD tersebut, 2 diantaranya adalah PNS, sementara sisanya adalah pengajar honorer. Ketujuh guru tersebut mengajar semua pelajaran di semua tingkatan kelas. Menurut Sheila dan Nindya, metode mengajar dan media yang mereka gunakan tidak up to date.
Kondisi SD Kelas Jauh Halimuti, Desa Silawan, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (15/9/2018). (Foto: Sheila Yunani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi SD Kelas Jauh Halimuti, Desa Silawan, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (15/9/2018). (Foto: Sheila Yunani/kumparan)
“‘Bahasa Inggris sama sekali belum diajarkan, minimnya alat peraga dan buku-buku di SD ini sudah lusuh. Pas kita kesana, anak-anak senang sekali waktu kita nyanyi-nyanyi dan pakai alat peraga,’’ cerita Nindya.
ADVERTISEMENT
Menurut Nindya, sejauh ini belum ada keluhan dari murid-murid atas kondisi tempat mereka belajar. Ia justru menilai murid-murid di SD Kelas Jauh Halimuti memiliki semangat nasionalisme yang tinggi.
Kondisi SD Kelas Jauh Halimuti, Desa Silawan, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (15/9/2018). (Foto: Nindya wulandari/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi SD Kelas Jauh Halimuti, Desa Silawan, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (15/9/2018). (Foto: Nindya wulandari/kumparan)
“Karena posisi sekolah yang berada di pos lintas batas, terdapat banyak tentara yang sering mengajar mereka baris-berbaris, upacara, dan soal merah putih. Jadi sangat kental nuansa nasionalisme disana’’ jelas Nindya.
Namun, Sheila dan Nindya sama-sama sepakat bahwa SD Kelas Jauh Halimuti memerlukan bantuan untuk memperbaiki kondisi bangunan sekolah dan kualitas pendidikan. Kepala Sekolah juga memiliki harapan khusus agar SD Kelas Jauh Halimuti dapat berdiri sendiri dan tidak lagi menjadi cabang dari SDI Motaain. Ketiganya berharap sekolah-sekolah di perbatasan bisa mendapat perhatian lebih dari pemerintah dan juga masyarakat.
ADVERTISEMENT