Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
ADVERTISEMENT
Kapal kargo KM Bahtera Mega tenggelam di Perairan Timur Masalembu, Jawa Timur. Saat kejadian cuaca dalam kondisi buruk.
ADVERTISEMENT
Dalam insiden ini satu orang nakhoda atas nama Tri Hernanto dilaporkan hilang. Sementara 20 ABK selamat.
Kantor UPP Masalembu Wilker, mengatakan dari keterangan ABK, sekitar pukul 21.00 WIB mereka mengalami gangguan berupa cuaca buruk dan kapal bocor. Mereka lalu mengirimkan sinyal darurat, berharap ada kapal lain yang merespons.
"Pada pukul 21.00 WIB, mereka sudah mengirimkan sinyal darurat. Kemudian pada pukul 12.00 WIB kondisi kapal mulai memburuk hingga pukul 01.00 WIB pada Selasa dini hari kapal sudah tenggelam," kata Wilker kepada kumparan, Rabu (11/12).
Wilker menyebut, saat itu kapal cepat dari Pelindo sudah berada di lokasi merespons sinyal darurat. Namun, belum diketahui nasib nakhoda saat kapal tenggelam, apakah sudah keluar dari kapal atau belum.
ADVERTISEMENT
'Segitiga Bermuda' di Masalembu
Kecelakaan ini menambah catatan kecelakaan transportasi di perairan yang disebut ‘Segitiga Bermudanya Indonesia’ ini.
Segitiga Masalembu, yang terletak di Laut Jawa, memang dikenal dengan kondisi perairan yang penuh tantangan dan sering menjadi lokasi kecelakaan laut dan udara.
Fenomena alam yang terjadi di wilayah ini bisa membuat transportasi udara dan laut menjadi lebih berisiko, terutama bagi kapal dan pesawat yang melintasi kawasan tersebut.
Peneliti Pusat Riset Oseanografi BRIN, Adi Purwandana, menjelaskan bahwa Segitiga Masalembu terletak di daerah pertemuan antara perairan laut dangkal dan laut dalam.
Perbedaan kedalaman antara Laut Jawa di sebelah barat Masalembu (kurang dari 50 meter) dan perairan Laut Flores di sebelah timur (lebih dari 500 meter) menciptakan fenomena atmosfer yang sangat berbahaya.
ADVERTISEMENT
“Di perairan dangkal, intensitas pemanasan air yang lebih cepat dapat mengarah pada pembentukan awan hujan yang intens. Hal ini menyebabkan tekanan udara yang lebih rendah, yang kemudian menciptakan turbulensi. Jika pesawat melintas di daerah ini, perbedaan tekanan udara tersebut dapat menimbulkan guncangan yang cukup kuat,” jelas Adi kepada kumparan, Rabu (11/12).
Adi lalu menyebut fenomena cuaca ekstrem ini sangat terasa pada musim barat, yang terjadi antara Desember hingga Maret, ketika pembentukan awan hujan menjadi lebih intensif. Perbedaan tekanan udara dan pola angin yang berubah arah saat pergantian musim juga berkontribusi pada turbulensi yang semakin besar.
Selain itu, fenomena oseanografi lainnya yang terjadi di perairan Masalembu adalah arus lintas Indonesia (Arlindo), yang mengalir dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia. Arus ini berinteraksi dengan arus dari Laut Jawa dan menciptakan pengacakan arus yang bisa menimbulkan turbulensi vertikal dan horizontal.
ADVERTISEMENT
“Di daerah ini, kapal dengan tonase kecil sangat rentan terhadap gangguan arus yang tidak terduga, yang bisa membuat perjalanan menjadi sangat tidak stabil dan berbahaya,” ungkap Adi.
Meskipun wilayah Masalembu terkenal karena potensi kecelakaan, di balik itu ada juga manfaat besar yang tersembunyi. Kawasan ini, dengan fenomena upwelling dan turbulensinya, juga merupakan salah satu perairan tersubur di Indonesia yang kaya akan sumber daya ikan.
Selain Masalembu, Ini Dua ‘Segitiga Bermuda’ Lainnya di Dunia
Perairan Masalembu terkenal sebagai ‘Segitiga Bermudanya Indonesia’ karena fenomena atmosfernya yang ekstrem. Namun, tahukah kamu di dunia ada 2 perairan lain yang serupa dengan Masalembu?
Peneliti Pusat Riset Oseanografi BRIN, Adi Purwandani menjelaskan, dua kawasan perairan tersebut adalah Segitiga Bermuda di Atlantik dan Segitiga Formosa.
ADVERTISEMENT
“Dua kawasan perairan berbumbu mistis lainnya adalah Segitiga Bermuda di kawasan barat-tropis Samudera Atlantik dan Segitiga Formosa, di kawasan barat-tropis Samudera Pasifik,” jelasnya kepada kumparan pada Rabu (11/12).
Menurut Adi, kedua perairan ini memiliki proses interaksi laut hingga atmosfer yang identik. Terdapat pemanasan lapisan atas samudera di wilayah ekuator masing-masing lautan itu.
“Kedua zona perairan ini memiliki proses interaksi laut-atmosfer yang identik, yakni terkait pemanasan lapisan atas samudera di wilayah ekuator di masing-masing samudera,” jelasnya.
Lalu, akibat adanya pengaruh angin pasat yang mengarah ke ekuator dan dibelokkan ke barat, dua segitiga ini memiliki ‘kolam air panas’.
“Akibat pengaruh angin pasat yang bergerak ke arah ekuator dan dibelokkan ke barat, maka massa air bersuhu tinggi di lapisan permukaan ini akan terbawa ke sisi barat samudera," katanya.
ADVERTISEMENT
"Sehingga menghasilkan ‘kolam air panas’ di wilayah tropis Samudera Pasifik dan Atlantik bagian barat,” tutur Adi.
Dengan begitu pembentukan awan hujan di kawasan tersebut lebih intensif. Hasilnya tekanan udara di atmosfer terpengaruhi oleh fenomena itu.