MK Beri Waktu 2 Tahun Pemerintah Ganti Wamen yang Rangkap Jabatan

28 Agustus 2025 17:17 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
MK Beri Waktu 2 Tahun Pemerintah Ganti Wamen yang Rangkap Jabatan
Mahkamah Konstitusi memberikan jeda waktu selama dua tahun bagi pemerintah untuk mengganti para wakil menteri (Wamen) yang merangkap jabatan.
kumparanNEWS
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi memberikan jeda waktu selama dua tahun bagi pemerintah untuk mengganti para wakil menteri (Wamen) yang merangkap jabatan. Dalam putusan terbaru, MK menyatakan bahwa wamen dilarang rangkap jabatan, termasuk jadi komisaris BUMN.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, saat membacakan pertimbangannya untuk gugatan uji materiil perkara nomor 128/PUU/XXIII/2025, di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (28/8).
MK menilai, tenggang waktu tersebut perlu diberikan kepada pemerintah untuk menghindari kekosongan hukum maupun ketidakpastian dalam implementasi putusan.
"Mahkamah memandang perlu memberikan tenggang waktu (grace period) bagi pemerintah untuk melakukan penyesuaian terhadap ketentuan larangan rangkap jabatan wakil menteri tersebut," ujar Hakim Enny, membacakan pertimbangan putusan.
"Oleh karena itu, Mahkamah mempertimbangkan diperlukan masa penyesuaian dimaksud paling lama dua tahun sejak putusan a quo diucapkan," jelas dia.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengikuti sidang perdana perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Hakim Enny menyatakan, jeda waktu tersebut dirasa cukup bagi pemerintah untuk membenahi penggantian jabatan yang dirangkap oleh para wakil menteri tersebut.
ADVERTISEMENT
"Dengan demikian, tersedia waktu yang cukup dan memadai bagi pemerintah untuk melakukan penggantian jabatan yang dirangkap tersebut oleh orang yang memiliki keahlian dan profesionalitas dalam mengelola perusahaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," ucap Hakim Enny.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa perlu mengatur larangan rangkap jabatan bagi Wamen agar fokus mengurus kementerian yang ditempatinya.
"Penting bagi Mahkamah menegaskan dalam amar putusan a quo mengenai larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri termasuk sebagai komisaris, sebagaimana halnya menteri agar fokus pada penanganan urusan kementerian," tutur Hakim Enny.
Jajaran Wakil Menteri Kabinet Merah Putih yang baru dilantik berfoto bersama usai pelantikan wakil menteri Kabinet Merah Putih di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (21/10/2024). Foto: Hafidz Mubarak/ANTARA FOTO
Hakim Enny menyebut, larangan merangkap jabatan bagi para Wamen sebagai komisaris sebagaimana yang didalilkan Pemohon juga sejalan dengan ketentuan yang termuat dalam Pasal 33 UU 19/2003 tentang BUMN.
ADVERTISEMENT
Sekalipun aturan tersebut telah dihapus dengan UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, kata Hakim Enny, telah ternyata substansi dimaksud tetap dipertahankan bahwa anggota komisaris juga dilarang merangkap jabatan lainnya.
"Sementara itu, untuk menjalankan jabatan sebagai komisaris pun memerlukan konsentrasi waktu," ujar Hakim Enny.
Lebih lanjut, Hakim Enny menyatakan bahwa larangan rangkap jabatan tersebut juga bertujuan untuk pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik.
"Terlebih, pengaturan larangan rangkap jabatan karena berkaitan pula dengan prinsip penyelenggaraan negara yang bersih, bebas dari konflik kepentingan, serta pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik," ucap Hakim Enny.
Ketentuan soal larangan rangkap jabatan itu termuat dalam putusan perkara nomor 128/PUU/XXIII/2025. MK mengabulkan sebagian permohonan tersebut.
ADVERTISEMENT
Adapun permohonan tersebut diajukan oleh Viktor Santoso Tandiasa selaku advokat. Ia menggugat uji materiil Pasal 23 UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Berikut bunyinya:
Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai:
a. Pejabat negara lainnya sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan
b. Komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau
c. Pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
Pemohon menilai, norma tersebut mestinya juga mengatur larangan bagi Wakil Menteri (Wamen) untuk merangkap jabatan.
Ia menilai, hal tersebut juga melanggar prinsip negara hukum karena menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil serta melanggar prinsip persamaan di hadapan hukum.
Dalam permohonannya, Pemohon menyinggung terkait putusan MK pada 27 Agustus 2020 yang pada pokoknya menyatakan bahwa seluruh larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri juga berlaku bagi wakil menteri.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, sejak putusan tersebut diketok, Pemerintah tetap melaksanakan praktik rangkap jabatan bagi Wakil Menteri untuk menduduki jabatan Komisaris pada Perusahaan Milik Negara (BUMN).
Bahkan, praktik rangkap jabatan itu terus berlangsung di perusahaan milik negara hingga saat ini terdapat 30 Wakil Menteri yang merangkap sebagai Komisaris di perusahaan milik negara.
Kini, MK pun mengabulkan permohonan tersebut dan menyatakan bahwa Pasal 23 UU 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Kini, pasal tersebut berbunyi:
Menteri dan Wakil Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai:
a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b. Komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau
c. Pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
ADVERTISEMENT