MK Kabulkan Gugatan 13 Kepala Daerah yang Jabatannya Hanya 4 Tahun

20 Maret 2024 18:43 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengucapan putusan dan ketetapan dari berbagai perkara, salah satunya terkait pembubaran partai politik oleh warga, di Ruang Sidang MK, Rabu (20/3). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengucapan putusan dan ketetapan dari berbagai perkara, salah satunya terkait pembubaran partai politik oleh warga, di Ruang Sidang MK, Rabu (20/3). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan 13 kepala daerah yang mengajukan gugatan terkait masa jabatan mereka. Mereka mempermasalahkan masa jabatan yang tidak penuh 5 tahun.
ADVERTISEMENT
Permohonan tersebut diajukan oleh Gubernur Jambi Al Haris, Gubernur Sumbar Mahyeldi, Bupati Pesisir Barat Agus Istiqlal, Bupati Malaka Simon Nahak, Bupati Kebumen Arif Sugiyanto, Bupati Malang Sanusi, Bupati Nunukan Asmin Laura, Bupati Rokan Hulu Sukiman, Wali Kota Makassar Ramdhan Pomanto, Wali Kota Bontang Basri Rase, Wali Kota Bukittingi Erman Safar, Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura, dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah Ma'mun Amir.
Para Pemohon menunjuk Visi Law Office yang diisi Donal Fariz, Febri Diansyah, dan Rasamala Aritonang sebagai kuasa hukumnya.
Visi Law Office saat bersidang di MK terkait masa jabatan Kepala Daerah. Foto: Visi Law Office
Mereka adalah kepala daerah yang terpilih pada Pilkada 2020. Merujuk UU Pemilu, masa jabatan mereka akan berakhir pada 2024. Sebab, Pilkada Serentak akan digelar pada November 2024.
Mereka meminta MK menguji konstitusionalitas Pasal 201 ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
ADVERTISEMENT
Menurut para pemohon, implementasi pasal tersebut menyebabkan masa jabatan para kepala daerah yang terpilih pada Pilkada 2020 menjadi tidak utuh lima tahun. Dinilai merugikan hak konstitusional para pemohon sebagai kepala daerah yang memegang masa jabatan selama lima tahun.
"Mahkamah dapat memahami maksud para Pemohon a quo yang hanya ingin memaksimalkan masa jabatannya hingga pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota terpilih berdasarkan hasil pemilihan kepala daerah serentak secara nasional tahun 2024," papar Hakim Konstitusi Saldi Isra membacakan pertimbangan, Rabu (20/3).
Menurut Saldi, memaksimalkan masa jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah hasil pemilihan tahun 2020 tanpa mengganggu agenda penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara serentak adalah suatu bentuk keseimbangan.
ADVERTISEMENT
Atas pertimbangan itu, MK mengabulkan gugatan sepanjang terkait Pasal 201 ayat (7) UU Pilkada menyatakan, “Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan Tahun 2020 menjabat sampai dengan Tahun 2024.“
MK memutuskan bahwa para kepala daerah hasil Pilkada tahun 2020 bisa terus menjabat sampai kepala daerah pengganti mereka dilantik. Namun, tetap dengan ketentuan masa jabatan mereka tak lebih dari 5 tahun.
Sedangkan, terkait gugatan norma Pasal 201 ayat (8) dan ayat (9) UU 10/2016 ditolak MK. Sebab dinilai tidak bertentangan dengan prinsip negara hukum, persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, kepastian hukum, serta prinsip pemilihan dan prinsip demokrasi yang dijamin dalam UUD 1945.
ADVERTISEMENT
Dalam amar putusannya, MK pun menyatakan mengabulkan permohonan para pemohon sebagian.
"Mengadili dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK, Suhartoyo, dalam pembacaan amar putusan.
"Menyatakan Pasal 201 ayat (7) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 yang semula menyatakan, 'Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024' bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, 'Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan dilantiknya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan serentak secara nasional tahun 2024 sepanjang tidak melewati 5 (lima) tahun masa jabatan'," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
"Sehingga, norma Pasal 201 ayat (7) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 menjadi menyatakan, 'Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan dilantiknya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan serentak secara nasional tahun 2024 sepanjang tidak melewati 5 (lima) tahun masa jabatan'," pungkas Suhartoyo.
Sementara itu, terdapat pendapat berbeda atau dissenting opinion dari satu hakim konstitusi, yakni Daniel Yusmic P. Foekh.
"Terhadap putusan MK a quo terdapat pendapat berbeda atau dissenting opinion dari satu orang hakim konstitusi yaitu hakim konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh," imbuh Suhartoyo.
"Yang pada pokoknya berpendapat menyampaikan bahwa Mahkamah semestinya melanjutkan pemeriksaan perkara a quo ke tahap sidang pleno untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif," tandasnya.
ADVERTISEMENT