MK Kabulkan Gugatan Mahasiswa Gen Z, Larangan Kampanye Pilkada di Kampus Dihapus

20 Agustus 2024 20:06 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sandy Yudha Pratama Hulu dan Stefanie Gloria selaku pemohon prinsipal saat menyampaikan permohonannya pada sidang pendahuluan pengujian Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah di Ruang Sidang MK, Jakarta, Jumat (12/7/2024).  Foto: Mahkamah Konstusi RI
zoom-in-whitePerbesar
Sandy Yudha Pratama Hulu dan Stefanie Gloria selaku pemohon prinsipal saat menyampaikan permohonannya pada sidang pendahuluan pengujian Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah di Ruang Sidang MK, Jakarta, Jumat (12/7/2024). Foto: Mahkamah Konstusi RI
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan yang diajukan oleh Sandy Yudha Pratama Hulu dan Stefanie Gloria, dua mahasiswa Universitas Indonesia (UI), yang menggugat UU Pilkada. Mereka menggugat aturan larangan kampanye Pilkada di kampus.
ADVERTISEMENT
Sandy dan Stefanie menggugat Pasal 69 huruf i Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) terhadap Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), Pasal 69 huruf i UU Pilkada menyatakan, “Dalam Kampanye dilarang: i. menggunakan tempat ibadah dan tempat Pendidikan.”
Sandy yang merupakan mahasiswa semester 6 ini merasa dirugikan Pasal 69 huruf i UU Pilkada yang membatasinya untuk mendengar dan menguji secara kritis gagasan calon pemimpin daerah di tempat Pemohon menempuh Pendidikan tinggi saat ini.
Sementara Stefanie yang merupakan mahasiswa semester 4 itu merasa dirugikan dengan adanya pasal tersebut berpotensi tertutupnya informasi mengenai gagasan antara calon pemimpin dalam ruang dialog akademis yang berpengaruh terhadap pilihan Pemohon II sebagai pemilih pemula dalam Pilkada 2024.
ADVERTISEMENT
Keduanya mengajukan gugatan tanpa didampingi kuasa hukum karena ingin langsung berperkara di MK untuk memperjuangkan hak konstitusional mereka. Hanya dua kali disidang, permohonan keduanya langsung dibawa MK ke rapat pleno dan langsung putusan.
Stefanie Gloria dan Sandy Yudha Pratama Hulu selaku Pemohon Prinsipal usai mengikuti sidang panel perhatikan Permohonan uji Undang-Undang tentang Kampanye di tempat pendidikan di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (25/7/2024). Foto: Mahkamah Konstusi RI
Lantas, apa putusan MK?
“Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan frasa "tempat pendidikan" dalam norma Pasal 69 huruf i Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "dikecualikan bagi perguruan tinggi yang mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi atau sebutan lain dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu," tegas Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan, Selasa (20/8).
ADVERTISEMENT
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan bahwa secara konstitusional, konstruksi norma Pasal 22E ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 tidak hanya sekadar dibaca bahwa pemilihan umum (pemilu) diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, DPR, serta Presiden dan Wakil Presiden. Melainkan juga harus dimaknai termasuk di dalamnya pemilihan kepala daerah.
Berkenaan dengan hal tersebut, salah satu tahapan pemilu dan pemilihan kepala daerah yang dapat dinilai memiliki kesamaan adalah penyelenggaraan kampanye.
“Apabila dibaca secara saksama pengaturan perihal larangan pada masa kampanye tersebut di atas, di antara larangan kampanye yang diatur dengan substansi yang dapat dinilai sama antara UU 1/2015 dan UU 7/2017 adanya "larangan menggunakan tempat pendidikan". Namun demikian, berkenaan dengan "larangan menggunakan tempat pendidikan" yang diatur dalam Pasal 280 ayat (1) huruf h UU 7/2017, Mahkamah telah mengecualikan larangan bagi tempat Pendidikan,” papar Hakim Konstitusi Guntur Hamzah.
ADVERTISEMENT
Dalam amar putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 pada 15 Agustus 2023, kampanye di tempat pendidikan dapat dikecualikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu. Ditegaskan lagi dalam Putusan MK Nomor 128/PUU-XXI/2023 yang diucapkan dalam sidang pleno pada tanggal 29 November 2023.
Berdasarkan kutipan pertimbangan hukum dalam kedua putusan itu, disebutkan bahwa pengecualian terhadap larangan kampanye di perguruan tinggi dimaksudkan memberikan kesempatan kepada civitas akademika untuk menjadi salah satu lokomotif penyelenggaraan kampanye pemilu untuk mendalami visi, misi, dan program kerja yang ditawarkan oleh masing-masing calon dengan memberikan kesempatan yang sama kepada semua calon.
Kampus dinilai tempat berkumpulnya sebagian dari pemilih pemula dan pemilih kritis. Mengecualikan larangan kampanye di perguruan tinggi dinilai berarti membuka kesempatan dilakukan kampanye dialogis secara lebih konstruktif yang pada akhirnya akan bermuara pada kematangan berpolitik bagi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Norma larangan kampanye di kampus atau perguruan tinggi atau sebutan lain dalam Pasal 280 ayat (1) huruf h UU 7/2017 telah dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat oleh MK. Maka terhadap norma serupa dan sejenis yang terdapat dalam undang-undang lain, menurut MK, semestinya pula diberikan makna yang sama.
MK berpendapat, sebagai sistem hukum yang berlaku dalam pemilu yang sama-sama didasarkan kepada konstruksi hukum dalam Pasal 22E UUD NRI Tahun 1945, membiarkan norma yang saling bertentangan tetap eksis/berlaku, dalam batas penalaran yang wajar dapat merusak kepastian hukum penyelenggaraan pemilu.
"Artinya, meskipun ketentuan tersebut diatur dalam dua undang-undang yang berbeda, namun karena tidak terdapat lagi perbedaan rezim pemilihan maka untuk kepentingan kepastian hukum dan penguatan prinsip erga omnes, larangan kampanye pada "tempat pendidikan dalam pemilihan kepala daerah sebagaimana termaktub dalam norma Pasal 69 huruf i UU 1/2015 harus dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang dimaknai mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi/sebutan lain dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu," kata Hakim MK.
ADVERTISEMENT