MK Kabulkan Gugatan UU Tapera: Pekerja Tidak Wajib Jadi Peserta
29 September 2025 15:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
MK Kabulkan Gugatan UU Tapera: Pekerja Tidak Wajib Jadi Peserta
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), sehingga kini para pekerja tidak wajib menjadi peserta Tapera.kumparanNEWS

ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), sehingga kini para pekerja tidak wajib menjadi peserta Tapera.
ADVERTISEMENT
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Suhartoyo, saat membacakan putusan di Gedung MK, Senin (29/9).
Pungutan Memaksa
Majelis hakim konstitusi menilai Tapera telah menggeser makna konsep tabungan yang sejatinya bersifat sukarela menjadi pungutan yang bersifat memaksa sebagaimana didalilkan Pemohon.
"Bertolak pada penjelasan tersebut, negara ditempatkan sebagai penanggung jawab utama penyediaan rumah layak huni bagi warganya. Namun, dengan adanya norma Pasal 7 ayat (1) UU 4/2016 justru tidak sejalan dengan tujuan dimaksud," ujar Anggota Majelis Hakim Konstitusi, Saldi Isra.
Hal tersebut, lanjut Saldi, tidak sejalan dengan esensi Pasal 34 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, yang pada pokoknya menegaskan kewajiban negara untuk mengambil tanggung jawab penuh atas kelompok rentan, bukan justru mewajibkan mereka menanggung beban tambahan dalam bentuk tabungan yang menimbulkan unsur paksaan.
ADVERTISEMENT
Prinsip tanggung jawab negara tersebut dipertegas dalam kebijakan sektoral mengenai perumahan, yang secara eksplisit dituangkan dalam UU 1/2011.
"Dengan merujuk pada dasar pertimbangan dibentuknya UU 1/2011, pada prinsipnya menegaskan bahwa peran negara adalah menjamin hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati, dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat," kata Saldi.
Pekerja Dibebani Iuran Ganda
Anggota Hakim Konstitusi yang lain, Enny Nurbaningsih, menyoroti soal diberlakukannya ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU 4/2016 yang mengharuskan pekerja menyisihkan penghasilannya untuk tujuan yang relatif sama dengan skema JHT, pada akhirnya menimbulkan duplikasi program dan tumpang tindih pengaturan.
ADVERTISEMENT
"Akibatnya pekerja dibebani iuran ganda, misalnya iuran JHT dihimpun dari pemotongan upah sebesar 2% ditanggung oleh pekerja dan 3,7% ditanggung oleh pemberi kerja [vide Pasal 16 PP 46/2015]," kata Enny.
"Di sisi lain, terkait Tapera, besaran simpanan peserta Tapera sebesar 0,5% oleh pemberi kerja dan sebesar 2,5% dari pekerja [vide Pasal 15 PP 21/2024]. Kondisi inilah yang didalilkan Pemohon menimbulkan beban untuk memenuhi kehidupan yang layak sebagaimana dijamin oleh Pasal 27 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. Dengan adanya kewajiban penyetoran Tapera jelas mengurangi bagian dari upah yang seharusnya dapat digunakan untuk memenuhi kehidupan pekerja sehari-hari," ujar Enny.
Enny mempertegas, "Bahwa di sisi lain, sifat 'wajib' dalam Pasal 7 ayat (1) UU 4/2016 diberlakukan tanpa membedakan pekerja yang telah memiliki rumah atau belum. Kewajiban seragam bagi seluruh pekerja, termasuk mereka yang sebenarnya sudah memiliki rumah atau masih mencicil rumah, menimbulkan perlakuan yang tidak proporsional. Berkaitan dengan persoalan ini, Pemohon dalam petitum alternatifnya memohon kepada Mahkamah agar kata 'wajib' dimaknai menjadi 'dapat'."
ADVERTISEMENT
