Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
MK Perketat Aturan UU ITE: Kata 'Kerusuhan' Harus Fisik, Bukan Ruang Digital
29 April 2025 20:07 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) mempersempit penafsiran dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) terkait dengan kata "kerusuhan". MK menegaskan diksi "kerusuhan" itu hanya bisa ditafsirkan jika terjadi di ruang fisik alias nyata, bukan di ruang digital macam media sosial.
ADVERTISEMENT
"...tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "kerusuhan adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan kondisi di ruang digital/siber"," demikian bunyi putusan MK dalam gugatan yang diajukan oleh Jovi Andrea Bachtiar, dibacakan pada Selasa (29/4).
Berikut bunyi pasal 28 ayat (3) UU ITE yang diksi "kerusuhan"nya diperketat oleh MK:
"Setiap Orang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat."
Pertimbangan Hakim
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan tindakan menyebarkan berita bohong menggunakan sarana teknologi informasi yang menyebabkan terjadinya kerusuhan di masyarakat sebagaimana yang diatur dalam norma Pasal 28 ayat (3) UU 1/2024 yang menyatakan, “Setiap Orang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat”, telah ternyata menciptakan ketidakpastian hukum jika dikaitkan dengan Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU 1/2024 yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan "kerusuhan" adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan kondisi di ruang digital/siber.
ADVERTISEMENT
Artinya, menurut hakim MK, penjelasan pasal 28 ayat (3) UU 1/2024 telah memberikan pembatasan yang jelas bahwa penyebaran pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan yang secara fisik terjadi di masyarakat, tidak termasuk keributan/kerusuhan yang terjadi di ruang digital/siber.
Pembatasan dimaksud sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78/PUU-XXI/2023 sehingga aparat penegak hukum hanya dapat melakukan proses hukum terhadap penyebaran berita bohong yang menimbulkan keributan/kerusuhan secara fisik yang terjadi di masyarakat.
Hal demikian dimaksudkan agar penerapan Pasal 28 ayat (3) UU 1/2024 yang merupakan delik materiil yang menekankan pada akibat perbuatan atau kerusuhan yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana tersebut memenuhi prinsip lex scripta, lex certa, dan lex stricta.