MK Tolak Gugatan Masa Jabatan Presiden 3 Periode yang Diajukan Guru Honorer

28 Februari 2023 14:23 WIB
·
waktu baca 3 menit
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) memimpin jalannya sidang sidang pleno perkara nomor 114/PUU-XX/2022 terkait uji materi UU Pemilu soal sistem pemilihan legislatif proporsional terbuka di Gedung MK, Jakarta. Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) memimpin jalannya sidang sidang pleno perkara nomor 114/PUU-XX/2022 terkait uji materi UU Pemilu soal sistem pemilihan legislatif proporsional terbuka di Gedung MK, Jakarta. Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi menolak gugatan terkait masa jabatan presiden. Gugatan itu diajukan oleh seorang guru honorer asal Riau bernama Herifuddin Daulay.
ADVERTISEMENT
Dalam gugatannya, ia mempermasalahkan 3 pasal dalam UU Nomor 7 Tahun 2017, yakni Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i soal syarat masa jabatan 2 periode dan Pasal 222 soal presidential threshold.
Dalam permohonannya, ia merasa dirugikan karena adanya pembatasan pribadi penjabat presiden hanya boleh mendaftar atau terpilih untuk 2 kali masa jabatan.
Masih dalam permohonannya, ia menyinggung soal sosok Susilo Bambang Yudhoyono yang terhalang untuk diusulkan kembali menjadi presiden. Sebab, sudah menjabat Presiden selama 2 periode. Padahal, ujar dia, SBY layak untuk menjadi Presiden kembali.
Menurut dia, hal yang sama juga berlaku untuk Jokowi. Ia menilai Jokowi juga masih layak untuk menjadi Presiden.
Sementara terkait Presidential Threshold, pemohon menilai aturan itu membuat rakyat terhalang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang telah berkompetensi baik untuk ikut mencalonkan diri.
ADVERTISEMENT
Dalam permohonannya, ia mendalilkan terjadi kekeliruan penulisan tekstual atau kesalahan memahami tekstual pasal 7 UUD 1945. Aturan yang menjadi dasar terjadinya pembatasan jabatan presiden dan wakil presiden hanya 2 periode.
Menurut Pemohon, Pasal 7 UUD 1945 harusnya berbunyi, "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan (apabila)..."
Ia pun menilai pembatasan 2 periode menyebabkan partai menggeser kedaulatan dari tangan rakyat, kekuasaan presiden untuk memerintah beralih ke tangan partai
Selain itu, ia mempertanyakan alasan logis syarat PT 20%. Sebab menurut dia, presentasi kursi partai di DPR tak ubahnya bilangan statistik.
Atas argumen itu, ia mengajukan beberapa poin petitum, yakni:
ADVERTISEMENT
Dalam Provisi:
Dalam Pokok Perkara:
Namun, dari semua petitum itu, MK hanya mempertimbangkan dalil yang terkait syarat Presiden dan Wapres serta Presidential Threshold.
Menurut MK, kedua dalil tersebut sudah beberapa kali digugat dan ditolak. MK kembali menegaskan bahwa kedua ketentuan itu konstitusional.
Dalil lain tidak dipertimbangkan oleh MK. "Dalil lain tidak jelas dan tidak ketersambungan dengan petitum," ujar hakim MK.
"Permohonan tidak jelas/kabur, tidak beralasan menurut hukum," imbuh.
ADVERTISEMENT
"Menolak Permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan, Selasa (28/2).