MK Tolak Gugatan Pria yang Tanam Ganja untuk Obat Epilepsi

18 Januari 2021 12:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana jalannya sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di ruang sidang pleno Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (10/8). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Suasana jalannya sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di ruang sidang pleno Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (10/8). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan warga Surabaya bernama Ardian Aldiano dalam putusan nomor 86/PUU-XVIII/2020. Ia mempermasalahkan ketentuan soal narkotika golongan I, termasuk ganja, yang diatur di UU Narkotika dinilai telah merugikannya.
ADVERTISEMENT
MK menilai gugatan Ardian terhadap Pasal 111 ayat (2) dan Pasal 114 ayat (2) UU Narkotika sepanjang frasa 'pohon' tidak beralasan menurut hukum.
"Mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK, Anwar Usman, saat dikutip kumparan dari salinan putusan pada Senin (18/11).
Tanaman ganja. Foto: REUTERS/Amir Cohen

Latar Belakang Gugatan

Dalam permohonannya, Ardian menggugat Pasal 111 ayat (2) dan Pasal 114 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berbunyi:
Pasal 111 ayat (2)
Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
ADVERTISEMENT
Pasal 114 ayat (2)
Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (24/7/2020). Foto: ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA FOTO
Ardian merasa tak adanya penjelasan frasa 'pohon' telah menimbulkan kerugian konstitusional kepadanya.
Sebab, Ardian tengah disidang atas dakwaan menanam 27 tanaman ganja yang termasuk narkotika golongan I secara hidroponik dengan tinggi tanaman mulai 3 sentimeter hingga 40 sentimeter. (Saat putusan MK dibacakan pada 14 Januari 2021, Ardian sudah divonis 6 tahun penjara oleh PN Surabaya pada 16 November 2020).
ADVERTISEMENT
Padahal, Ardian menanam ganja tersebut untuk dikonsumsi sendiri dengan cara dibakar seperti rokok demi mengobati sakit epilepsi atau kejang. Sebelum memilih ganja sebagai obat alternatif untuk menyembuhkan epilepsi, Ardian telah terlebih dahulu mencoba berobat ke dokter hingga akupuntur. Namun tak berhasil mengobati penyakit epilepsi.
Ardian menilai frasa 'pohon' di UU Narkotika yang merujuk ganja berbeda dengan definisi pohon sesuai Pasal 1 angka 14 UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Pasal 1 angka 14 UU 18/2013 berbunyi: 'Pohon adalah tumbuhan yang batangnya berkayu dan dapat mencapai ukuran diameter 10 (sepuluh) sentimeter atau lebih yang diukur pada ketinggian 1,50 (satu koma lima puluh) meter di atas permukaan tanah'.
ADVERTISEMENT
Sehingga ia meminta MK menyatakan Pasal 111 ayat (2) dan Pasal 114 ayat (2) UU Narkotika tidak memiliki kekuatan hukum tetap jika tidak merujuk definisi 'pohon; sesuai Pasal 1 angka 14 UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Ilustrasi ganja. Foto: Rashide Frias/AFP

Pertimbangan Putusan MK

Namun MK tak sependapat dengan argumen Ardian. MK menegaskan narkotika golongan I, salah satunya ganja, dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.
"Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan dalam jumlah yang sangat terbatas serta dalam pengawasan yang ketat dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama untuk kepentingan reagensia diagnostik dan reagensia laboratorium," isi pertimbangan putusan MK.
"Hal ini disebabkan karena Narkotika Golongan I memiliki potensi besar menciptakan ketergantungan kepada pemakainya," lanjut putusan tersebut.
ADVERTISEMENT
MK pun menilai definisi 'pohon' di UU 18/2013 tak bisa disamakan dengan frasa 'pohon' di UU Narkotika. Sebab definisi pohon sesuai UU 18/2013 fokus mencegah pembalakan liar terhadap hasil hutan kayu berupa kayu bulat, kayu bulat kecil, kayu olahan atau kayu pacakan.
"Hasil hutan kayu yang dimaksud dalam UU 18/2013 adalah kayu yang berasal dari pohon yang memiliki definisi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 14 UU 18/2013," isi putusan MK.
Proses pemusnahan tanaman ganja di kawasan gunung Seulawah, Desa Ie Suum, Kecamatan Masjid Raya, kabupaten Aceh Besar, Aceh, Rabu (9/12). Foto: Ampelsa/Antara Foto
Adapun penggunaan kata 'pohon' di UU Narkotika, menurut MK, karena secara umum masyarakat mengenal pohon sebagai tumbuhan berkayu yang memiliki akar, batang, daun, bunga, biji maupun buah.
"Hal demikian dikarenakan masih banyak masyarakat yang lebih mengenal kata pohon dibandingkan dengan kata perdu dalam mengklasifikasikan suatu tanaman berkayu yang penampakan fisiknya memiliki akar, batang, daun, bunga, biji maupun buah meskipun tanaman tersebut tidak memenuhi ukuran ketinggian tertentu dari sebuah pohon sebagaimana didefinisikan oleh para ahli botani," jelas MK.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan uraian tersebut, MK menyatakan apabila gugatan Ardian dikabulkan, dampaknya bisa menimbulkan kerancuan atau ketidakjelasan pemahaman terhadap tanaman Narkotika Golongan I.
Polres Aceh Besar sedang membawa pohon ganja untuk dimusnahkan di ladang ganja seluas 10 hektare, di kawasan perbukitan Kecamatan Montasik, Aceh Besar. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
"Padahal, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam Bab III Ragam Bahasa Peraturan Perundang-undangan, menyatakan bahwa bahasa peraturan perundang-undangan tidak memberikan arti kepada kata atau frasa yang maknanya terlalu menyimpang dan berbeda dari makna yang biasa digunakan dalam penggunaan bahasa sehari-hari," pungkas putusan MK.