Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
MK Ubah Model Surat Suara Calon Tunggal Pilkada, Ada Kolom Setuju atau Tidak
14 November 2024 14:08 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi mengubah model surat suara pemilihan kepala daerah yang hanya memuat calon tunggal melawan kotak kosong. Kini bakal ada kolom yang berisi opsi pilihan 'setuju atau tidak setuju terhadap calon tunggal tersebut.
ADVERTISEMENT
Hal itu termuat dalam putusan MK dalam amar Putusan Nomor 126/PUU-XXII/2024. Gugatan yang diajukan oleh Wanda Cahya Irani dan Nicholas Wijaya itu dikabulkan sebagian oleh MK.
"Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan dalam persidangan di Gedung MK, Kamis (14/11).
Dalam gugatannya, para Pemohon mempersoalkan desain surat suara pilkada dengan calon tunggal. Isinya hanya memuat satu kolom dengan foto pasangan calon dan satu kolom kosong tanpa penjelasan mengenai implikasi dari masing-masing pilihan. Ketentuan itu diatur dalam Pasal 54C ayat (2) UU Pilkada, yang berbunyi:
"Pemilihan 1 (satu) pasangan calon dilaksanakan dengan menggunakan surat suara yang memuat 2 (dua) kolom yang terdiri atas 1 (satu) kolom yang memuat foto pasangan calon dan 1 (satu) kolom kosong yang tidak bergambar".
ADVERTISEMENT
Kini, MK mengubah bunyi Pasal 54C ayat (2) UU Pilkada itu menjadi:
"Pemilihan 1 (satu) pasangan calon dilaksanakan dengan menggunakan surat suara yang memuat nama dan foto pasangan calon serta 2 (dua) kolom kosong di bagian bawah yang berisi/memuat pilihan untuk menyatakan "setuju" atau "tidak setuju" terhadap 1 (satu) Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Walikota dan Wakil Walikota".
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan paham dengan kekhawatiran para Pemohon bahwa model surat suara untuk kotak kosong yang saat ini berlaku membuat para pemilih kebingungan dalam menentukan pilihan. Menurut para pemohon, karena kebingungan itu, para pemilih akan mengarahkan untuk mencoblos foto pasangan calon tunggal dibandingkan memilih kolom kosong.
ADVERTISEMENT
Diakibatkan karena tidak adanya penjelasan atas implikasi dari masing-masing pilihan yang ada dalam surat suara tersebut, baik pilihan untuk mencoblos pada kolom dengan foto pasangan calon, maupun pilihan mencoblos pada kolom kosong.
"Menurut Mahkamah kekhawatiran tersebut wajar dan potensial terjadi," ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra.
Sebab, pada surat suara yang digunakan dalam pilkada dengan 1 (satu) pasangan calon dimaksud, hanya terdapat keterangan "Coblos pada: Foto Pasangan Calon atau Kolom Kosong Tidak Bergambar". Narasi keterangan tersebut dinilai MK bukanlah merupakan suatu bentuk narasi yang utuh dan komprehensif dalam penyajian suatu pilihan.
"Mengingat tulisan/keterangan "Coblos pada: Foto Pasangan Calon atau Kolom Kosong Tidak Bergambar" tidak dilengkapi dengan narasi yang menggambarkan implikasi dari masing-masing pilihan, baik pilihan mencoblos pada foto pasangan calon, maupun pilihan mencoblos kolom kosong tidak bergambar, sehingga dapat menimbulkan mispersepsi bagi pembaca narasi keterangan tersebut, khususnya dalam hal ini bagi para pemilih tertentu, karena tidak semua pemilih mengerti bahwa kolom kosong merupakan sebuah tempat untuk menyatakan pilihan tidak setuju jika satu-satunya pasangan calon yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dimaksud menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah," papar Saldi.
ADVERTISEMENT
Seharusnya Memuat Pernyataan Bersyarat
Saldi melanjutkan, seharusnya surat suara yang digunakan pada pemilihan kepala daerah dengan 1 pasangan calon memuat keterangan dalam bentuk pernyataan bersyarat. Memuat suatu kalimat yang berisi gagasan utama dan gagasan penjelas.
MK, dalam beberapa pertimbangan putusan, telah berpendirian bahwa kolom kosong merupakan "tempat" bagi pemilih untuk menentukan pilihannya jika tidak setuju dengan pasangan calon tunggal yang telah ditetapkan KPU.
Ketiadaan informasi atau penjelasan yang utuh dalam surat suara calon tunggal berpotensi membuat para pemilih salah paham. Berdampak pada pengambilan keputusan. Sebab, tidak semua pemilih mengerti bahwa kolom kosong merupakan sebuah tempat untuk menyatakan pilihan "tidak setuju" pasangan calon tunggal.
"Dalam hal ini, yang lebih diuntungkan adalah pilihan yang lebih banyak memuat informasi seperti pilihan kolom yang memuat foto pasangan calon, lengkap dengan nama calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sehingga cenderung lebih menarik perhatian para pemilih," kata Saldi Isra.
ADVERTISEMENT
Berlaku Pada Pilkada 2029
Dengan design baru tersebut, MK menilai masih tetap dapat menyisakan persoalan yaitu misalnya terdapat calon pemilih yang tidak bisa atau memiliki keterbatasan baca-tulis. Oleh karena itu, dinilai perlu sosialisasi yang lebih intensif oleh penyelenggara agar pemilih paham arti sesungguhnya dari kata "setuju" atau "tidak setuju" dalam surat suara model plebisit dimaksud.
Berdasarkan uraian pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah berpendirian model surat suara dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dengan 1 pasangan calon perlu dikembalikan kepada model plebisit.
Namun, karena proses dan tahapan pencetakan surat suara pilkada serentak secara nasional tahun 2024 telah memasuki tahap menjelang pemungutan suara, dinilai tidak memungkinkan dilaksanakan pada pilkada serentak secara nasional tahun 2024.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, desain/model surat suara baru dengan model plebisit dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dengan 1 (satu) pasangan calon dimaksud mulai diberlakukan pada Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Serentak Nasional Tahun 2029.