MKEK Rekomendasikan Pecat Permanen Terawan Agus Putranto dari IDI

26 Maret 2022 10:38 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
66
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI). (MKEK) merekomendasikan eks menteri kesehatan dr Terawan Agus Putranto diberhentikan permanen dari keanggotaan IDI.
ADVERTISEMENT
Rekomendasi itu muncul dalam Muktamar XXXI IDI yang berlangsung di gedung Banda Aceh Convention Hall (BCH), Aceh, Jumat (25/3) malam.
Ketua IDI Aceh dr Safrizal Rahman membenarkan hal tersebut. Katanya, keputusan itu memang telah direkomendasikan dalam muktamar sebelumnya.
“Ini sudah direkomendasikan sejak muktamar sebelumnya,” kata Safrizal saat dikonfirmasi kumparan, Sabtu (26/3).
Safrizal menyebutkan, rekomendasi pemberhentian dr Terawan tersebut bukanlah hal baru. Sebab, tiga tahun yang lalu sudah direkomendasikan, tapi belum dijalankan oleh PB IDI sebagai pelaksana rekomendasi.
“Saat muktamar ini ditanyakan dan kembali jadi rekomendasi,” ujarnya.
Menurut Safrizal, keputusan MKEK ini sudah sudah melalui proses panjang dan lama. Bahkan, telah diberikan kesempatan untuk dokter Terawan membela diri.
“Berkali-kali surat panggilan dilayangkan namun tidak pernah mendapat tanggapan,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian untuk penjelasan lebih lanjut, kata Safrizal, hal ini bisa ditanyakan langsung kepada Pengurus Besar IDI.
Dalam muktamar IDI 23-25 Maret tersebut, rekomendasi MKEK tentang pemecatan terhadap Terawan dibacakan. Ada tiga poin yang disampaikan. Berikut bunyinya:
Melanggar Etik Sangat Berat
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
Bila mengacu pada pedoman organisasi dan tata laksana MKEK 2018, rekomendasi yang diberikan MKEK kepada Terawan ini berdasarkan sanksi dalam kategori empat.
Diketahui, sanksi MKEK terbagi menjadi empat kategori. Pertama, bersifat murni Pembinaan. Kategori Dua, bersifat penginsafan tanpa pemberhentian keanggotaan. Kategori ketiga, bersifat penginsafan dengan pemberhentian keanggotaan sementara. Dan kategori keempat bersifat pemberhentian keanggotaan tetap.
ADVERTISEMENT
Sanksi kategori keempat ini dijatuhkan apabila sejawat melakukan pelanggaran etik sangat berat. Hal tersebut diatur dalam Pasal 29 ayat (2) pedoman organisasi dan tata laksana. Namun tak dijelaskan bentuk pelanggaran etik seperti apa yang terkategori sebagai pelanggaran sangat berat ini.
"Pelanggaran etik ringan mendapatkan minimal satu jenis sanksi kategori 1. Pelanggaran etik sedang mendapatkan satu jenis sanksi kategori 2 dan kategori 1. Pelanggaran etik berat mendapatkan minimal satu jenis sanksi kategori 1, satu jenis kategori 2, dan satu jenis sanksi kategori 3. Pelanggaran etik sangat berat mendapatkan sanksi kategori 4 berupa pemberhentian keanggotaan tetap," demikian bunyi pasal 29 ayat (2).
Jika seorang anggota dijatuhi sanksi kategori ketiga dan keempat, maka terdapat hak dan kewenangan yang dihapuskan. Untuk kategori ketiga sifatnya sementara, sementara kategori keempat bersifat tetap. Berikut daftarnya:
ADVERTISEMENT
Hilangnya hak dan kewenangan tersebut dapat berimplikasi pada:
a. Kehilangan hak dan kewenangan melakukan praktik kedokteran, termasuk dicabut sementara seluruh rekomendasi izin praktik yang kewenangan untuk itu akan ditindaklanjuti kemudian oleh otoritas penerbit izin praktik agar menonaktifkan sementara Surat izin praktik yang bersangkutan.
b. Kehilangan hak dan kewenangan menjadi pengurus dan anggota IDI dan seluruh organisasi di bawah IDI termasuk Perhimpunan Dokter Spesialis (PDSp) atau Perhimpunan Dokter Pelayanan Primer (PDPP) yang kewenangan untuk itu akan ditindaklanjuti kemudian oleh jajaran IDI, PDSp, PDPP, dan organisasi lain di bawah IDI.
c. Kehilangan hak dan kewenangan menyandang suatu jabatan publik yang mensyaratkan dijabat seorang dokter aktif yang kewenangan untuk itu akan ditindaklanjuti kemudian oleh instansi/organisasi terkait.
ADVERTISEMENT
d. Surat Tanda Registrasi dan status di Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) menjadi non-aktif yang kewenangan untuk itu akan ditindaklanjuti kemudian oleh KKI.
Dijelaskan, sanksi kategori empat berupa pemberhentian keanggotaan tetap yang juga bermakna hilangnya seluruh hak dan kewenangan secara tetap sesuai yang dijabarkan di atas.
Nantinya, rekomendasi pemberhentian ini akan dibawa ke forum Muktamar. Jika disetujui, maka akan diputuskan sesuai rekomendasi MKEK. Jika tidak, putusan Muktamar adalah yang diikuti.
"Apabila Muktamar IDI memutuskan hal yang berbeda dengan rekomendasi pemberhentian keanggotaan tetap, maka MKEK menjalankan sesuai ketentuan yang diputuskan Muktamar IDI," demikian pasal 29 ayat 9.

Sekilas Terawan

Nama Terawan tenar saat menemukan metode cuci otak atau brain flushing untuk menyembuhkan penderita stroke. Metode tersebut ia kembangkan sejak tahun 1990-an.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pengalamannya, pasien stroke bisa sembuh 4-5 jam pasca-operasi. Metode pengobatan itu bahkan diterapkan di Jerman dengan nama paten ‘Terawan Theory’.
Berkat inovasinya itu, Terawan menggondol berbagai penghargaan. Mulai dari Bintang Mahaputra Naraya, penghargaan Achmad Bakrie XV, hingga memecahkan rekor MURI sebagai penemu terapi cuci otak dan penerapan program digital substraction angiography terbanyak.
Namun, berkat inovasi ini pula, Terawan direkomendasikan dipecat sementara dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) oleh MKEK pada tahun 2018 dan dilarang membuka praktik kedokteran. Musababnya, metode ‘Terawan Theory’ dianggap belum ada studi ilmiahnya.
Namun, PB IDI sebagai pelaksana rekomendasi MKEK tidak menindaklanjuti rekomendasi itu. Terawan malah diangkat Presiden Jokowi sebagai menkes pada tahun 2019 dan diberhentikan tak lama setelah pandemi corona meledak.
ADVERTISEMENT
Tak lagi menjadi menteri, Terawan yang merupakan purnawirawan letjen TNI AD ini kembali berpraktik 'cuci otak' dan mengembangkan terapi peningkatan kekebalan tubuh dengan sel dendritik atau yang dulunya populer dengan nama "vaksin Nusantara".