MKEK Rekomendasikan Pecat Terawan, PB IDI Punya Waktu 28 Hari Eksekusi

28 Maret 2022 10:34 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia (MKEK) dalam sidang khusus memutuskan untuk memberikan rekomendasi ke PB IDI agar memberhentikan secara permanen Dr. dr. Terawan Agus Putranto. Hal ini disampaikan setelah adanya muktamar IDI di Aceh, Jumat (25/3).
ADVERTISEMENT
“Memutuskan, menetapkan, meneruskan hasil sidang khusus MKEK yang memutuskan memberhentikan tetap rekan Dr. dr. Terawan Agus Putranto sebagai anggota IDI,” kata ketua presidium sidang, Abdul Azis, dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (28/3).
Abdul Azis mengatakan, proses pemecatan akan dilakukan oleh Pengurus Besar IDI paling lambat 28 hari kerja.
“Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan,” tambahnya.
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) merekomendasikan pemecatan permanen Terawan dari keanggotaan IDI. Setidaknya ada 3 poin yang disampaikan MKEK terkait pemecatan Terawan, berikut bunyinya:
ADVERTISEMENT
Rekomendasi MKEK ini terkait dengan metode Digital Subtraction Angiography (DSA) atau lebih dikenal sebagai 'cuci otak'. Metode DSA dinilai meragukan karena menggunakan alat yang Salah satunya. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi), Hasan Machfoed.
Menurut Hasan, alat yang digunakan Terawan dalam melakukan terapi cuci otak, Digital Subscription Angiography (DSA), sesungguhnya tidak berfungsi untuk menyembuhkan penyakit, tapi merupakan diagnosis.
Ia mengibaratkan DSA seperti rontgen yang biasa digunakan untuk memeriksa kondisi paru-paru seseorang. Namun, ujar Hasan, Terawan mengalihfungsikan DSA yang sebetulnya alat diagnosis, menjadi alat terapi, bahkan alat pencegahan penyakit.