MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Langgar Etik, Dua Laporan Tidak Terbukti

25 April 2024 18:06 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah mengikuti sidang perdana perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah mengikuti sidang perdana perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) membacakan putusan atas laporan dugaan pelanggaran etik Hakim Konstitusi Guntur Hamzah. Ada dua putusan atas dua laporan. Keduanya diputus tidak terbukti oleh MKMK.
ADVERTISEMENT
Sidang dipimpin langsung oleh Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna bersama-sama dengan Anggota MKMK Yuliandri dan Ridwan Mansyur di Ruang Sidang Panel, Gedung 2 MK, Jakarta.
“Menyatakan dalam provisi: menolak provisi Pelapor,” kata Ketua MKMK, I Dewa Gede Palguna, di sidang MKMK, Jakarta, Kamis (25/4).
Guntur Hamzah didalilkan melanggar etik karena memaksakan mengabulkan permohonan dari PSI yang menguji batas minimal usia capres dan cawapres menjadi 35 tahun dengan menyampaikan dissenting opinion atau pendapat berbeda.
“Dalil Pelapor sepanjang berkenaan dengan dugaan pelanggaran etik terkait bahwa Hakim Terlapor diduga melakukan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi (Sapta Karsa Hutama) terkait dengan argumentasi hukum pada dissenting opinion Hakim Terlapor pada Putusan Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 yang digunakan sebagai dasar pertimbangan hukum dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 adalah tidak beralasan,” kata Ridwan Mansyur dalam pembacaan pertimbangan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Guntur Hamzah juga didalilkan melanggar kode etik Hakim Konstitusi karena juga merangkap jabatan sebagai Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN HAN).
Majelis Hakim MKMK menilai bahwa pada prinsip kepantasan dan kesopanan dalam Sapta Karsa Hutama, hakim konstitusi dapat ikut serta dalam perkumpulan sosial atau profesional yang tidak mengganggu pelaksanaan tugas sebagai hakim konstitusi.
“Keberadaan Hakim Terlapor sebagai bagian dari keanggotaan dalam APHTN-HAN, yang kemudian terpilih sebagai Ketua Umum, bukanlah merupakan pelanggaran terhadap Sapta Karsa Hutama,” ungkap Yuliandri.
Suasana sidang putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dengan terlapor Guntur Hamzah di MK, Jakarta, Kamis (25/4/2024). Foto: Luthfi Humam/kumparan
Hakim MKMK menemukan fakta persidangan bahwa Guntur telah menjabat sebagai Ketua Umum APHTN HAN saat masih menjabat sebagai Sekjen MK. Selain itu, MKMK juga menemukan fakta persidangan bahwa Guntur Hamzah sudah nonaktif pada jabatan tersebut.
ADVERTISEMENT
“Fakta tersebut, menurut Majelis Kehormatan, menunjukkan adanya niat baik sekaligus kehati-hatian Hakim Terlapor,” terangnya.
Selain itu, Majelis MKMK juga mengungkap bahwa saat ini ada lima Hakim Konstitusi yang juga sebagai anggota APHTN-HAN. Atas pertimbangan tersebut, dalil Pelapor tak beralasan agar Guntur tidak dilibatkan dalam mengadili sengketa Pilpres menjadi tidak beralasan menurut hakim.
“Hakim Terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sepanjang terkait kedudukannya sebagai Ketua Umum APHTN-HAN dan pengaruh yang mungkin ditimbulkannya dalam penyelesaian perkara PHPU Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024,” tutup Palguna.
Permohonan Pemohon
Ada dua pelapor terhadap Guntur Hamzah, yakni Forum Mahasiswa Peduli Konstitusi (FORMASI) dan Gerakan Aktivis Konstitusi (GAS).
FORMASI melaporkan Guntur Hamzah ke MKMK atas dugaan melanggar kode etik hakim. Guntur Hamzah dinilai melanggar etik karena selaku Hakim MK, dia juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN HAN).
ADVERTISEMENT
Sementara GAS, melaporkan Guntur Hamzah karena keterkaitannya dalam putusan Nomor 90/PUU-XIX/2023 tentang ambang batas usia capres-cawapres yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto.
Sunandiantoro dan Edesman Andreti Siregar, kuasa hukum GAS, menuding Guntur Hamzah secara nyata melanggar kode etik hakim karena secara konsisten berkeinginan mengabulkan perkara 90.
Sehingga, GAS meminta kepada MKMK agar tidak melibatkan Guntur Hamzah dalam penyelesaian perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2024. Namun kini, permohonan tersebut sudah ditolak oleh MKMK.