MKMK Nyatakan Tak Berwenang Batalkan Putusan Perkara Syarat Capres-Cawapres

7 November 2023 18:19 WIB
·
waktu baca 2 menit
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie (tengah), Wahiduddin Adams (kiri), Bintan R. Saragih (kanan) saat menggelar sidang pembacaan putusan MKMK, pada Selasa (7/11/2023). Foto: Aditia Noviansyah/ kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie (tengah), Wahiduddin Adams (kiri), Bintan R. Saragih (kanan) saat menggelar sidang pembacaan putusan MKMK, pada Selasa (7/11/2023). Foto: Aditia Noviansyah/ kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menegaskan pihaknya tidak bisa menilai bahkan membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi. Dalam hal ini terkait dengan Putusan Nomor 90/PUU-XXI-2023 tentang syarat capres-cawapres.
ADVERTISEMENT
"Majelis Kehormatan tidak berwenang menilai putusan MK in casu putusan MK nomor 90/PUU-XXI-2023," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, saat membacakan putusan etik, Selasa (7/11).
Putusan MKMK tersebut tertuang dalam putusan pelanggaran etik terhadap Ketua MK Anwar Usman.
Hakim anggota MKMK, Wahiduddin Adams, kemudian membeberkan secara detail soal kewenangan MKMK dalam menguji laporan etik. Ditegaskan bahwa MKMK tidak bisa menilai putusan MK.
Wahiduddin Adams mengatakan, berdasarkan ketentuan undang-undang MK dan pasal 1 angka 4 PMK 1/2023, Majelis Kehormatan merupakan perangkat yang dibentuk untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat serta kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, kewenangan majelis kehormatan menjangkau dan mencakup segala upaya dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, kelurahan, martabat serta kode etik dan perilaku hakim Konstitusi.
ADVERTISEMENT
Sehingga hanya terkait dengan menjaga dan menegakkan kehormatan, keluruhan, martabat serta Kode Etik dan perilaku Hakim Konstitusi.
"Tidak terdapat kewenangan majelis kehormatan untuk melakukan penilaian hukum terhadap putusan mahkamah konstitusi, terlebih lagi turut mempersoalkan perihal keabsahan atau ketidakabsahan suatu putusan mahkamah konstitusi," kata Wahiduddin.
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Aditia Noviansyah
Wahiduddin menyebut, jika majelis kehormatan menyatakan berwenang melakukan penilaian terhadap putusan MK, maka MKMK sudah melampaui kewenangannya dengan mendudukkan majelis kehormatan seakan melebihi superioritas legal terhadap MK.
"Posisi Majelis Kehormatan dengan superioritas legal tertentu terhadap MK tersebut akan sama artinya dengan majelis kehormatan melecehkan prinsip kemerdekaan yang melekat pada Mahkamah Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman sekaligus melabrak sifat final dan mengikat putusan MK sebagaimana ditegaskan pasal 24C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, sebagaimana dijabarkan dalam pasal 10 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK," ucap Wahiduddin.
ADVERTISEMENT
Dia menegaskan, sifat final dan mengikat putusan MK telah menjadi prinsip dan doktrin universal yang dipraktikkan oleh MK di seluruh dunia yang tidak perlu lagi dipersoalkan, apalagi dibantah.
Atas dasar tersebut, MKMK berpendirian untuk menolak atau sekurang-kurangnya tidak mempertimbangkan isu dalam laporan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi sepanjang berkaitan dengan permintaan pelapor untuk melakukan penilaian, antara lain berupa pembatalan, koreksi, atau meninjau kembali, terhadap putusan MK in casu putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023.