Mobilisasi Kades Terkait Pilgub Jateng Setidaknya Sudah Terjadi 2 Kali

25 Oktober 2024 13:21 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah penyelenggara Pemilu 2019 melakukan pencoblosan kertas suara di bilik suara saat simulasi pemungutan dan perhitungan suara pemilihan umum 2019 di Sumenep, Jawa Timur, Sabtu (16/3). Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah penyelenggara Pemilu 2019 melakukan pencoblosan kertas suara di bilik suara saat simulasi pemungutan dan perhitungan suara pemilihan umum 2019 di Sumenep, Jawa Timur, Sabtu (16/3). Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru
ADVERTISEMENT
Bawaslu Kota Semarang berencana melaporkan dugaan mobilisasi kades yang digelar di Kota Semarang untuk mendukung salah satu paslon dalam Pilgub Jateng ke Bawaslu Jawa Tengah. Apalagi, mobilisasi para kades itu itu sudah digelar dua kali di Kota Semarang.
ADVERTISEMENT
Temuan pertama terjadi pada 17 Oktober 2024 di salah satu gedung di wilayah Semarang Barat. Pesertanya, kurang lebih 200 kepala desa se-Kabupaten Kendal.
Kemudian, pada Rabu (23/10), Bawaslu Kota Semarang kembali menggerebek pertemuan sejumlah kepala desa dari berbagai daerah di salah satu hotel bintang lima di Kota Semarang.
"Bawaslu Kota Semarang akan melakukan koordinasi dan melaporkan ke Bawaslu Provinsi Jawa Tengah guna melakukan pendalaman terkait kegiatan pertemuan para kades yang terjadi di wilayah hukum Kota Semarang. Mengingat ini kali kedua terjadi," ujar Ketua Bawaslu Kota Semarang, Arief Rahman, Jumat (25/10).
Arief bercerita, dalam patrolinya di hotel berbintang itu, pihaknya sempat kesulitan untuk mengakses ruangan tersebut. Beruntung pihaknya bertemu dengan salah satu Kades yang akan memasuki ruangan.
ADVERTISEMENT
Ia menduga memang acara itu merupakan mobilisasi kepala desa untuk mendukung salah satu pasangan calon di Pilgub Jateng. Sebab, ketika Bawaslu datang mereka langsung membubarkan diri.
Meski begitu, pihaknya belum memastikan arah dukungan dari kades-kades yang menghadiri acara itu. "Belum bisa disimpulkan," kata Arief.
Ia menegaskan, pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau Lurah dilarang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sesuai dengan Pasal 71 Ayat 1 UU Pilkada.
"Sanksi pidana paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600 ribu atau paling banyak Rp 6 juta. Selain sanksi pidana juga terdapat sanksi administratif dari pejabat berwenang, sehingga sudah cukup jelas ketentuan larangan terkait Kades yang melakukan tindakan ataupun perbuatan dukung mendukung apalagi kalau dilakukan dengan cara terorganisir hal ini bisa mencederai proses demokrasi," kata Arief.
ADVERTISEMENT